Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kearifan Lokal untuk Kearifan Indonesia

12 Januari 2014   10:42 Diperbarui: 7 April 2022   13:22 4757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ttp://assets.kompas.com/data/photo/



Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bosan menyatakan bahwa negara kita tercinta Indonesia adalah negara yang sangat luar biasa. Kaya akan segala hal yang diinginkan di bumi ini. Bertabur keindahan dan sejuta pesona yang selalu menarik perhatian kita untuk diamati, dinikmati dan dihayati. Tanah air kita ini menyimpan segudang magnet. Beragam potensi budaya ada disini. Semua yang ada di indonesia begitu eksotis hingga mampu menghipnotis siapapun di muka bumi untuk mengungkapkan dengan hati dan penuh kesadaran bahwa negara yang dinamakan dengan Indonesia ini begitu waw!!

Budaya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rote menyimpan daya pikat masing-masing. Budaya-budaya itu menyatu dalam sanubari keindonesiaan yang sejatinya harus tertancap kuat dalam hidup dan kehidupan warga bangsanya. Tidak hanya kaya akan budaya seperti tari, alunan musik, kerajinan, pakaian, rumah adat, kuliner, bahkan hingga kearifan lokal (local wisdom).

Namun ketika kita memandang Indonesia secara kasat mata, hanya akan membuat suasana hati kita bingung dan prihatin. Indonesia masih rentan akan kekacauan dan carut-marut disana-sini. Lihat saja sandiwara politiknya yang suka menyandera kepentingan publik, pendidikan yang masih terbelakang dan sulit untuk maju, ekonominya yang masih suka bergantung dan mau dipermainkan oleh para kapitalis, dukungan sosial serta juga kondisi sosial masih sangat memprihatinkan.

Kearifan lokal yang dimiliki indonesia sungguh sangat kaya sekali. Tidak akan ada di negara lain kita mendapati lokal wisdom yang sehebat di indonesia. Bahkan banyak negara yang berusaha ingin menemukan lokal wisdom yang bercirikan negara itu. Kita lihat saja negara lain seperti Amerika Serikat yang membolak-balik catatan sejarahnya untuk bisa menemukan lokal wisdomnya. 

Lokal wisdom mampu membentuk sebuah nilai karakter. Coba kita perhatikan apa yang ada di Jepang. Jepang termasuk salah satu negara yang berbudaya luar biasa. Setelah negaranya di bom, tidak lama kemudian Jepang mampu mengalahkan AS dari segi ekonomi. Itu menunjukkan bahwa Jepang memiliki budaya yang mampu memberi negara itu sebuah kekuatan untuk bangkit dan maju untuk menunjukkan sebuah eksistensi.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya jalan terbuka lebar untuk negara kita bisa menjadi negara yang maju. Sayangnya hingga saat ini kita masih dihinggapi penyakit regenerasi yang terus menumpuk. Seakan-akan penyakit-penyakit itu tidak bisa dicegah apalagi diobati. 

Kita masih terserang kudis, kurang disiplin. Misalkan saja dalam memberantas korupsi, kita masih lebih patuh pada atasan. Juga terserang kurap, kurang rapi. Manajemen dan pengelolaan aset negara masih kurang rapi. Serta tak ketinggalan, kita juga suka terserang kutil, kurang teliti. Dalam menanggapi segala sesuatu kita masih kurang teliti. Ada sesuatu yang baru kita langsung terkagum-kagum. Misalkan ada budaya baru seperti K-POP, agama baru, keyakinan baru, teori baru, semua orang dengan mudahnya langsung ikut-ikutan mengikuti budaya tersebut tanpa terlebih dahulu dicermati.

Pengaruh globalisasi memang tidak bisa dipungkiri lagi telah merasuki semua bidang kehidupan bangsa. Gempuran budaya luar tidak henti-hentinya menyergap sendi pergerakan generasi kita. Kearifan lokal semakin tergerus dikarenakan saat ini kita tengah berada pada zaman gelombang ketiga. Gelombang-gelombang yang awalnya tradisionil di masa lampau lalu berlanjut pada gelombang industrialisasi. Dan gelombang yang saat ini menerpa kita adalah gelombang teknologi informasi. 

Banyak diantara kita yang cara berpikirnya cenderung pragmatis. Saat diskusi mengenai kearifan lokal ini, seorang tokoh mengatakan fakta yang ia temukan langsung di lapangan. Di Jogja sendiri misalkan saat kampanye politik, strategi politik yang dipilih tidak lagi mengajarkan sikap kebersamaan melalui gotong royong untuk menarik simpati massa namun cukup dengan membagi-bagikan uang. Itu semua akan tidak akan bertahan lama namun dengan cara seperti itu akan mampu semakin menggerus jiwa-jiwa kearifan yang ada di masyarakat.

 


 

http://alanmalingi.files.wordpress.com/2010/12/bima.jpg
http://alanmalingi.files.wordpress.com/2010/12/bima.jpg

 

Kita harus sama-sama mendukung kearifan lokal agar mampu bertahan. Kita perlu terus menggalinya dan jika kita mampu mengemasnya dengan baik akan menjadi sesuatu yang sangat menarik. Kita perlu membuka mata dan keluar dari zona nyaman. 

Mbak Dina Setyowati, alumni Indonesia Mengajar berbagi pengalaman saat ia dan rekan-rekannya dikirim untuk mengajar di Pulau Rote. Suatu ketika mereka hendak ingin menyeberang ke pulau lain untuk mengajar. Mereka meminta bantuan nelayan untuk membawa mereka ke pulau itu. Tapi ternyata nelayan yang diminta tolong tidak mau mengantar. Alasannya ia harus melihat bulan dulu di malam hari. Jika nanti malam ada bulan, ia akan mengantarkan menyeberang ke pulau. Namun jika bulan tidak ada penyeberangan pun dibatalkan. Awalnya bulan memang terlihat namun tidak lama setelah itu bulan hilang dan muncullah gelombang besar di laut sehingga penyeberangan ke pulau tujuan ditunda dulu.

Jikalau mereka tidak mendengarkan kata nelayan dan langsung memutuskan untuk menyeberang tentu bisa jadi mereka akan mempertaruhkan nyawa yang bisa berujung pada kematian karena tergulung ombak. Ini menunjukkan bahwa kearifan lokal sangat luar biasa. Darimana para nelayan itu tahu dan mengerti kondisi-kondisi semacam itu? Jawabannya adalah alam yang mengjarkan mereka. 

Pemerintah perlu menggagas sebuah kebijakan yang baik dan benar dalam perencanaan dan penerapannya. Karena banyak sekali kebijakan-kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah yang tidak atau kurang mengakomodir konteks lokal. Misalkan dalam memberikan bantuan ternak kepada masyarakat. Di pulau rote, tidak ada ternak yang dikandangkan. Ternak-ternak masyarakat dibiarkan hidup liar dan berkembang di lingkungan kampung bahkan hingga ke pinggir hutan. Ketika pemerintah menanyakan kepada masyarakat apakah bantuan ternak yang diberikan masih ada dan berhasil berkembang biak, masyarakat menjawab masih ada. Bisa dilihat seperti apa kondisinya? Ayo silahkan kita cek ke dalam hutan. Lha, kalau demikian kejadiannya, bagaimana cara untuk mengukurnya kembali?

Kemudian contoh nyata lainnya tentang fenomena orang Indonesia yang mengunjungi negara kecil Singapura. Jumlah orang Indonesia yang datang ke Singapura lebih kurang 500 ribu lebih setiap bulannya. Orang indonesia yang datang ke Singapura untuk tujuan liburan, belanja, jalan-jalan hingga berobat. Kadang berobat hanya untuk sekedar mengobati kurap dan kudis. Kenapa hal itu bisa terjadi? Padahal coba kita lihat kearifan lokal berupa jamu dan ramuan tradisional untuk pengobatan. Sejak dulu nenek moyang kita telah menggunakan obat dan ramuan dari alam untuk pengobatan. Hal itu telah teruji khasiatnya oleh zaman. Dengan obat dan ramuan itu kita tetap bisa hidup sehat. 

 



 

www.indonesia.travel
www.indonesia.travel

Maka sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk menyelamatkan budaya kita. Generasi muda adalah para pewaris tampuk keberlangsungan negeri ini. Kemajuan sebuah bangsa tak lepas dari peran serta para generasinya di semua jenjang lapisan dan elemen masyarakat yang juga juga termasuk di dalamnya para generasi muda. 

Kearifan lokal atau local wisdom mestinya saat ini sudah harus berbasis riset dan penelitian. Lihat saja nasib yang kini dialami oleh satwa khas indonesia seperti harimau sumatera atau badak jawa. Nasib mereka tengah terombang-ambing yang akan segera menjerumuskan mereka ke tahap kelangkaan dan hilang dari peradaban. Beberapa lembaga riset seperti National Geographic melakukan riset secara berkelanjutan. Mungkin merekalah yang nanti akan memiliki segala informasi tentang harimau sumatera atau badak jawa yang diperoleh dari hasil penelitiannya. Bisa saja ketika nanti kita membutuhkannya, kita harus membayar terlebih dahulu. Apakah untuk menikmati apa yang kita punya, kita harus bayar dulu? Lucu sekali bukan!

Kita harus tanggap terhadap isu-isu kedaerahan. Kearifan lokal di banyak daerah memang sudah mulai dibiarkan tergerus begitu saja. Salah satu aspek yang tergerus adalah pariwisata. Pariwisata sebuah daerah dikemas sedemikian rupa namun terkadang suka menyalahi konten dan konteks lokal yang ada di daerah tersebut. Kita bisa memberdayakan dan melakukan pendampingan terhadap budaya di daerah-daerah di indonesia. Kita pilih sebuah segmen lalu kita kembangkan potensi yang dimiliki daerah itu. Diperlukan sikap mengetahui dan memahami secara sadar potensi daerah itu lalu juga tahu dan sadar bagaimana cara mengolah potensi itu sesuai kearifan lokal yang ada. 

Para nenek moyang kita telah berusaha menciptakan kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai yang sangat luar biasa. Tujuan mereka mewariskan kearifan lokal itu kepada kita adalah agar kita bisa hidup dan memaknai setiap perjalanannya sesuai dengan kodrat dan tidak menyalahi apalagi mengganggu keberlangsungan kehidupan umat manusia. Untuk itu maka perlu bagi kita untuk selalu melestarikan dan menghidupakan nilai-nilai kearifan lokal demi kemaslahatan hidup kita di muka bumi ini. Kini dan nanti…

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun