Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tersesat di Hari Pertama Masuk SD

13 Juli 2012   07:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:00 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman tersesat yang pernah saya alami. Pengalaman ini benar-benar saya alami. Pengalaman ini terjadi di hari pertama saya masuk SD. Terjadi ketika 14 tahun yang lalu.

Saya diterima sekolah di sebuah SD yang cukup favorit. Bundaku ternyata pintar sekali mencarikan sekolah yang bagus buat anaknya. Saya adalah lulusan SDN 11 Air tabit, bukit sitabur, payakumbuh.

Lokasi sekolah saya cukup jauh dari tempat saya tinggal. Mungkin kira-kira lima belas kilometer jaraknya. Lokasi sekolahnya berada di jalan raya payakumbuh-lintau. Sedangkan rumah saya ada di sebuah jorong (desa) yang cukup jauh dari dalan raya. Jadi jika teman-teman saya ingin berkunjung ke rumah saya musti memasuki sebuah simpang dulu.

Ketika saya kecil, saya sangat jarang diajak oleh mama berjalan-jalan. Maklum… orang kampung… bunda juga sibuk mengajar di sekolahnya. Jadi kami hanya berkutat disekitar kampung itu. Bagi saya yang ketika itu baru berumur 6 tahun tentu naik mobil atau kendaraan umum adalah hal langka. Ingat..!! Saya ketika itu baru berumur 6 tahun loh..

Pagi itu bunda mengantarkanku ke sekolah. Itu adalah hari pertamaku di sekolah dasar. Kami berangkat dengan angkutan kota (angkot). Perjalanan ke sekolah berjalan dengan lancar. Selamat sampai ke sekolah. Setiba di sekolah, bunda lalu mengurus segala administrasi dan hal lainnya yang berhubungan dengan urusan siswa baru. Setelah itu bunda menyerahkanku ke wali kelas. Lalu bunda pergi meninggalkanku seorang diri di sekolah itu karena bunda harus mengajar di sekolahnya.

Bunda pun berangkat menuju ke sekolahnya. Beliau berangkat dengan naik angkot lagi. Namun, bunda ketika akan berangkat ke sekolahnya tidak meninggalkan pesan apa-apa padaku.

——————————————

Saya pun memasuki ruang kelas bersama guru tadi. Di luar kelas banyak para orang tua yang mengawasi anaknya didalam kelas. Tapi di luar sana tidak ada bundaku karena beliau berada di tempat lain. Ia juga mengajar di sekolahnya.

Saya mengikuti kegiatan sekolah hingga akhir, hingga jam sekolah usai. Lalu sekolah pun dibubarkan. Satu per satu siswa pulang. Ada yang jalan kaki karena rumahnya dekat dari sekolah. Ada yang pulang bersama dan ada juga yang di jemput oleh orang tua atau keluarganya.

Tapi… bagaimana dengan saya? Saya bingung. Saya tidak tahu dengan siapa saya pulang. Adakah yang akan menjemput?

Saya pun menunggu bunda di depan dekat gerbang sekolah. Barangkali bunda akan menjemputku. Pasti bunda tahu ini sudah waktunya jam sekolah usai. Saya tetap menunggu bunda disana. Berdiri seorang diri. Saya melihat ke kiri kanan mencari-cari keberadaan bunda. Namun bunda tak kunjung datang. Saya semakin takut dan khawatir. Saya sangat bingung sekali. Saya sudah menunggu bunda cukup lama. Tapi tetap saja tidak ada tanda-tanda kehadiran bunda.

[caption id="attachment_193896" align="aligncenter" width="641" caption="ilustrasi/ admin vivanews.com"][/caption]

Sempat terpikir bagi saya ketika itu untuk pulang dengan angkot. Tapi lagi-lagi saya bingung. Bagamana caranya naik angkot. Bagaimana caranya menyetop mobil saya tidak tahu. Maklum sebelumnya saya tidak pernah naik angkot. Karena saya masih sangat kecil baru berumur 6 tahun. Lagi pula uang juga tidak ada untuk membayar ongkos. Satu sen pun tidak ada di tangan.

Saya semakin bingung apa yang akan saya lakukan. Teman-teman saya sudah pulang semua. Di depan gerbang ketika itu yang ada hanya saya seorang. Karena bosan berdiri disana, saya pun memutuskan untuk jalan kaki.

——————————————-

Disinilah awal ‘ketersesatan’ itu berawal. Saya pun menelusuri jalan seorang diri. Menelusur sepanjang jalan. Aspal demi aspal saya lalui. Saya tidak tahu kemana saya melangkah seharusnya. Saya hanya mengikuti kata hati dan mengikuti kemana kaki ini melangkah.

Sudah jauh saya menelusuri jalan demi jalan. Namun kok tidak sampai-sampai ya.. Ada yang aneh. Sepertinya jalan yang saya lalui itu berbeda dengan jalan ketika saya berangkat ke sekolah tadi. Suasana jalan itu tidak sama seperti yang saya ingat ketika berangkat. Saya semakin stress. Saya semakin takut saya ada dimana. Jangan-jangan saya sudah tersesat. Sepertinya saya salah arah (seharunya dari depan sekolah, jika hendak pulang jelas kearah kanan. Jika kearah kiri itu mengarah ke pasar payakumbuh).

Saya hendak berbalik arah. Tapi jika saya berbalik arah apakah jalan yang akan saya lalui nanti tidak salah? Saya semakin bingung. Benar-benar stress. Saya benar-benar hampir gila ketika itu. Ya tuhan… saya sebenarnya ada dimana..?

Saya juga tidak sempat bertanya pada orang-orang yang pernah saya jumpai di jalan. Karena saya tidak berani. Sebelumnya saya tidak pernah seperti itu. Belum pernah bertanya pada orang asing yang tidak saya kenal. Namanya saja bocah berumur 6 tahun. Jadi sudah pasti tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Coba anda bayangkan…

——————————————-

Ketakutan semakin menggebu-gebu dalam hati. Semua perasaan bercampur aduk. Takut, bingung, khawatir, cemas, was-was, dan sebagainya bercampur aduk. Saya tidak bisa memikirkan apa-apa. Saya seperti berada di tengah hutan walaupun kenyataannya saya ada di jalan. Benar-benar merasa asing.

Karena perasaan yang semakin menggebu-gebu didalam hati tadi membuat psikologi saya terganggu. Semuanya benar-benar kacau. Tapi saya tetap melanjutkan perjalanan. Sampai saya menemukan sebuah sekolah dasar. Tapi jelas itu bukan sekolah saya tadi.

13363526791817317224
13363526791817317224

menangis (kompas.com)

Saya pun berhenti di depan sekolah itu. Saya duduk dan menangis. Saya menangis terisak-isak tapi tentu dengan suara yang ditahan-tahan agar tidak diketahui orang lain yang ada disekitar saya ketika itu. Saya menangis dan terus menangis bergarap ada malaikat yang akan menyelamatkan saya.

Lalu seseorang berjalan kearah saya berada. Lalu menghampiri saya dan menanyakan apa yang terjadi. Namun saya hanya terus menangis. Saya tidak tahu harus berkata apa.

Saya rasa orang itu adalah guru di SD tempat saya berhenti itu. Beliau menanyakan saya tinggal dimana. Tadi saya dari mana dan bersama siapa. Tapi lagi-lagi saya hanya diam menangis. Mungkin guru itu juga bingung apa yang terjadi padaku. Untung saja saya masih memakai seragam sekolah. Jadi beliau melihat alamat identitas sekolah yang melekat di seragam sekolahku.

Lalu beliau mencoba menenangkanku. Katanya beliau akan mengantarkanku pulang jika saya mau berhenti menangis. Saya pun mencoba berhenti menangis. Setelah saya diam, tidak menangis lagi tapi masih terisak-isak, beliau pun menyuruhku naik ke motornya.

Kemudian beliau mengantarkanku ke sekolahku tadi. Di sekolahku masih ada guru-guru yang belum pulang. Termasuk wali kelasku. Guru yang tadi menyerahkanku ke wali kelas. Lalu setelah itu beliau pergi.

Guruku bertanya kenapa saya bisa tersesat seperti itu. Apakah tidak ada orang yang menjemput? Saya hanya menggelengkan kepala. Lalu beliau menanyakan apakah saya mempunyai kakak yang masih sekolah. Saya lalu menjawab masih. Saya mempunyai kakak yang duduk di bangku SMA. Lalu ia menanyakan namanya. Saya pun menyampaikan nama kakakku. Tapi saya tidak tahu dimana sekolahnya.

Lalu beliau membawaku ke SMA tempat anaknya sekolah. Kebetulan SD, SMP dan SMA ada dalam satu area yang berdekatan hanya dipisahkan oleh dinding pembatas saja. Setiba di SMA yang dimaksud beliau lalu menemui anaknya. Dan menyebutkan nama kakak saya tadi apakah ia kenal atau tidak. Ternyata ia kenal dengan kakakku. Mereka berteman baik. Untunglah ia anak guruku berteman dengan kakakku. Lalu ia pun memanggilkan kakakku.

Setelah kakakku datang, guruku menyerahkanku pada kakak. Guruku menjelaskan apa yang terjadi. Kemudian setelah itu kami pun beranjak pergi. Kakakku mengantarkanku pulang kerumah.

Di perjalanan, ia mengomeliku. Kakakku perempuan maka sudah pasti ia cerewet sekali. Jelas sekali ia akan mengomeliku, karena ketika itu masih sedang belajar. Pelajarannya belum usai.

Kemudian sampailah kami dirumah. Setelah itu kakak kembali ke sekolahnya.

——————————————-

Itulah yang pengalaman tersesat yang pernah saya alami. Memori itu masih segar dalam ingatan saya. Tidak pernah untuk terlupakan. Benar kata orang kalau anak akan merekam apa yang mereka alami ketika kecil. Walaupun sudah lama terjadi saya tidak pernah untuk melupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya.

Saya ingin memberikan pelajaran kepada pembaca sekalian mengenai pengalaman tersesat yang saya alami ini. Pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman ini adalah:

1. Perkenalkan anak pada dunia baru yang sebelumnya belum dikenali anak.

2. Penting bagi orang tua untuk mengawasi keberadaan anak.

3. Titipkan anak pada orang yang dapat dipercaya.

4. Jangan lupa menyampaikan pesan penting yang harus diketahui anak.

5. Bangun komunikasi yang baik dengan anak.

6. Bekali anak kemampuan berinteraksi yang baik seperti apa.

7. Ajarkan anak untuk mengelola keuangannya.

8. Tunjukkan rasa tanggung jawab kita pada anak.

9. Ingatkan anak untuk tidak berbuat diluar hal yang belum mereka pahami atau kenali.

10. Jangan biarkan anak pergi sendiri ke tempat keramaian.

11. Ingat! Anak akan merekam apa-apa yang mereka alami ketika kecil dan itu akan berpengaruh pada tumbuh kembangnya.

Penting kiranya bagi para orang tua untuk memperhatikan poin-poin yag telah dipaparkan diatas. Semoga tidak ada lagi anak sekolah yang tersesat seperti saya ini. Untung saya masih bisa diselamatkan dan masih bertemu dengan orang tua dan orang-orang yang saya sayangi. Bayangkan jika anak  yang sangat anda sayangi tiba-tiba tersesat lalu hilang dan tidak bisa ditemukan, apa yang akan anda lakukan?

Semoga pembaca semua bisa mengambil pelajaran yang bermanfaat dari kisah nyata ini. (BAR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun