Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampah Bukan Sampah

10 Juli 2012   12:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_193484" align="aligncenter" width="424" caption="Reuse/ ilustrasi/ www.earthsfriends.com/files/images/reduce-reuse-recycle.jpg"][/caption]

Sampah juga Ada Manfaatnya loh..

AKBARPITOPANG --- Menarik sekali topik bahasan kita kali ini. Kita akan mencoba membagikan pengalaman dalam mengelola sampah. Setiap orang di dunia ini pasti tak lepas dalam kesehariannya mengeluarkan sampah. Baik itu sampah biologis maupun sampah material dari aktifitas yang dilakukannya. Sampah tak bisa dilepaskan dalam kehidupan kita. Lalu bagaimana cara mengelola sampah? Setiap orang pasti memiliki cara tersendiri dalam mengelola sampahnya. Dan saya sendiri pada kesempatan ini juga akan membagikan pengalaman yang saya lakukan dalam mengelola sampah.

Sampah oh sampah… tiada hari dalam hidup ini yang lepas dari yang namanya sampah. Ketika ibu ke pasar, pulangnya bawa sampah. Ketika ayah pergi kerja, pulangnya bawa sampah. Begitu juga dengan anak-anak. Keluar beli makan, pulangnya bawa sampah; kantong kresek, pembungkus makanan, sendok plastic, maupun tulang dari lauk makanan itu.

Itu baru hal kecil yang kita lakukan. Belum lagi ketika kita melakukan kegiatan-kegiatan besar seperti pesta keluarga. Sampah yang dihasilkan pasti akan sangat banyak.

Oh ya.. Maaf.. Agak melenceng dikit kesana kemari. Kembali kita pada masalah pengelolan sampah tadi. Saat ini saya sudah tinggal jauh dari orang tua. Saya sudah punya sampah sendiri. He he he..

Saya sudah lama mengelola sampah sejak saya masih di kampung sana. Saya memulainya dari hal-hal kecil dulu. Sampah yang biasanya sering disepelekan keberadaannya oleh masyarakat. Apalagi kalau bukan sampah kantong kresek.

Kantong kresek kini tak pernah lepas dalam keseharian. Ketika saya keluar beli makanan, dikasih kantong kresek. Ketika ke pasar beli bahan-bahan masakan, dikasih kantong kresek. Ketika beli baju di mall, dikasih kantong kresek. Sepertinya kantong kresek ini selalu hadir menyertai segala aktifitas kita.

Namun terkadang kita terpaksa harus menyepelekannya. Karena begitu banyak sampah kresek yang kita peroleh itu kita terpaksa harus membuangnya ke tempat sampah. Padahal kantong kresek itu tidak dilirik oleh para pemulung. Kantong kresek benar-benar tidak berharga. Apalagi ketika sudah menjadi sampah seperti itu.

Namun seharusnya kita tak usah cepat-cepat membuangnya. Akan lebih baik jika kita menyimpannya dulu. Saya tidak terbiasa untuk langsung membuang kantong kresek yang saya dapatkan. Jikalau kantong kresek itu kotor atau sobek barulah dibuang. Namun jika kondisinya masih sangat bagus pantang untuk dibuang ke tempat sampah.

[caption id="attachment_193483" align="alignright" width="240" caption="mengumpulkan kantongkresek/ AP/ 2012"]

1341922759177843179
1341922759177843179
[/caption]

Saya menyimpannya dulu menjadi satu bersama kantong-kantong kresek yang lain. Kebiasaan ini sudah saya ada sejak saya masih dirumah. Sejak lama ibu saya dirumah sudah terbiasa untuk menyimpan kantong kreseknya dulu. Hal itu dilakukan tanpa alasan. Sebenarnya kantong kresek itu juga akan bermanfaat ketika dibutuhkan.

Misalkan ketika hendak bepergian. Ketika packing barang, terkadang kantong-kantong kresek itu akan berguna keberadaannya. Kita tak perlu repot kesana kemari mencari kontong kresek. Apalagi sampai minta pada tetangga atau bahkan dibeli. Kalau kita sudah punya stok kantong kresek yang banyak kan tinggal milih sesuai kapasitas yang dibutuhkan.

Saya pernah mengeluarkan kantong-kantong kresek yang saya kumpulkan itu. Karena saya mencari ukuran 10 Kg otomatis saya harus mengeeceknya satu per satu untuk menemukan ukuran yang pas. Ketika saya sudah berhasil mendapatkan kantong ukuran 10 Kg itu ternyata tanpa saya sadari kantong-kantong kresek itu berserakan memenuhi lantai. Ternyata kantong kresek itu membuat pemandangan yang tidak enak dipandang mata.

Itu baru beberapa kantong kresek saja. Dan itu baru kantong kresek yang berhasil saya kumpulkan. Bagaimana dengan yang ada di luar sana, di tempang sampah atau di tempang pembuang akhir? Pasti bentuknya seperti gunung. Memang benar kata-kata, “sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit”. Kalau kita mampir ke TPA kita dapat membuktikannya. Sampah bak bukit. Padahal itu dikumpulkan sedikit demi sedikit.

Kebiasaan lain yang saya lakukan adalah mengumpulkan karet gelang. Bagi sebagian orang pasti keberadaannya amat sangat sepele. Saya sering memperoleh karet gelang ini ketika membei nasi goreng di depan kosan. Penjualnya menggunakan bantuan karet gelang untuk membungkus nasi goreng. Dan saya juga sering mekan nasi goreng buatannya. Kalau dikumpulkan karet-karet gelang itu akan seperti apa?

[caption id="attachment_193447" align="alignright" width="180" caption="karet gelang/AP/2012"]

13419123621085228452
13419123621085228452
[/caption]

Dari foto diatas sudah jelas kan jumlahnya cukup lumayan. Kalau dibuang pasti akan menambah tinggi bukit sampah di TPA sana. Itu baru yang saya kumpulkan sendiri belum lagi yang dibuang orang di luar sana. Selain itu sebenarnya kita juga bisa beramal dengan sampah yang kita miliki. Bagaimana caranya? Hanya sederhana saja. Karet-karet gelang yang saya kumpulkan itu lalu diberikan lagi kepada penjual nasi goreng yang ada di depan kosan. Daripada bapaknya susah-susah ngumpulin karet gelang atau kalau jumlahnya kurang dibeli lebih baik karet itu diberikan padanya. Sampah kita jadi berkurang, bapaknya untung. Lingkungan juga akan akan terjaga kebersihannya.

Selain kebiasaan diatas apalagi? Ada juga nih yaitu memanfaatkan kardus bekas air mineral. Apa sih manfaatnya? Kardus bekas air isi ulang itu bisa dimanfaatkan bagi mereka yang sering berdekatan dengan yang namanya kertas. Para pelajar, mahasiswa, guru, dosen, karyawan, tukang foto kopi bisa memanfaatkannya. Untuk apa? Ya.. Untuk tempat mengumpulkan kertas-kertas itu.

[caption id="attachment_193449" align="alignright" width="240" caption="kardus bekas untuk mengumpulkan kertas makalah/ AP/ 2012"]

13419140111192399191
13419140111192399191
[/caption]

Sebagai mahasiswa pasti sering berjumpa dengan kertas baik itu untuk tugas kuliah maupun untuk hal lainnya. Makalah-makalah hasil karya kita itu daripada dibakar mendingan dikumpulkan jadi satu dulu. Disimpan di sebuah tempat. Daripada susah cari tempatnya lebih memanfaatkan kardus bekas air mineral. Pasti akan sangat bermanfaat dan hemat biaya. Apalagi untuk mahasiswa yang sering terkena kanker (kantong kering). Hehehe :D

Selain itu ada yang lainnya gak? Ada… satu lagi nih.. Yaitu pembuatan kompos atau pupuk organik. Saya sebagai anak kos sering masak sendiri. Kalau sambalnya habis harus beli bahan makanan dulu ke pasar. Sisa-sisa atau sampah dari bahan-bahan itu kalau dikumpulkan ternayata banyak juga loh.. Daripada dibuang ke tempat sampah bisa menghasilkan bau yang kurang sedap. Lebih baik dimanfaatkan untuk membuat kompos atau pupuk organic. Kompos yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk tumbuhan. Saya sudah memanfaatkannya untuk tanaman di kebun kecil disamping kosan. Mau intip? Ada disini.

Itulah pengalaman mengelola sampah sederhana yang saya lakukan. Saya rasa pengelolaan sampah seperti itu pasti setiap orang bisa. Namun apakah setiap orang mau melakukannya? Belum tentu. Terkadang masalah klasik yang selalu terjadi adalah gengsi dan kebiasaan malas.

Semoga pengalaman sederhana ini bisa menginspirasi teman-teman semua. Marilah kita sama-sama mengelola sampah pribadi yang kita hasilkan. Lingkungan bersih bumi kita juga akan terjaga keberlagsungannya. Marilah kita memulainya dari hal-hal kecil dulu dan memulainya dari diri sendiri, keluarga dan orang terdekat kita.

Mari mengelola sampah… sampah tak selamnya menjadi sampah… :)

Intip juga yang lain:

Sampah abadi

Menerima Styrofoam demi pertemanan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun