Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ingat! Mainan Anak Bukan Lagi Milik Orangtua

12 Juni 2012   00:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_187444" align="aligncenter" width="500" caption="mainan tak bisa dilepaskan dari proses tumbuh kembang anak/ ilustrasi/ imageshack.usphotomy-images843pictures065.jpg"][/caption]

AKBARPITOPANG --- Adakah kompasianer yang saat ini memiliki anak kecil dirumah? Atau adakah kompasianer yang memilik keponakan yang saat ini masih kecil?

Anak yang masih kecil biasanya sangat menyukai mainan dalam hal proses tumbuh kembangnya. Anak-anak pasti sangat suka minta dibelikan mainan oleh orangtuanya dan ketika sang anak mendapat hadiah mainan dari orang tuanya pasti sang anak akan merasa sangat senang.

Anak pada fase itu sangat menyukai mainan. Mainan bisa menjadi sarana interaksi dan juga untuk merangsang saraf motorik pada anak. Bahkan kadang mainan dijadikan oleh anak sebagai saranan untuk mencurahkan isi hatinya walau si anak tahu bahwa itu hanya mainan yang hanya bisa mendengar isi curhatannya. Namun apa yang dilakukan anak pada mainannya adalah suatu hal yang normal.

Kehidupan anak pada fase itu tidak bisa dilepaskan dengan kehadiran yang namanya mainan. Pada fase tumbuh kembang anak pada usia itu sepertinya kehadiran mainan disisinya merupakan suatu hal yang wajib adanya.

Kenapa anak sangat menyukai mainan? Karena pada usia itu anak merasa tertarik ketika melihat sebuah mainan dipajang seingga menarik perhatian si anak untuk menyentuhnya. Mainan biasanya menggunakan kombinasi warna yang memang menarik perhatian anak-anak.

Sebenarnya kehadiran mainan disisi anak bukanlah suatu hal yang salah. Karena pada dasarnya sebuah mainan bisa membantu si anak untuk mengenal dan meningkatkan kemampuan kognitifnya. Apa alasannya? Karena dengan adanya mainan, anak bisa mengenal angka, huruf, nama-nama, warna, bentuk dan sebagainya. Maka bisa dilihat kan bahwasanya mainan pada dasarnya membantu anak mengenal hal-hal baru yang belum ia ketahui.

Jika anak anda meminta sebuah mainan maka jangan terlalu pelit untuk membelikannya. Kewajiban orangtua hanyalah menfilter mana mainan yang memang layak menjadi mainan sang anak. Para orang tua harus jeli melihat mana mainan yang benar-benar pas sesuai dengan usia anak agar tumbuh kembang anak tidak terganggu.

Disinilah diperlukan kebijaksanaan orangtua untuk memilih mainan yang memang layak untuk anak. Jangan asal memberi mainan pada anak. Karena apa yang ia sentuh dan pelajari saat masih kecil seperti itu akan direkam di memorinya dan akan mempengaruhi tumbuh kembangnya pada fase yang berikutnya.

Karena jika salah memilih mainan untuk anak, anak bisa menjadi terganggu atau rusak. Contohnya anak dikasih mainan pistol-pistolan, pisau-pisauan, atau gadget yang belum sesuai dengan usianya. Jika anak dikasih mainan seperti itu maka bisa mempengaruhi perkembangan anak dalam hal tindakan, pola piker, imajinasi dan sebagainya pada perkembangannya yang selanjutnya.

Maka untuk itu orangtua harus tahu mana mainan yang bermanfaat atau baik untuk anak. Misalkan membelikan anak mainan gitar kecil, buku gambar, atau benda-benda lain yang bisa digunakan anak untuk mengeksplor bakat, minat, dan potensinya.

Kembali kita pada topik mainan yang tadi kita bahas. Setiap anak bisa saja memiliki banyak mainan. Berbagai mainan bisa dimiliki oleh beberapa anak. Misalkan saja keponakan saya dirumah. Saat masih berumur empat tahun, ia punya banyak mainan. Belum lama dia dikasih mainan, ia kadang sudah minta mainan baru lagi. Memang tak semua mainannya layak. Ada mainan pistol-pistolan sebut saja namun juga ada mainan yang saya rasa memperlihatkan minat dan potensinya dimana. Misalkan saja saat kakak saya membelikannya mainan gitar kecil. Ternyata ia sangat menyukainya. Dan ternyata dari sana kami tahu kalau ia berminat di bidang musik. Walaupun ia masih kecil namun ia mahir memainkan gitar kecilnya. Walaupun nada yang ia mainkan masih berantakan namun dari caranya memainkan gitar kecilnya, kami tahu kalau ia memilik bakat tersimpan dibidang musik.

Kadang tak semua orangtua tepat membelikan mainan yang layak untuk anaknya. Walaupun kadang mainan si anak sudah banyak tapi mainan-mainan itu hanya mempersempit rumah dan bahkan mungkin suka dirusak oleh anak.

Ketika anak merusak mainannya, tak jarang para orangtua memarahi anaknya. Memarahinya dengan ucapan-ucapan yang belum layak ia dengar atau bahkan memukulnya guna memberikan efek jera dan pelajaran untuk si anak agar tidak merusak mainannya yang lain.

Saya heran dengan orangtua yang seperti itu pada anaknya. Tak tahukah si orangtua anak itu bahwa mainan yang miliki anak adalah hak anak karena telah memilikinya? Kita mungkin belum memahami hal ini bahwasanya mainan yang sudah diberikan pada anak merupakan sesuatu yang sudah menjadi milik anak bukan lagi milik orangtua yang telah memberikannya pada si anak.

Mungkin banyak diantara kita yang melakukan hal itu pada anak atau keponakan kita dirumah. Ketika anak merusak atau menghancurkan mainannya, kita sangat marah kepadanya.

Padahal sebenarnya kita tak sadar bahwa apa yang kita lakukan itu adalah hal yang keliru. Memang benar mainan itu orangtua yang membelikannya tapi setelah dikasihkan pada anak maka statusnya akan berubah.

Logikanya seperti ini. Misalkan anda memberikan sesuatu barang pada orang lain maka ketika barang itu sudah resmi diberikan kepada orang tersebut otomatis status kepemlikannya sudah berubah. Barang tersebut bukan lagi menjadi milik anda namun sudah menjadi milik yang bersagkutan. Ketika sewaktu-waktu barang yangsudah anda berikan itu rusak,hancur atau hilang pasti kita tidak akan menuntut kerusakan pada pada barang itu kan… karena jelas, barang itu bukan lagi milik kita.

Kemudian bagaimana jika dihubungkan dengan mainan pada anak tadi?

Mainan itu memang tidak sepenuhnya milik anak. Memang mainan itu yang membelikannya adalah orangtua. Namun ketika mainan itu sudah diberikan pada anak maka mainan itu sudah menjadi miliknya seutuhnya. Terserah ia memanfaatkannya seperti apa.

Bagaimana dengan kerusakan yang terjadi?

Biarkanlah hal itu terjadi. Itu hak anak karena mainan itu sudah menjadi hal miliknya. Ia mempunyai wewenang dan hak atas mainannya.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua?

Sebagai orangtua kita harus bersikap bijak pada anak. Ketika anak melakukan pengrusakan pada mainannya maka sebagai orangtua juga harus bertindak tepat. Jangan asal memarahi dan menumpahkan amarah pada anak. Saking kesalnya pada anak bahkan sampai memukulinya. Sungguh sebuah tindakan yang tidak elegan jika orangtua sempat melakukan hal seperti itu.

Yang harus dilakukan orangtua adalah memberikan nasehat pada anak untuk tidak mengulangi perbuatan salah itu lagi. Katakana pada anak bahwa hal itu tidaklah baik. Dengan menasehati anak dengan cara yang baik serta intonasi yang tepat biasanya anak pasti akan cepat memahami bahwasanya apa yang telah ia lakukan adalah hal yang salah.

Apalagi anak-anak zaman sekarang. Anak-anak zaman sekarang tidak sama seperti anak-anak zaman dahulu atau zaman saat kita kecil. Jika cara pengajaran yang dilakukan pada anak keliru, anak bisa berontak, melawan dan malah berubah bertambah nakal.

Hal yang perlu ditekankan pada anak adalah menjelaskan pada anak bahwasanya pengrusakan adalah sebuah tindakan yang tidak baik dilakukan. Bisa juga ditambahkan bahwa untuk membeli mainan itu menggunakan uang. Untuk memperoleh uang tidaklah mudah dan membutuhkan perjuangan dan kerja keras.

Dengan pengajaran seperti itu diharapkan anak bisa memahami arti sebuah perjuangan. Karena untuk membelikan anak sebuah mainan, orangtua harus mempunyai uang dulu baru bisa membelikan untuknya. Dan untuk memperoleh uang itu, orangtua harus bekerja dulu.

Disamping itu anak juga bisa mulai diajarkan tentang tanggung jawab untuk merawat mainan yang ia miliki. Walaupun saya rasa pada usia anak-anak, rasa tanggung jawab sangat susah untuk diajarkan namun tak ada salahnya untuk mulai menanamkan sikap seperti itu pada anak.

Maka jika ada para orangtua yang terlanjur dan pernah berbuat seperti itu pada anak diharapkan dengan sangat untuk mengulangi hal itu lagi pada anak. Bersikaplah yang bijak dan elegan pada anak. Yang perlu dilakukan pada anak bukanlah sebuah kekerasan agar anak tunduk pada orangtua. Namun hal yang terpenting  adalah menanamkan sebuah pelajaran dan nilai pada anak-anak kita.

Jadilah orangtua yang disegani dan disukai anak-anak bukan menjadi orangtua yang ditakuti… oke…! (BAR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun