Tulisan ini terinspirasi dari tulisan teman-teman kompasianer yang banyak membicarakan masalah pengamen yang merangkap sebagai pengemis plus jadi preman. Sebenarnya masalah ini adalah masalah klasik yang sepertinya susah untuk diselesaikan.
Dan ini juga akibat dari permasalahan yang terjadi di Negara kita tercinta. Selama pemerintah masih sibuk mengurusi korupsi di negeri ini. Selama para pejabat dan pemilik kekuasaan masih berlomba mengambil uang rakyat, masalah seperti kemiskinan, pengangguran dan permasalahan umat lainnya tidak akan terselesaikan.
Kita kembali pada masalah yang sedang kita bahas kali ini. Masalah pengamen di atas bus/angkutan umum. Saya rasa di seluruh Indonesia masalahnya sama. Pasti pengamen selalu ada kemana pun kita pergi selama kita masih menumpangi bus. Pasti kita akan menemukan mereka. Lain lagi masalahnya jika kita pakai bus pariwisata atau bus kelas atas seperti itu.
Apakah dalam bus tersebut tidak ada kondektur? Saya rasa ada. Karena mereka (kondektur) tersebut selain tugasnya memunguti ongkos dari para penumpang, member aba-aba pada sopir juga masalah-masalah teknis di perjalanan. Seperti masalah ban pecah, rem blong, kehabisan BBM, mogok atau masalah-masalah lainnya. Maka kehadiran para kondektur tersebut akan membantu sopir menyelesaikan masalah-masalah seperti itu.
Lalu, apakah tugas kondektur hanya itu?
Yang sering kita jumpai selama itu hanya itu. Jika tidak ada yang dilakukan mereka biasanya akan santai di bangku belakang. Jika pengamen masuk, mereka hanya mempersilahkan para pengamen tersebut masuk.
Seharusnya sopir untuk saat ini juga harus menugaskan kondektur tersebut mengawasi masuknya para pengamen. Bagaimana caranya kondektur mengenali mana yang pengamen dan mana yang penumpang?
[caption id="attachment_164406" align="aligncenter" width="663" caption="ilustrasi (courtesy:blog.student.uny.ac.id)"][/caption]
Caranya dengan memperhatikan gaya calon penumpang. Jika calon penumpang tersebut membawa alat musik seperti gitas, gendang dan sebagainya maka jangan dibiarkan naik kedalam bus. Selain itu juga perhatikan apakah mereka membawa kantong untuk disodorkan ke penumpang atau tidak. jika kondisi calon penumpang seperti itu maka jangan dibiarkan.
Untuk memastikan apakah calon penumpang itu pengamen atau bukan, tak ada salahnya untuk bertanya untuk memastikannya. Tanyakan apakah ia pengamen atau bukan. Jika itu benar-benar penumpang pasti akan menjawab bukan. Namun jika itu benar pengamen maka akan diam saja. Kalau responnya hanya diam, jangan dibiarkan masuk.
Tidak ada masalah bukan jika para kondektur saat ini tugasnya juga memfilter calon penumpang. Itu semua demi kenyamanan dan keamanan para penumpang. Jika penumpang nyaman maka penumpang akan merasa senang. Jika begitu maka penumpang akan sering menggunakan bus untuk perjalanan. Dengan begitu juga maka akan memberi penghasilan bagi para sopir dan kondektur itu. Banyak penumpang banyak pula rezekinya sehingga bisa membiayai anak bini dirumah. Siapa yang beruntung? Semua diuntungkan. Penumpang senang, sopir dan kondekturnya juga akan merasakannya.
[caption id="attachment_164408" align="aligncenter" width="640" caption="ilustrasi (kufoto.com)"]
Tak ada salahnya manajemen jasa angkutan umum seperti bus atau angkot menerapkan metode ini. Karena ini juga akan menguntungkan mereka. Jika tidak, ada kemungkinan masyarakat akan malas menumpangi bus. Karena kenyamanan dan keamanan mereka tidak terjamin. Dengan begitu, sopir dan kondektur juga yang akan menanggung akibatnya.
Namun disisi lain kita juga iba dengan mereka. Tapi jika dibiarkan mereka akan berbuat seenaknya dan susah untuk merubah kebiasaannya. Ini sebuah tantangan…!
Salam hangat..
Akbar Pitopang. 22 Februari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H