Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi Membudaya, Koruptor Sama Dengan Budayawan?

18 Februari 2012   06:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:30 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

korupsi yang membudaya atau korupsi yang dibudayakan? sumber ilustrasi

Tulisan ini terinspirasi ketika kami mengikuti pelatihan jurnalistik anti korupsi pada akhir Dsember lalu. Kegiatan tersebut bagian dari acara HUT Arena, yang merupakan unit kegiatan mahasiswa di kampus kami.

Waktu itu salah satu materi diisi oleh Laras Susanti, S.H dari PUKAT (Pusat Kajian Anti Korupsi). Ketika itu dia menyinggung fenomena korupsi yang sepertinya telah membudaya dibanyak kalangan. Namun jika korupsi memang sepertinya telah membudaya, apakah layak mereka disamakan dengan budayawan?

Melihat dari arti sesungguhnya, budaya itu hasil rasa, cipta dan karsa. Budaya itu hasil dari pemikiran manusia yang bersifat positif. Dan biasanya budaya tersebut diterima oleh semua masyarakat. Bisa dikatakan bahwa budaya itu bagian dari kehidupan manusia.

Lalu bagaimana dengan korupsi? Apakah itu hasil dari pemikiran manusia yang bersifat positif? Jelas tidak. Tindakan korupsi jelas tidak diterima oleh semua masyarakat. Dengan begitu korupsi tidak layak disebut sebagai sebuah budaya. Pada paragraf sebelumnya dijelaskan bahwa budaya itu hasil pemikiran positif manusia. Korupsi itu negatif. Berarti korupsi itu bukanlah sebuah budaya. Seharusnya penggunaan kata “korupsi” tidak dapat disandingkan dengan kata “budaya”.

Jika korupsi itu dicap sebagai sebuah budaya, walaupun itu dalam arti budaya yang tidak baik, apakah layak mereka yang korupsi itu juga disebut budayawan? Pasti itu tidak dapat diterima. Mana mungkin Butet Kertaradjasa, Sujiwo Tejo, Emha Ainun Najib dan budayawan lainnya disamakan dengan para koruptor. Pasti mereka akan protes keras. Maka untuk selanjutnya, lebih baik seharusnya korupsi itu tidak disandingkan dengan kata budaya. Namun melihat kondisi saat ini dimana korupsi telah merajalela, kata apa yang cocok dipakai untuk menggambarkannya? Mari kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia…  :)

selamat siang

DIY, 18 Februari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun