Permintaan akan produk-produk dari perbankan syariah menunjukkan tren yang meningkat, sehingga menciptakan peluang yang besar bagi industri Lembaga Keuangan Syariah (LKS).Â
Para lembaga keuangan yang menawarkan produk serta layanan perbankan syariah diharap memasukkan nilai-nilai Islam pada semua aspek aktivitas mereka. LKS dipandang perlu memiliki tata kelola perusahaan yang kuat dan efisien demi memastikan kepatuhan mereka akan prinsip syariah.Â
Upaya yang dapat dilakukan salah satunya dengan memberi jaminan bahwa aktivitas yang mereka lakukan sudah sesuai syariah. Fungsi dari penjaminan ini diberikan oleh unit audit syariah yang memungkinkan LKS untuk memantau kegiatan kepatuhan syariah yang mereka lakukan, serta meningkatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan.
Bank Negara Malaysia (BNM) mengeluarkan Kerangka Tata Kelola Syariah (Shariah Governance Framework) pada tahun 2010 yang bertujuan penguatan struktur, proses serta pengaturan tata kelola syariah pada LKS yang ada di Malaysia.Â
Pemberlakuan Islamic Financial Service Act (IFSA) pada tahun 2013 juga meningkatkan tata kelola LKS di Malaysia karena memberikan regulai pada LKS, memberikan pengawasan pada pasar uang syariah dan pasar valuta asing syariah dan juga mendorong stabilitas keuangan serta kepatuhan pada prinsip syariah.
Operasional LKS di Malaysia dipantau oleh Sharia Advisory Council (SAC) yang mana berfungsi untuk memberikan fatwa kepada Bank Negara Malaysia dan juga LKS tentang perbankan syairah dan aktivitas takaful. Selain itu juga memiliki peran untuk memberikan fatwa yang mengikat SAC dan juga memastikan kepatuhan LKS terhadap prinsip-prinsip syariah. LKS juga diminta untuk menunjuk SAC mereka untuk memberikan nasihat tentang aktivitas mereka serta memberikan masukan tentang isu syariah.
Review serta audit syariah juga melengkapi fungsi dari SAC ini dengan bertindak sebagai garis pertahanan kedua dan ketiga dalam meminimalisir risiko ketidakpatuhan syariah pada masing-masing LKS. Standar audit yang relevan dirujuk oleh sebagian besar internal auditor LKS yakni International Standars Professional Practice Framework (IPPF), kerangka tersebut diumumkan oleh The Institute of Internal Auditor pada tahun 2013.
Sharia Governance Framework memberikan definisi audit syariah sebagai penilaian berkala yang dilakukan dari waktu ke waktu untuk memberikan penilaian independen dan jaminan objektif yang dirancang untuk menambah nilai serta meningkatkan kepatuhan dalam operasi dan aktivitas LKS, dengan tujuan utamanya yakni memastikan sistem pengendalian internal yang bagus dan efektif untuk kepatuhan syariah.
Tanggung jawab untuk memastikan para LKS ini menjalankan aktivitasnya sesuai dengan syariah, merupakan tanggung jawab seorang auditor syariah. Sejauh ini hanya ada sedikit panduan tentang cara melatih dan mempersiapkan seseorang untuk memiliki kompetensi yang wajib dimiliki seorang auditor syariah. Karena audit syariah dianggap sebagai bidang khusus dalam audit profesional, hal ini menambah sifat unik pekerjaan audit internal di lingkungan LKS. Karena itu, artikel ini mendokumentasikan sebuah studi yang mengusulkan model kompetensi yang wajib dimiliki oleh auditor syariah.
Studi ini menggunakan studi kasus ganda melalui wawancara semi struktur kepada perwakilan Bank Sentra Malaysia, 30 responden yang terdiri dari kepala audit syariah dan auditor syariah dari 4 jenis lembaha perbankan. Dari 24 Bank Syariah yang dihubungi hanya 11 yang bersedia untuk berpartisipasi. Bank Negara Malaysia juga menjadi responden pada studi ini untuk mendapatkan pandangan dari regulator.
Hasil dari studi ini menunjukkan praktek campuran pada perekrutan auditor syariah, mayoritas lembaga perbankan memilih untuk menggunakan jasa auditor internal yang ada ketimbang merekrut lulusan baru ataupun memperoleh auditor syariah berpengalaman dari lembaga keuangan lain. Komponen pengetahuan yang dinilai paling penting yang harus dimiliki seorang auditor syariah adalah pengetahuan tentang syariah, perbankan syariah dan fiqih muamalat.