Mohon tunggu...
AKBAR FASYA
AKBAR FASYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi Hubungan Internasional

Saya merupakan seorang akademisi Hubungan Internasional yang memiliki fokus ke ranah keamanan global dan kesehatan global

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Maritim: Menggugat Kedaulatan Indonesia dalam Dinamika Laut China Selatan

31 Mei 2024   22:31 Diperbarui: 31 Mei 2024   22:50 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Laut China Selatan merupakan kawasan konflik yang telah lama menjadi isu keamanan internasional. Konflik ini diawali oleh klaim sepihak China atas Laut China Selatan melalui eleven dash line yang dirilis pada tahun 1947.  Klaim tersebut kemudian direvisi menjadi nine dash line pada tahun 1952 oleh Pemerintah China dengan menghapus dua garis pada wilayah Teluk Tonkin sebagai bentuk dari penurunan tensi ketegangan dengan Vietnam Utara.

Kontroversi klaim nine dash line oleh China ini dianggap sebagai sumber permasalahan konflik Laut China Selatan karena sembilan garis yang ditarik oleh Pemerintah China tersebut melebar membentuk huruf U dan mencaplok wilayah laut dari Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Filiphina, hingga Taiwan. Hal ini membuat banyak negara geram dan tidak mengakui atas klaim wilayah laut yang dicaplok oleh China.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kontra terhadap klaim wilayah Laut China Selatan. Karena klaim dari China ini turut mencaplok wilayah Laut Natuna Utara. Hal tersebut sekaligus menjadi ancaman bagi kedaulatan nasional Indonesia. Bahkan, Indonesia sendiri telah mengirimkan nota protes diplomatik kepada China. 

Namun hal tersebut justru tidak digubris oleh Pemerintah China dan mereka justru menegaskan kedaulatannya atas wilayah yang masuk ke dalam nine dash line tersebut dan semakin gencar dalam mengirimkan kapal penjaga (coastal boat) untuk melakukan patroli hingga pengawalan kapal nelayan asal China di sepanjang klaim nine dash line Laut China Selatan, termasuk di wilayah Laut Natuna Utara.

Sumber: 21stcenturyasiansarmrace.com
Sumber: 21stcenturyasiansarmrace.com

Dalam tinjauan hukum internasional, perkara konflik Laut China Selatan dapat merujuk pada UNCLOS 1982. Pada kesepakatan UNCLOS 1982, menyatakan bahwa negara yang memiliki batas pantai berhak menetapkan kedaulatan atas wilayah lautnya sepanjang 12 mil yang ditarik dari garis dasar ke arah laut lepas. Pada batas 12 mil ini, negara berhak untuk melakukan segala bentuk aktivitas komersil hingga militer. Kemudian, diluar wilayah kedaulatan tersebut, negara juga bisa menetapkan daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari garis pantai terluar suatu negara. Pada wilayah ZEE ini, suatu negara tidak berhak untuk melarang negara lain untuk melintas dan meletakkan kabel atau pipa bawah laut. Namun, negara memiliki hak berdaulat untuk eksplorasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam di perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya.

Sumber: Orami.co.id
Sumber: Orami.co.id
Bedasarkan UNCLOS 1982, wilayah Laut Natuna Utara yang dicaplok oleh China masuk kedalam ZEE Indonesia. Artinya, Indonesia memiliki hak kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam di perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya. Di sisi lain, China sebagai Claimant state terbesar atas wilayah Laut China Selatan seharusnya menghormati wilayah ZEE Indonesia tersebut. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, China justru semakin agresif dalam pengamanan wilayah nine dash line dengan membebaskan nelayan asal China untuk menangkap ikan di wilayah cakupan nine dash line, melakukan aktivitas militer termasuk pengerahan kapal pengawalan militer untuk mengawal para nelayan, pembangunan pulau buatan dengan tujuan basis militer, dan tidak mematuhi putusan arbitrase internasional pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa China tidak memiliki dasar hukum atas klaim terhadap nine dash line.

Sumber: sovereignlimits.com
Sumber: sovereignlimits.com

Indonesia sebagai negara terdampak atas klaim China ini telah melakukan berbagai strategi dalam menghadapi ancaman kedaulatan ini. Strategi pertama guna merepresi agresifitas China adalah dengan melakukan operasi latihan militer dan pengerahan pasukan khusus TNI untuk menjaga wilayah kedaulatan NKRI serta membatasi akses China untuk melakukan aksi lanjutan di wilayah Laut Natuna Utara. Strategi kedua yang dilakukan oleh Indonesia adalah penegakan hukum yang mengacu pada UNCLOS 1982 dan hukum internasional lain yang berlaku. Hal ini ditujukan agar apabila terdapat ekskalasi konflik dengan China, maka penyelesaiannya tidak akan keluar dari regulasi sengketa hukum internasional. 

Strategi ketiga adalah memperbanyak aktivitas maritim, terutama nelayan asal Indonesia yang dikordinasi secara langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan didukung dengan pembangunan infrastruktur berupa fasilitas pelabuhan perikanan yang terstandarisasi, serta juga pengerahan coastal guard Bakamla untuk melakukan pengawalan terhadap nelayan-nelayan asal Indonesia. Strategi keempat adalah dengan melakukan hubungan diplomatis dengan cara mengadakan forum diskusi mengenai kelautan antara negara-negara yang bersinggungan dengan nine dash line, termasuk menghadirkan China sebagai claimant state terbesar atas Laut China Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun