Ekspedisi Indonesia Baru (EIB) bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tapi juga sebuah pencarian makna di balik dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Di episode ke-10, tim EIB melangkah ke dua pulau dengan karakteristik berbeda namun menyimpan permasalahan serupa: Bali dan Papua. Dua daerah yang kaya akan keindahan alam dan budaya ini, sayangnya juga dilanda persoalan mengenai tanah, yang tak hanya berdampak pada masyarakat lokal, tetapi juga lingkungan sekitar.
Bali: Dampak Pariwisata Massal dan Gerakan "Dua Are"
Siapa yang tak kenal Bali? Pulau dengan pantai indah dan kebudayaan yang memesona, menjadi tujuan utama wisatawan lokal maupun internasional. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan pariwisata, muncul masalah klasik: harga tanah yang melambung tinggi, hingga membuat banyak warga lokal kesulitan mempertahankan lahan mereka.
Tim EIB mengunjungi Canggu, sebuah desa pesisir yang kini dikenal luas karena popularitasnya di kalangan wisatawan asing. Namun, di balik gemerlapnya bisnis pariwisata, Canggu juga menghadapi masalah serius. Harga tanah yang terus meroket membuat banyak warga lokal terpaksa menjual tanah mereka, dan beberapa di antaranya bahkan terpinggirkan oleh proyek-proyek wisata yang dibangun oleh investor asing.
Namun, di tengah masalah ini muncul gerakan "Dua Are". Gerakan yang dimotori oleh warga Bali ini bertujuan untuk mengumpulkan dana guna membeli kembali tanah di Bali dan membagikannya kepada warga lokal yang berjuang mempertahankan tempat tinggal mereka. Gerakan ini bukan hanya soal tanah, tetapi juga soal kebangkitan semangat kolektivitas masyarakat Bali dalam mempertahankan warisan mereka.
Papua: Konflik Tanah dan Kerusakan Lingkungan
Lanjut ke Papua, sebuah pulau dengan kekayaan alam yang luar biasa, namun juga penuh dengan tantangan. Di sini, tim EIB menyaksikan betapa sengitnya konflik tanah antara masyarakat adat dan perusahaan-perusahaan besar, terutama perkebunan kelapa sawit. Tanah yang sejak lama dimiliki oleh masyarakat adat kini terancam hilang, digusur oleh perusahaan-perusahaan yang mengklaimnya tanpa izin dari pemilik sah.
Konflik ini memicu perlawanan keras dari masyarakat adat yang merasa hak-hak mereka diabaikan. Selain itu, masalah lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perkebunan dan illegal logging semakin memperburuk kondisi. Hutan Papua yang seharusnya menjadi rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna kini terancam punah, sementara masyarakat adat yang bergantung pada hutan juga harus berjuang lebih keras untuk bertahan hidup.
Selain itu, praktek illegal logging semakin merusak ekosistem dan menggoyahkan kestabilan sosial. Aktivitas ini membawa dampak langsung bagi keberlanjutan hidup masyarakat Papua, yang sebagian besar mengandalkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Upaya Warga Bali dan Papua untuk Mempertahankan Tanah
Di tengah berbagai masalah yang muncul, ada cerita inspiratif yang perlu kita simak. Di Bali, misalnya, ada Gung Alit, seorang petani yang menginisiasi gerakan fairtrade untuk membantu para petani lokal memperoleh harga yang lebih adil untuk hasil pertanian mereka. Melalui gerakan ini, petani Bali tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga berdaya dalam menghadapi arus besar kapitalisme yang mengguncang ekonomi lokal.