Aku mengeja Wiji diantara buku dan televisi Lalu melihat Wiji seperti susu dalam kopi Hidupnya yang putih ditelan oleh hitamnya sejarah negeri Kisahnya seolah hanya pemanis wacana tegaknya demokrasi ----------------------------------------------------------- Syair-syair Wiji, getir beresonansi di membran timpani Berfrekuensi disel-sel memori Melintasi beberapa generasi Membangun monumen dalam hati --------------------------------------------------------- Wiji tertakdir hidup sebagai martir demokrasi Ledakannya menyadarkan tak perlu senjata besi, untuk meruntuhkan sebuah tirani Tak perlu menjadi politisi, untuk jadikan hidup berarti Tak perlu jadi akademisi, tuk mencipta karya abadi Tak perlu jadi suci, hingga bisa dikenang hari ini --------------------------------------------------------------- Wiji memang seorang filsuf lagi sufi Bertitah melalui diksi tanpa banyak basa basi Kehadirannya membarakan setiap aksi Menyalakan aspirasi, sepanas bara api ----------------------------------------------------------- Wiji tumbal nyata reformasi Hidup dalam seni lalu hilang dalam pelukan ibu pertiwi Tak peduli nyawa sendiri, demi meneriakkan kenyataan yang perih Karena ia percaya kebenaran akan selalu membatu abadi ------------------------------------------------------------ 16 tahun kalender masehi, 18 kali 27 Juli Belum ada janji, yang dipenuhi penguasa negeri Malah saban hari makin memasang sikap tak peduli Seolah anak-anak Wiji; Fajar dan Wani; tak butuh jawaban pasti, cukup diberi mimpi-mimpi ----------------------------------------------------------------------------------------- Lalu sampai kapankah Wiji akan menjadi puisi yang tak selesai ? Jawaban apa yang akan kita berikan kepada para pewaris negeri Cukupkah jika kita hanya berdalih Bahwa Wiji hilang karena dia BERANI ? --------------------------------------------------------------------------------------- [caption id="" align="aligncenter" width="606" caption="liputan6.com"][/caption] Makassar, 3-5-2014 Catatan setelah menonton tayangan tentang 'Wiji : Sang Penyair Demosntran' di Metro Tv
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H