Intan, wanita paruh baya yang tinggal di sebuah desa di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus pengusaha kue kering. Membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan bukan perkara sulit. Selagi badan sehat, dunia akan baik-baik saja. Â Satu hal menarik dari Intan, di waktu senggang ia menyempatkan untuk berkebun. Uniknya, lahan kebun miliknya dipenuhi pepohonan kelor. Ungkapnya, daun kelor sudah menjadi teman hidupnya.
Masih teringat diingatan pandemi Covid-19 yang menghantam tatanan dunia, tidak hanya perekonomian tapi juga kesehatan. Namun, ada kisah perjuangan Intan yang tidak terlupakan. Ia aktif membagi hasil daun kelor ke tetangga. Selain itu, ia juga meracik daun kelor sebagai sumber nutrisi seperti teh dan permen jeli. Pengetahuan dan kebiasaannya mengonsumsi daun kelor menjadikannya tetap sehat di saat sebagian tetangga satu per satu menjalani karantina Covid-19.
Pengetahuan akan manfaat daun kelor ia dapatkan dari mantri puskesmas. Dulunya, Intan hanya memanfaatkan daun kelor sebagai bahan pelengkap sayuran. Seiring berjalannya waktu, ia mulai sadar jika daun kelor bisa dimanfaatkan untuk kesehatan dan kecantikan. Ia menyadari bahwa daun kelor dapat menciptakan pola hidup sehat. Dari pengetahuan dan pengalaman itulah, kemudian Intan membudidayakan tanaman kelor di kebun miliknya tepat di belakang halaman rumah.
Tanaman kelor merupakan jenis tanaman tropis yang mudah tumbuh bahkan dengan kondisi tanah yang kurang subur. Tanaman ini sangat familier di mata dengan ukuran daun yang kecil bulat. Meski sering dijumpai, namun banyak yang tidak menyadari jika tanaman kelor memiliki sejuta manfaat. Sejak tahun 1980-an, tanaman dengan nama ilmiah Moringa Oleifera sudah banyak diteliti oleh pakar akan manfaatnya. Bahkan organisasi WHO menobatkan tanaman kelor sebagai miracle tree. Ribuan riset ilmiah juga mendukung anggapan tersebut bahwa pohon kelor dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan membantu mencegah timbulnya penyakit. Dari hasil riset, daun kelor mengandung 46 antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan 18 asam amino yang membangun sel-sel baru dalam tubuh.
Tanaman kelor mudah dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Meski Indonesia bukan penghasil daun kelor terbesar di dunia, namun fakta menunjukkan bahwa daun kelor asal Timor Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kualitas terbaik di dunia. Â Jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, pohon kelor di Timor-NTT tumbuhnya lebih cepat. Ini salah satu alasan kualitas pohon kelor di NTT lebih baik.
Berbagai manfaat itulah semakin memotivasi Intan untuk membudidayakan pohon kelor. Kebun halaman belakang rumahnya terlihat beberapa pohon kelor yang tumbuh subur. Sejak kejadian pandemi hingga sekarang, tetangga berdatangan untuk memetik daun kelor di kebun Intan. Cerita dari mereka, daun kelor tidak hanya dikonsumsi sebagai sayur, tapi juga diolah jadi campuran makanan.
Sembari sibuk dengan usaha kue kering yang dijalankan Intan, ia seringkali ditemui di halaman depan rumahnya untuk menjemur hasil petikan daun kelor. Informasi dari Intan, setiap seminggu sekali ia memetik daun kelor, lalu menjemurnya, dan menumbuk daun kelor yang sudah kering. Hasil ekstrak daun kelor tersebut ia simpan ke dalam kulkas untuk konsumsi selama beberapa hari ke depannya. Ia menggunakan serbuk daun kelor tersebut sebagai bahan baku minuman teh, campuran juz, jeli dan permen. Menariknya, salah satu varian rasa dari kue kering yang diproduksi menggunakan bahan baku daun kelor. Sungguh menarik, itu sebuah peluang dan belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Cerita Intan menginspirasi tetangga lainnya untuk hidup sehat tanpa mengeluarkan biaya. Ditemui di kediamannya, rupanya pohon-pohon kelor di kebun Intan berawal hanya dari dua pohon saja. Sejak pandemi itulah Intan menanam beberapa bibit tanaman kelor. Rupanya, tanaman kelor butuh waktu lama untuk menghasilkan biji dan daun kelor, sekitar satu tahun.
Budidaya tanaman kelor sangat menguntungkan, selain meningkatkan konsumsi sayuran juga menawarkan berbagai manfaat kesehatan. Hingga tahun 2024, Intan memiliki sekitar 12 pohon kelor di kebun miliknya. Sebelum pandemi ia memiliki 4 pohon kelor yang layak petik dan terus bertambah saat pandemi Covid-19. Menurutnya, menggunakan lahan kosong di kebun dengan membudidayakan tanaman kelor menjadi sebuah hobi. Meski tetangga beramai-ramai meminta, tapi Intan tidak menjadikan peluang itu sebagai nilai bisnis. Baginya, berbagi jauh lebih baik.
Pengalaman lain yang dirasakan Intan adalah manfaat biji kelor. Jika selama ini kita hanya memanfaatkan daun kelor saja, ternyata biji kelor juga sebagai sumber antioksidan. Biji kelor yang dipetik Intan digunakan untuk campuran sayur. Alasannya untuk menjaga keseimbangan kadar kolestrol dalam tubuh. Ini bermula dari saran seorang mantri puskesmas. Jauh sebelum Covid-19, kolestrol Intan cukup tinggi. Namun dengan rutin mengonsumsi biji kelor, perlahan ia merasakan khasiatnya dan terbukti kolestrol Intan kembali stabil. Intan juga memiliki kisah kelam, yang mana almarhum suaminya punya riwayat jantung karena kolestrol. Dari suaminya, Intan banyak belajar hidup sehat dengan mengatur pola makan. Salah satu anggota keluarga Intan juga menderita penyakit maag. Rutin mengonsumsi biji kelor perlahan penyakit maag tersebut membaik. Dari berbagai pengalaman yang diceritakan Intan, bukti bahwa tanaman kelor bukan hanya sebuah riset di atas kertas.