Mohon tunggu...
Akbar Fahmi
Akbar Fahmi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bercita-cita menulis buku

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Belajar dari Wabah Gondongan di USA

5 November 2012   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:57 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bule Gondongan (cited from healthtap.com)

Meskipun mahsyur dengan kecanggihan teknologi kesehatannya, negeri Paman Sam ternyata pernah dilanda wabah gondongan (mumps) di zaman modern ini. Tepatnya wabah besar tersebut terjadi pada tahun 2006. Wabah besar terjadi lagi pada periode antara 2009-2010, dengan sebagian besar pasien berasal dari penganut Yahudi Ortodoks di USA. Anehnya, meskipun mereka taat menjalani ajaran Yahudi Ortodoks, mereka bukanlah golongan masyarakat yang menolak vaksinansi. Lantas, Mengapa Wabah dapat Terjadi? Wabah saat itu terjadi karena mekanisme lain di luar kegagalan program vaksinasi di USA. Telah terjadi ketidakaseimbangan antara sistem pertahanan tubuh yang telah tervaksinasi dengan jumlah paparan agen (virus) yang menyebabkan gejala gondongan (mumps). Kronologi wabah ini dimulai dari seorang anak laki-laki usia 11 tahun yang pulang ke USA dari perjalanannya di Inggris pada tanggal 17 Juni 2009. Saat itu Inggris memang diberitakan sedang mengalami wabah gondongan (mumps). Anak ini telah menjalani vaksinasi MMR (mumps-measles-rubella) dosis yang kedua, secara teoritis anak ini akan kebal terhadap ketiga infeksi tersebut. Anak ini kemudian menghadiri perkemahan di Sullivan County, New York yang juga dihadiri sekitar 400 anak laki-laki yang menganut Yahudi Ortodoks. Namun, ternyata pada 28 Juni 2009 anak ini mengalami gejala radang kelenjar ludah parotis sehingga pipinya menjadi bengkak dan merah. Ternyata anak ini telah menulari setidaknya 25 peserta perkemahan. Perkemahan ini berakhir pada tanggal 27 Agustus 2009. Sepulang dari perkemahan, para pasien gondongan membawa "oleh-oleh" untuk keluarganya di rumah. Wabah gondongan pun mulai menyebar ke keluarga-keluarga di New York City. Setidaknya ada 1813 pasien yang terinfeksi virus tersebut di New York. Penyakit ini pun kemudian mulai menyebar ke kota-kota lain di sekitar New York, contohnya Rockland County dengan 449 pasien, Ocean County dengan 425 pasien dan Orange County dengan 490 pasien. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Bule Gondongan (cited from healthtap.com)"][/caption] Selidik punya selidik ternyata "terminal sekaligus inkubator" wabah gondongan di USA ini adalah yeshivas. Yeshivas adalah sebuah sekolah agama Yahudi Ortodoks yang memisahkan antara "santri" laki-laki dan "santri" perempuan. Yeshivas yang dihuni santri laki-laki disinyalir oleh para ilmuan sebagai tempat virus gondongan ini tumbuh subur mereplikasi diri. Asumsi tersebut diperkuat dengan fakta bahwa 71% dari pasien yang menderita gondongan adalah laki-laki dan sebagian besar berusia 13-17 tahun. Yeshivas adalah lembaga pendidikan yang menarik dicermati. Yeshivas memiliki sistem pembelajaran yang interaktif dan bersifat fullday (15 jam/hari). Yeshivas juga mengandalkan sistem pembelajaran "chavrusa" (pasangan belajar). Anak-anak di yeshivas akan sering duduk berhadap-hadapan hanya dipisahkan satu meja kecil, kemudian mereka merapal beberapa ayat suci sambil dikoreksi chavrusa-nya. Sistem pembelajaran ini sangat menarik dan mengingatkan saya pada sistem pembelajaran pesantren-pesantren salaf di Indonesia. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="chavrusa learning system (cited from: collive.com)"]

chavrusa learning system (cited from: collive.com)
chavrusa learning system (cited from: collive.com)
[/caption] Intensitas kontak yang tinggi antara anak laki-laki di yeshivas memberikan kesempatan bagi virus mumps untuk memaparkan diri ke penjamunya (anak-anak yeshivas). Jumlah paparan yang tinggi ternyata berhasil juga membobol benteng pertahanan tubuh yang telah dibangun vaksin MMR. Fenomena ini sangat menarik karena sistem pendidikan tradisional (yeshivas) memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam mempengaruhi terjadinya suatu wabah. Apakah Program Vaksin MMR di USA Gagal? Tidak. Justru program vaksin MMR di USA memiliki angka keberhasilan 88% dalam melindungi infeksi virus penyebab gondongan. Jadwal vaksin dua kali seumur hidup (usia 12-15 bulan dan 4-6 tahun) telah berhasil melindungi masyarakat USA pada umumnya terhadap infeksi mumps, fakta ini didukung bahwa wabah gondongan hanya terlokalisir pada masyarakat yahudi ortodoks dengan proporsi sebagian besar laki-laki berusi 13-17 tahun. Apa Manfaat Vaksin yang Didapat Pasien Wabah? Pasien yang telah menjalani vaksinasi komplit ternyata memiliki resiko mengalami komplikasi yang lebih rendah dibanding yang belum pernah menjalani vaksinasi. Vaksinasi MMR dengan dosis dua kali ternyata berhasil mengurangi gejala klinis yang ditimbulkan infeksi mumps. Komplikasi yang dilaporkan paling sering terjadi adalah orchitis yaitu pembengkakan dan peradangan salah satu atau dua testis di dalam kantong pelir. Akibat fatal dari orchitis adalah infertilitas atau kemandulan pada laki-laki. Apa korelasinya dengan Indonesia? Indonesia memiliki banyak pesantren salaf yang rentan menjadi pencetus wabah penyakit infeksi. Wabah flu babi beberapa tahun lalu telah membuktikan bahwa pesantren salaf memiliki peran penting dalam upaya pengendalian wabah di Indonesia. Menurut saya, perlu digalakkan sebuah gerakan disiplin imunisasi di kalangan santri Indonesia. Pendirian Healthcare Center di berbagai pesantren di Indonesia perlu dilakukan untuk mendukung upaya ini. Salam sehat lahir batin^^ Referensi

Barskey et al. Mumps Outbreak in Orthodox Jewish Communities in the United States. N Engl J Med 2012; 367:1704-1713November 1, 2012DOI: 10.1056/NEJMoa1202865

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun