Mohon tunggu...
abubakr saleh
abubakr saleh Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa geologi yang tak lulus lulus, tapi mempunyai ambisi menjadi penulis handal...doa para pembaca sangat berperan disini...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepi

18 Juni 2015   13:07 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:44 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Satu adalah angka yang paling kesepian," kata Sid, kukang dalam film Ice Age. Awal mendengar kalimat itu saya hanya bisa mengangguk angguk dan senyum-senyum sendiri sambil menyadari kebodohan saya, bahwa angka yang paling pertama kita kenal itu tak masuk dalam perenungan saya seperti kalimat diatas. Ah sudahlah.

Tertarik membahas tentang angka satu dan khususnya tentang sepi atau kesepian kali ini.

Tuhan itu satu. Apakah karena itu Dia menyukai kesepian? Bukankah ia menemui kekasih-kekasihnya dalam kondisi sepi? Seperti yang saya baca dalam buku terbaru Husein Ja'far Al Hadar, bahwa para Nabi ketika menemuiNya biasanya dalam kondisi (me)nyepi. Musa menemui Tuhan dalam sepinya bukit tursina. Yesus (seperti yang diyakini umat Kristen) berbicara denganNya dalam 'diam'Nya saat wafat di tiang salib. Dan Rasulullah Muhammad saw menerima wahyu pertama saat ia mencari kesepian di gua hira. Dalam sholat, sebuah kegiatan untuk 'menemui'-Nya, kita diperintahkan untuk sepi, hening atau yang dalam istilah sholat disebut khusuk.

Tapi perenungan saya masuk kesebuah ayat suci ketika Tuhan berkata bahwa Ia bisa saja membuat kita menjadi umat yang satu. Ternyata itu tak dilakukanNya. Mungkin sengaja Ia melakukan itu agar kita mengejar yang satu dalam kesatuan, dalam keberagaman. Tanpa harus risih dengan yang tidak sama dengan kita. Mungkin dalam konsep haji kita diajarkan seperti itu. Segala perbedaan ada saat di dalam Rumah Tuhan. Baik itu perbedaan status sosial, atau perbedaan mazhab. Semua mengarah ke kesatuan tujuan. Semua khusuk 'berjalan' dalam ihram seragam menujuNya tanpa harus saling urus kepada yang berbeda dengannya.

Agaknya Tuhan juga ternyata menyukai keberagaman. Ia tak peduli dengan perbedaan, yang penting tetap saat menemuinya dalam kondisi sepi. Menariknya, Ia mendisain hati yang bisa menerima kesepian atau kekhusukan itu yaitu hati yang tak pernah punya masalah dengan hubungan antar sesama atau hubungan sosial. Maka bacalah pernyataan itu dengan pemaknaan bahwa kau tak akan bisa menemuiNya sebelum kau memperbaiki hatimu dari penyakit-penyakitnya. Sedangkan Akhlak luhur nan berbudi pekerti mulia tak menemukan sensasinya ketika kita satu. Itulah sepertinya maksud Tuhan menjadikan kita bukan umat yang satu. Karena yang layak satu cuma Dia.

Bunda Teresa pernah berkata bahwa Tuhan 'bersemayam' dalam sepi.

Saya hanya ingin berkata ketika 1 disusupi oleh orang yang 0(nol akal) pasti jadi ramai, berisik dan tidak menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun