Mohon tunggu...
Akang Raden
Akang Raden Mohon Tunggu... wiraswasta -

Live is Beautifull...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merindukan sabda – sabda kekayaan

24 Mei 2010   02:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hiduplah untuk akhirat… begitulah kebanyakan petuah – petuah yang selalu diwejangkan banyak kiyai ataupun ustadz di setiap pengajian. Rasanya pun saya berulang-ulang mendengarkan perintah shalat, tawakkal, zakat, bersyukur, dan banyak-banyaklah berzikir kepada Allah agar kita jangan sampai melupakan akhirat, karena akhirat itu adalah tujuan kita di dunia, kita jangan sampai sekali – kali menyampingkan akhirat demi kepentingan dunia...

Tapi sungguh saya ingin sekali mendengarkan sabda – sabda betapa pentingnya dunia itu, betapa orang itu harus bisa mengejar dunia, harus bisa mengejar kekayaan, harus mampu jadi orang yang sukses. Mungkin ini nyeleneh tapi logik saya berpikir, menjadi seorang sukses, menjadi orang kaya, dan berusaha dalam hal dunia dengan kerja keras adalah hal yang bisa membuat orang punya modal besar dalam ibadah.

Sekarang saya bukanlah orang yang kaya, bukan juga pejabat yang sukses, saya masih orang biasa-biasa saja, tapi sungguh saya membayangkan betapa enaknya jadi orang kaya ketika dia mau beribadah.

Andaikata berpenghasilan 100 juta sebulan, mungkin memberikan 10 ribu tiap ketemu pengemis bukanlah hal yang memusingkan. Memberikan uang tambahan sekolah bagi anak pembantu sebesar 1 juta setaun pasti akan ikhlas. Bahkan membantu tetangga yang miskin dengan memberikan modal jualan bakso sebesar 1 juta pasti masih cetek.

Andaikata uang kita banyak, maka kita bisa membangun rumah indah, dengan musolla khusus, dimana kita bisa dengan tenang, khusyuk dan nyaman salat tahajud tanpa memikirkan besok anakku makan apa. Andaikata kita pengusaha sukses, betapa banyak kita bisa memberi rejeki bagi pegawai – pegawai kita yang membutuhkannya...

Sungguh Ibadah yang tiada taranya... bahkan kebaikan anda pun akan dibayar oleh doa dari orang – orang yang dibantu, yang mungkin bisa menutupi kealpaan anda berdoa, karena mungkin saat itu anda menghadapi masalah di perusahaan yang menyangkut nasib anda dan ratusan pegawai anda.

Soooo ... kapankah senandung-senandung kekayaan itu akan mulai bergema, mendengarkan kerennya nabi muhammad yang memberikan mas kawin kalo gak salah 25 ekor unta (25 x 12 juta = 600 juta... kayaknya kalo nabi miskin, niscaya entah berapa lama dia harus mengemis buat dapet uang segitu), bagaimana usman yang begitu kaya tiada tara tapi begitu gampangnya mendermakan hartanya.

Akankah cerita – cerita serupa menghiasi mimpi – mimpi kita para pendengar setia sang ustadz...

Sebuah mimpi untuk mendapatkan kesempatan yang lebih bagus untuk bisa beramal, menjadi manfaat di dunia ini... Dunia adalah cara terbaik menuju ke surga...

Jadi ingat ada ustadz bilang begini, “pak andaikata bapak saya kasih 50 juta sekarang, tapi bapak saya minta bagikan setengahnya ke tukang becak apakah bapak mau?? Serentak tanpa kecuali hadirin berkata “mauuuuuuuu”. Lalu ustadz berkata, “kira-kira mata bapak berapa yaa harganya?? Kira-kira tangan bapak berapa harganya?? Berapa yang sudah diberikan oleh tuhan??... semua pun terdiam, tak berkata bahwa hidup ini adalah bersyukur, bisa berbagi ... tapi pertanyaan selanjutnya “apa yang mo dibagi andaikata kita tak punya???”

Semoga kisah – kisah orang – orang sukses dan baik hati, selanjutnya akan menjadi theme of the year, yang akan membangkitkan orang menjadi pribadi pekerja keras, haus kesuksesan, tapi juga selalu bersyukur dan mau membantu yang membutuhkan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun