Mohon tunggu...
Irsya Indiwara
Irsya Indiwara Mohon Tunggu... -

A young-nasty-lecturer who considers his life's fully surprise

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Yang Jual "DEVEDE" Ada di Sebelah Toko "EIJPI"

6 Januari 2010   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:36 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perkembangan tatanan dan konstelasi kata di dalam sebuah bahasa amatlah berkaitan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pun dalam ragam leksikon bahasa Indonesia, beberapa "spesies" anyar bermunculan di dalam perbendaharaan kata yang kita gunakan sehari-hari. [caption id="attachment_49495" align="alignnone" width="140" caption="potret sebuah toko aksesoris EIJPI"][/caption] Seiring dengan penambahan tersebut, ragam pelafalan pun secara otomatis ikut berlomba untuk mendapatkan tempat eksistensinya. Namun, justru disinilah bangsa Indonesia menunjukan jati dirinya sebagai bangsa inkonsisten bin mencla-mencle. Kendati Pascal Perry Belew di dalam Light on the Tongue Question telah mentahbiskan "lidah" sebagai "sesuatu yang apabila dirasa 'asing' maka tak ada yang dapat memahaminya", masyarakat kita tetap saja keukeuh di dalam melafalkan sesuatu yang dianggap keren , tanpa peduli terhadap pola lafal yang sesungguhnya. Tengoklah DVDatau Digital Video Disc. Cakram gambar yang baik legal maupun hasil buffering partikelir ini jamak dilafalkan "dividi" oleh masyarakat kita, mengacu dengan bentuk lafal aslinya. Namun, ragam lafal kembali berbelok arah manakala kita menyebut "hape" untuk Handphone, alih-alih menyebutnya "eijpi" sesuai dengan pola aslinya. TV yang merupakan pemendekan dari Televisi juga mengalami sebuah gejala ambivalen. Untuk stasiun Trans TV, kita kembali menggalakan kaidah westernisasi dengan menyebut "tivi". Akan tetapi masih di dalam terminologi yang sama, mengapa kita secara tiba-tiba beralih menyebut SCTV menjadi "teve"? Sungguh sebuah ironi untuk bangsa yang seharusnya bangga dengan kekayaan dialek bahasanya sendiri. Bahkan, saat ini telah lahir "aliran" baru dimana pelafalan tidak mengacu pada pola asli maupun bahasa Indonesia. Hal ini terjadi pada penyebutan akronim Wi-Fi atau Wireless Fidelity, dengan sebutan "Waifai"!!... Ampunnn Gusti!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun