Mohon tunggu...
Akademi Al Multazam
Akademi Al Multazam Mohon Tunggu... Relawan - Komunitas Pembelajar

Belajar sepanjang hayat untuk kemaslahatan umat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Perihal Zakat Harta

16 Maret 2024   10:52 Diperbarui: 16 Maret 2024   10:56 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emas adalah salah satu contoh harta yang wajib dizakatkan. (Dok. Antara Foto/Raisan Al Farisi

)Zakat harta / Zakat Maal adalah ibadah yang wajib dikerjakan. Maal berasal dari kata bahasa Arab artinya harta atau kekayaan (al-amwal, jamak dari kata maal) adalah “segala hal yang diinginkan manusia untuk disimpan dan dimiliki” (Lisan ul-Arab). Menurut Islam sendiri, harta merupakan sesuatu yang boleh atau dapat dimiliki dan digunakan (dimanfaatkan) sesuai kebutuhannya. Oleh karena itu dalam pengertiannya, zakat maal berarti zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat maupun substansi perolehannya tidak bertentangan dengan ketentuan agama.

Ada beberapa syarat harta menjadi wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Yang pertama adalah harta memenuhi nisab. Nisab dalam konteks perhitungan zakat berarti jumlah batasan harta atau kepemilikan seorang muslim selama satu tahun untuk dikenai ketentuan wajib mengeluarkan zakat. Jika harta tersebut belum mencapai batasannya atau belum mencapai nisab, maka statusnya belum wajib dizakati. Setiap harta mempunyai nisab yang berbeda-beda, tergantung jenis barangnya. Syarat berikutnya agar harta wajib untuk dizakati adalah harus milik sempurna. Jika tidak dimiliki secara sempurna maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Misalnya jika seorang pedagang menjual barang-barang konsinyasi, maka dia tidak memiliki secara sempurna.  Yang memiliki barang tersebut sesungguhnya adalah yang menitipkan barang. Maka yang membayar zakat adalah yang menitip barang.

Beberapa zakat harta dibayarkan setiap tahun, yaitu zakat simpanan, zakat perdagangan, zakat perkebunan, zakat perusahaan, dan zakat peternakan. Usaha pemeliharaan ayam, penggemukkan sapi, dan pemeliharaan ikan, bukan termasuk peternakan. Usaha-usaha tersebut masuk kategori perdagangan. Karena usaha ini hanya menunggu sampai wajar dijual, kemudian langsung dijual. Karena masuk dalam perdaganagan maka zakat dikeluarkan setiap setahun sekali. Sementara hasil pertanian dibayar setiap kali panen jika hasil panennya mencapai nisab.

Untuk zakat perdagangan, kita harus mempersiapkan pembayaran zakat dengan membuat catatan keuangan. Sehingga kita sadar kapan kita harus mengeluarkan zakat. Waktu pertama kali mempunyai harta sampai nisab harus ditandai. Saat itu menjadi tonggak pertama untuk mulai membayar zakat. Sementara membayar zakatnya dilakukan setahun berikutnya. Yang dizakati adalah harta ketika tutup buku di periode satu haul. Satu haul adalah perhitungan bulan qomariyah, bukan perhitungan kalender masehi. Jika kita menandai memiliki harta mencapai nisab di bulan Ramadhan, maka kita wajib membayar zakat pada bulan Ramadhan setahun setelahnya.

Harta dari perdagangan dihitung dari harga jualnya. Bukan harga pokok yang dihitung melainkan harga jual. Ini karena diasumsikan zakat perdagangan sebenarnya boleh dibayar dengan barang. Jadi jika barang itu terjual berarti diterima juga dalam harga jual. Sedangkan untuk harta berupa logam mulia dihitung harga jual saat sudah masuk jatuh tempo satu haul. Yang berlaku adalah harga jual, bukan harga beli. Adapun fixed asset seperti rumah dan mobil tidak perlu dizakati. Karena barang-barang itu memang dipakai. Jadi prinsipnya harta yang dizakati itu adalah jenis harta yang liquid asset bukan fixed asset. Atau harta yang siap untuk diperdagangkan. Logam mulia termasuk liquid asset.

Nisab

Nisab dari setiap jenis harta berbeda-beda. Nisab untuk pertanian sebesar 5 wasaq atau kira-kira 6,5 kuintal. Kemudian harta berupa simpanan nisabnya sebesar dua puluh dinar atau setara dengan 85 gram emas. Saham juga harus dikeluarkan zakatnya jika itu jenis saham yang untuk diperdagangkan. 

Sementara ada satu jenis harta yang tak perlu dihitung nisabnya, yaitu rikaz. Setelah dipelajari, para ulama menyimpulkan bahwa rikaz adalah barang peninggalan masa jahiliyah yang dahulu. Ini adalah pemahaman para ulama baik Maliki, Syafi’I, dan Hambali. Sementara Imam Hanafi menganggap kalau barang tambang juga sebagai Rikaz. Rikaz tidak perlu nisab dan besar zakatnya adalah 20 %. Karena rikaz itu adalah peninggalan jahiliyah maka penemunya harus yakin bahwa barang tersebut adalah peninggalan yang lama. Jika bukan peninggalan yang lama maka barang tersebut dikelompokkan sebagai barang temuan biasa (luqathah) yang harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun