Mohon tunggu...
Agil Kurniadi
Agil Kurniadi Mohon Tunggu... -

Penulis Sejarah, Sosial-Politik, dan kebudayaan; jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bermimpi Tentangnya

15 September 2016   14:49 Diperbarui: 15 September 2016   15:21 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku bermimpi tentangnya. Saat itu, di sekitar kediaman rumahku, aku sedang membeli sayur disuruh ibuku. Saat aku menuju warung sayur di dekat rumah, aku selalu menyapa si tukang becak. Kutanyakan apa kabarnya dan ia menjawab, “Baik, nak.” Kemudian, ia memberitahukan kepadaku bahwa ada perempuan muda yang sedang menungguiku di depan warung sayur itu. Aku penasaran. Lalu, aku berangkat melanjutkan perjalanan ke warung sayur yang ditunggui oleh perempuan itu.

Seorang perempuan berambut panjang sepundak lebih sedikit, berhidung mancung, dan berbibir sensual memang benar-benar hadir di depan mataku. Matanya jernih. Aku melihat kejujuran dan keluguannya dari sepasang mata itu, mata yang sungguh-sungguh jernih. Sepertinya, aku pernah mengenalnya. Kupanggillah dia,”Hoy!”

Perlahan-lahan, kudekati dia sambil berjalan setapak demi setapak. Tidak tahu kenapa, ternyata ia justru menjauh, memundurkan langkahnya dan berbalik badan. Aku terdiam dan tidak melanjutkan langkahku. Aku hanya melihatnya yang semakin jauh. Ketika aku melihatnya, ia membalikkan badan dan memberikan senyum manisnya, bagaikan senyum Cinta kepada Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta?—senyum yang sinis, tapi mesra!

Aku bermimpi lagi tentangnya. Saat itu, entah kenapa aku terdampar di Australia. Karena terdampar begitu saja dan tidak tahu pasti apa sebabnya, aku mencari sebuah penginapan di desa kecil Australia. Untungnya, ada yang memberikan penginapan secara gratis. Jadi, aku untung banyak saat itu. Ketika menjelang siang, iseng-iseng aku pergi ke sebuah pesta pernikahan yang rasa-rasanya itu juga pesta pernikahan temanku yang entah juga dari mana—namanya juga mimpi. Aku ucapkan selamat saja kepada mereka dan setelah itu, aku makan gratis di pesta pernikahan.

Saat aku sedang makan, aku melihat perempuan itu lagi. Ia hadir kembali berada di hadapanku. Sungguhlah kharisma pesonanya meluluhkanku hingga aku menaruh makanan dan menghampirinya. Kali ini, ia sangatlah cantik, berpakaian kemeja pesta yang lentik dengan rok selutut, bersepatu hak tinggi, berambut gelombang yang halus; penampilan yang menunjukkan keanggunan dan kesantunan, simbol suci perempuan. Kali ini juga, aku menyapanya dengan lembut dan ia bertingkah seperti permaisuri yang sedang menunggu Sang pangeran. Kusapalah dia dengan lembut, “Hai!”

Aku mengenalkan diri kembali kepadanya. Kami berbincang-bincang, semakin lama semakin hangat. Lalu, kami semakin dekat. Kami merasa saling cocok. Dan senyumnya… ah! Apakah dia memang jodohku? Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah memang iya bahwa dia jodohku? Ah, sepertinya itu hanya mimpi.

Ketika aku terbangun, ternyata benar aku hanya mimpi. Aku hanya teringat akan dia dan hanya memandanginya dari layar kaca. Tetapi, aku tidak melakukan apa-apa. Semoga saja tidak.

THE END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun