Wajah lelah dan marah itu terlihat pada paras mereka. Di siang itu, mereka berkumpul, kemudian membuat blokade untuk menghadang aparat yang sudah bersenjata lengkap menuju daerah mereka, pemukiman yang satu-satunya milik mereka. Tujuan mereka hanya satu, mempertahankan rumah-rumah yang mereka miliki dari penggusuran. Demi semua itu, mereka tidak segan-segan meneriaki aparat, “ini tanah kami!” atau juga “aparat anjing!”
Perlawanan dilakukan. Dengan persenjataan sederhana, plastik yang berisikan air cabai dijadikan sebagai bahan timpukan, mereka melawan sebisanya. Walau cepat atau lambat mereka pasti tergusur, walau aparat dengan segera pasti mengalahkan mereka, walau tidak ada surat kabar yang membela penderitaan mereka, walau mereka juga pasti akan kalah dalam hukum; mereka tetap melawan. Mereka tahu konsekuensi dari itu semua, tetapi mereka tetap melakukannya. Karena bagi mereka, satu-satunya yang tinggal dimiliki adalah kehormatan.
Lalu, ANDA hanya melihatnya kan? Ya, Anda hanya melihatnya dari layar kaca ataupun juga membaca kejadian itu dari surat kabar sambil meminum kopi, merokok, ataupun juga berguyon dengan teman sebelah Anda. Anda hanya melihatnya, bukan merasakannya. Saya ulangi, Anda hanya melihatnya kan?
THE END
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H