Si Abah dan Si Pemuda, baru saja selesai membantu mengurus pemakaman seseorang yang meninggal karena tenggelam di sungai.
Sambil berjalan pulang menuju rumah mereka, si Abah bertanya pada anaknya,
“Anakku, tahukah engkau penyebab kematiannya?”
“Karena kehabisan nafas, ya kan Abah?”
“Itulah betapa pentingnya udara bagi manusia.”
Tiba-tiba hujan turun, mereka berdua berteduh di bawah pohon rindang di pinggir jalan.
“Anakku, di dunia ini semakin penting bagi manusia semakin mudah untuk mendapatkannya. Semakin tidak penting bagi manusia semakin susah untuk memperolehnya.”
“Maksudnya apa abah?” Si Pemuda menanyakan maksud Abahnya sambil mengelus-elus benjolan dikeningnya.
“Manusia membutuhkan makanan untuk hidupnya, manusia bisa meninggal bila tidak makan dalam… katakanlah sebulan. Lebih penting dari makanan adalah air, manusia mungkin bisa mati dalam seminggu, setelah air adalah udara. Kira-kira berapa lama Anakku sanggup menahan nafas?"
Si Pemuda hanya menjawab dengan senyum cengar cengir. Sementara itu hujan telah reda. Mereka berdua melanjutkan perjalanannya.
"Anakku, camkan ini dalam hatimu, yang paling penting bagi manusia adalah hidayah dari Tuhan"
"Berlian, Permata, Emas dan sejenisnya, tidak penting bagi hidup manusia, oleh karena itulah susah untuk memperolehnya anakku."
Si Pemuda diam dan bingung, yang paling penting, yang paling mudah mendapatkannya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya,
"Lantas, kenapa banyak sekali orang yang tidak mendapatkan hidayah?"
Harum khas yang muncul setelah hujan menyirami bumi, mengiringi perjalanan mereka berdua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H