Frase ini adalah salah satu frase yang paling kerap muncul dalam kehidupan berpolitik. Masih segar di dalam ingatan selama masa copras-capres kemarin, begitu banyaknya pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh nasional yang berbeda dari satu masa ke masa yang lain. Baik dari kubu Jokowi-JK maupun dari kubu Prabowo-Hatta.
Kalau ditarik ke ranah yang lebih umum, frase ini cukup sering juga muncul di dalam kehidupan sehari-hari.
Ok, mengapa saya katakan bahwa frase "menjilat ludah" adalah frase yang absurd?
Seperti yang telah kita ketahui bersama, hidup dan kehidupan ini penuh dengan dinamika, berubah atau perubahan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri, termasuk opini atau pendapat seseorang.
Alangkah anehnya jika pendapat seseorang harus tetap sama sepanjang masa, suatu pemikiran yang bertentangan dengan sifat alamiah manusia.
Sah-sah saja pendapat seseorang berubah meskipun dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Hal yang paling penting diperhatikan adalah alasan mengapa orang tersebut mengubah pendapatnya. Argumen yang diberikannya adalah penentu apakah orang tersebut telah memikirkan atau tidak sebelum ia mengeluarkan pendapatnya.
Jika argumennya mengada-ada atau sangat dipaksakan, wajar orang tersebut dianggap sebagai orang yang plin-plan, orang yang mencla-mencle.
Sampai di sini, saya tidak menemukan konteks yang tepat untuk frase "menjilat ludah". Sepertinya frase ini hanyalah sebentuk ungkapan emosi amarah semata...
[-Rahmad Agus koto-]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H