Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kompasiana, Etalase Warga Biasa yang Tidak Biasa

16 November 2013   01:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:07 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13845169081678867115

[caption id="attachment_278232" align="alignright" width="225" caption="Cover Halaman Depan Buku "][/caption] Judul: Kompasiana, Etalase Warga Biasa Penulis: Pepih Nugraha Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Terbit: Cetakan Pertama, 24 Oktober 2013 Tebal: 268 Halaman Berat: 234 gram Dimensi: 150 x 210 mm ISBN: 978-979-22-9987-8 Harga: Rp. 80.000,- Rating Pribadi: 9 dari 1-10. *****

Saat pertama kali memperoleh informasi mengenai buku ini, terbetik di hati niat naif untuk memiliki buku ini sekedar untuk menguatkan image bahwa saya adalah seorang warga Kompasiana sejati, istilah populernya Kompasianer.

Namun setelah membacanya, kualitas karya Pepih Nugraha penggemar catur ini, jauh melampaui dari yang saya bayangkan sebelumnya.

Rangkaian kalimat-kalimat yang mengalir dengan urutan kronologis yang rapi dan gaya bahasa menceritakan yang "merakyat", membuat buku ini tidak membosankan dan sangat asyik untuk dibaca. Seakan-akan sedang membaca sebuah novel otobiografi seorang tokoh yang inspiratif.

Pepih Nugraha berhasil memancing dan mengaduk-aduk emosi saya secara positif saat membacanya. Diawali dengan suntikan kalimat-kalimat yang besifat membius di bagian prolog.

"Etalase! Itulah satu kata yang saya cari-cari dan tidak sengaja saya temukan saat memulai menyusun buku ini. Tepatnya Etalase Warga Biasa. Etalase berasal dari bahasa Perancis, etalage, yang pengertiannya kurang lebih sama dengan bahasa Inggris, display, atau dalam bahasa Indonesia disebut "ruang pamer". Saya menggunakan kata etalase untuk tujuan keindahan bunyi semata. Selain itu, etalage telah dialihsuarakan menjadi etalase yang sudah dikenal luas, sehingga kata ini mudah dipahami." --- [Prolog]

Di dalam bab-bab awal, 1-10, Pepih Nugraha menceritakan kisah perjuangan beliau dalam melahirkan, merawat, dan membesarkan Kompasiana dengan ungkapan-ungkapan yang polos, apa adanya. Tidak sedikitpun menimbulkan kesan menonjolkan diri. Mulai dari bagaimana caranya beliau menyikapi dan mengatasi olok-olokan, beratnya beban menyandang  nama besar Kompas, hingga cara-cara beliau yang cerdas dalam mempromosikan Kompasiana.

"Kompasiana yang sedang saya bahas ini adalah sebuah blog, lebih tepatnya lagi blog sosial, yang sejak Mei 2008 saya bangun dan saya urus sendirian. Mungkin tidak pas demikian, sebab di belakangnya ada tim teknologi informasi dan tim kreatif. Tetapi setidak-tidaknya, saya mengurus "bayi" Kompasiana ini sejak kelahirannya." [Hlm. 2].

"Kalau saja saya tidak membaca buku Six Pixels of Separation karya Joe Mith, mungkin saya sudah tersinggung atau terhina atas panggilan bernada olok-olok itu: Pepihsiana! Pepih Kompasiana! Jelas ini olok-olok, apalagi setelah diucapkan seseorang lantas diiringi derai tawa yang seperti tak berkesudahan, seakan-akan saya adalah objek dari olok-olok yang sesungguhnya." --- [Hlm. 11].

"Saya selalu skeptis dalam segala hal, termasuk dalam hal-hal sepele seperti siapa sebenarnya yang pertama kali memostingkan artikel di Kompasiana. Pentingkah hal ini? Bagi saya penting, sebab ini menyangkut "kesejarahan" meski saya tidak bermaksud menyusun buku sejarah Kompasiana." [Hlm. 26].

Sedangkan di bab-bab pertengahan hingga akhir, 11-22, sosok yang telah menggeluti dunia jurnalis ini semenjak tahun 1987, secara perlahan-lahan membahas hal-hal yang bersifat idealis menyangkut Kompasiana, dan bagaimana beliau mulai memanen apa yang telah dituainya semenjak beliau "dibuang" dari print Harian Kompas [Hlm. 14], berupa hasil-hasil panen yang sangat membanggakan.

Pembahasan di bab-bab akhir ini diantaranya adalah idealisme masyarakat terbuka (open society), kritis namun santun, yang disuntik oleh Pepih Nugraha ke dalam tubuh Kompasiana, pembahasan momen bersejarah bagi dunia blogging, yaitu fenomena "satu juta hits" salah satu artikel Kompasianer, Seand Munir, yang berjudul "Ternyata Para Penumpang Sukhoi Itu Mengaktifkan Hp-nya di Pesawat," dan pembahasan mengenai aktivitas offline Kompasiana.

Setelah Pepih Nugraha berhasil menggugah pemikiran dan menghanyutkan perasaan saya bab demi bab, dengan diksi yang terkesan sangat akrab mengenai segala hal menyangkut media warga, khususnya Kompasiana, dengan cerdiknya beliau menenangkan perasaan saya secara tidak langsung melalui ungkapan kerendahan hatinya di bagian epilog.

"Tatkala Kompasiana hampir mati karena hanya saya sendirialah yang menulis, saya bayangkan diri sendiri berjalan sambil menunduk, kembali ke kesatuan dan melaporkan tentang kegagalan mengemban misi menciptakan komunitas di Kompas.com. Sekarang, rasanya saya bisa berjalan tanpa harus menunduk karena Kompasiana masih ada. Kuncinya tidak lain ikhlas dan tawakkal dalam menerima tugas. Saya melihat, ke depan Kompasiana akan semakin besar dan besar lagi, semakin berpengaruh dan kredibel lagi, karena memiliki khalayak yang unik dan segmented." ---[Epilog]

Setelah membaca buku ini, akhirnya saya memahami mengapa Kompasiana disebut sebagai media sosial khas Indonesia dengan platform tegas, menulis, yang dimotivasi oleh "Sharing & Conneting".

Buku ini sangat direkomendasikan bagi pemerhati dampak kemajuan dan perkembangan teknologi informasi terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sangat bermanfaat bagi pengelola media mainstream, start-up pembuat software aplikasi, pebisnis online, pengelola/penggiat media sosial dan new media, tenaga pemasaran, pelaku advertising, penerbit, mahasiswa, dan warga biasa.

Salam Hangat Sahabat Kompasianers...

[-Rahmad Agus Koto-]

Catatan:

Artikel resensi buku ini, saya dedikasikan khusus buat sang inspirator, Pepih Nugraha, dan dalam rangka menyambut Kompasianaval 2013.

Artikel Terkait

  1. Yang Terbaik Untuk Kompasiana
  2. Kompasiana Melampaui Jurnalisme Warga
  3. Kompasiana, Media Warga Agen-agen Perubahan
  4. Kejutan dari Pepih Nugraha yang Sangat Menyenangkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun