Pertama sekali membaca berita mengenai adanya isu pencopotan Jokowi, saya langsung nyengir dan ngomen dalam hati, "Berita tak penting!"... Gak perlulah tokoh-tokoh nasional untuk mengatakan hal tersebut adalah hal yang mustahil, kita-kita aja dah cukup ^_^
Sepanjang yang saya ketahui tak ada hal-hal prinsipil yang dilanggar oleh Jokowi (dan Ahok), sehingga mereka pantas diturunkan. Sebaliknya, malah banyak hal-hal baru yang sangat menarik yang telah, sedang dan yang akan mereka lakukan.
Pada awalnya saya benar-benar gak tertarik mengikuti isu ini, namun muncul perasaan adanya manfaat mengetahui darimana isu ini muncul, dan inilah pemicu dan kronologi singkat munculnya isu pencopotan Jokowi.
"Kita sudah menggulirkan hak interplasi. Lebih dari 30 anggota DPRD yang tanda tangan. Kalau ini terus bergulir, ini bisa menjadi peristiwa politik pertama di DKI, gubernur diturunkan."[Ashraf Ali, anggota Komisi E DPRD DKI, Kamis (23/5/2013), Kompas]
Pernyataan yang murahan!
Sah-sah saja DPRD mengajukan interpelasi (hak bertanya) kepada Jokowi, dan cukup penting bagi beliau karena sebagai feedback untuk mengetahui respon kebijaksanaan-kebijaksanaannya dari DPRD, lembaga yang sangat erat kaitannya dengan segala pekerjaannya sebagai gubernur.
Namun, Ashraf mengarahkan pernyataannya mengenai hal yang biasa tersebut (interpelasi) kepada sesuatu yang akan menghebohkan masyarakat melalui "gubernur diturunkan" yang dijembatani oleh kata "kalau" dan "ini bisa". Padahal dasar pengajuan interpelasi tersebut sangat kecil kemungkinannya, kalau tidak dikatakan mustahil, bisa menurunkan Jokowi.
Hohohoho... media pun menyambut dengan hangat pake sangat, karena ini akan menjadi trending topic yang menguntungkan kalangan jurnalis ^_^
Dan bola salju yang sangat kecil itu pun bergulir hingga menjadi besar, melibatkan tokoh-tokoh nasional dan tokoh-tokoh Republik Kompasiana ^_^
Dalam hal ini, disinilah cerdiknya media pemberitaan, dan inilah yang saya sayangkan dari mereka, seperti Kompas, yang "mempolitisir" isu murahan ini menjadi sesuatu yang terkesan besar, melalui penggunaan kata "ancam" dalam artikel Kompas.com, "Kumpulkan Tanda Tangan, DPRD Ancam Copot Jokowi", sementara tak ada tendensi ancaman dalam isu ini.
Sebelumnya saya minta maaf kepada Kompas.com, karena saya dah mencari pembanding dari mainstream media yang lain seperti Tempo dan Republika, namun saya tidak menemukan kata "ancam" dalam topik ini.