Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

“Abah, Mengapa Tuhan Membiarkan Kita Hidup di Jaman Ini Tanpa Nabi?”

26 Juli 2012   00:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:37 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selepas makan pagi, Si Abah dan Si Pemuda duduk dengan santai di bawah naungan pohon rindang di tepi sungai kecil.

Air sungai kecil itu begitu bersih dan bening, mengalir lembut di antara bebatuan yang diselimuti lumut-lumut hijau tua. Ikan-ikan kecil terlihat kejar-kejaran

Suara gemercik air sungai diiringi kicauan burung terdengar merdu, angin berhembus lembut menebarkan bau harum bunga-bunga rumput liar nan menenangkan.

Suasana yang membuat pikiran dan perasaan mereka berdua begitu nyaman.

*****


“Abah, mengapa Tuhan membiarkan kita hidup di jaman ini tanpa Nabi?”

Tiba-tiba si Pemuda bertanya kepada Abahnya yang sangat dia sayangi. Si Abah agak terkejut dengan pertanyaan si Pemuda. Si Pemuda berkata lagi,


“Betapa beruntungnya orang-orang yang hidup di jaman Nabi, mereka memiliki pemimpin yang adil, pengasih, penyayang, tempat bertanya, tempat mengadu, tempat berlindung…..”


“Sementara kita sekarang hidup di jaman dimana ummat manusia dilanda kebingungan, tiadanya pemimpin adil yang bisa mempersatukan ummat, kemaksiatan dimana-mana, sembunyi dan terang-terangan, sementara para pewaris Nabi, tidak berdaya mengubahnya.”

Raut wajah si Pemuda terlihat sedih setelah mengungkapkan kerisauannya, sementara si Abah menarik nafas panjang, kemudian berkata,


“Duhai anakku, sebenarnya kita malah beruntung hidup di jaman ini nak, banyak sekali keistimewaan- keistimewaan yang kita peroleh di jaman tanpa Nabi ini.”


“Kita disebut-sebut, dipuji-puji ummat terdahulu, dalam kitab Taurat dan Injil.”

“Imam Abu Laits Samarqandi menyampaikan bahwa Nabi Musa cemburu dengan kita, ingin menjadi bagian ummat akhir jaman. Dapat membuat cemburu seorang Nabi, tentu adalah sesuatu yang istimewa bagi kita. Maka jika kita menyadari dan menunaikan sebabnya, maka kita akan mendapatkan derajat dan keutamaan yang dijanjikan Allah.”


“Allah telah mengaruniai kita dengan kemudahan taubat. Dia senantiasa menerima dan menyenangi taubat hamba-hambaNya, jauh melebihi senangnya seorang ibu yang telah lama kehilangan anaknya dan kembali kepadanya.”

“Imam Baihaqi menyampaikan sabda Rasululah, Walaupun kalian berbuat dosa sehingga mencapai langit, kemudian kamu bertobat, pasti Allah akan mengampunimu. Ummat terdahulu, di jaman Nabi Musa, mereka bertaubat dengan cara memotong bagian tubuh yang bermaksiat dan hingga membunuh diri mereka sendiri.”


“Allah subhanahuwata’ala berfirman dalam surah Ali Imran, ayat 110, Kalian adalah sebaik-baik ummat, kalian menganjurkan kebaikan, melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah.”

“Dalam satu Hadis Qudsi oleh imam Baihaqi, Allah subhanahuwata’ala berfirman, Ummat Muhammad adalah ummat yang dirahmati, mereka disunnahkan dengan perkara-perkara yang telah diberikan kepada para Anbiya, dan mereka telah diberi kewajiban, kewajiban yang telah diberikan kepada para nabi dan rasul sehingga mereka akan datang kepada-Ku pada hari kiamat nanti, yang cahaya mereka seperti cahaya para nabi.”


“Oleh karena itu, sepantasnyalah kita bersyukur dilahirkan di jaman ini anakku.”

“Pada hakikatnya orang-orang yang berusaha untuk menganjurkan kebaikan dan mencegah kemaksiatan adalah para nabi.”

“Mengenai Imam Mahdi, dan turunnya Nabi Isa, kita tidak mengetahui kapan mereka muncul, janganlah terlalu sibuk memikirkan hal itu, yang paling penting adalah bagaimana kita bisa berusaha sepenuh jiwa raga untuk melaksanakan segala anjuran-anjuran Allah Subhanahuwataala dan menjauhi larangan-laranganNya.”

Si Abah mengambil kantung kulit tempat air minum, dan meminum airnya beberapa teguk. Sedangkan wajah si Pemuda kini terlihat cerah, kemudian berkata,


“Terima kasih ya Abah…”

Ujar si Pemuda dengan lembut.

Si Abah tersenyum, memeluk dan mencium ubun-ubun anaknya yang sangat dia sayangi.


“Nak, kita Sholat Dhuha dulu, baru berangkat ya.”

“Ya, Abah…”

*****

Selesai sholat Dhuha berjamaah, mereka bergegas berangkat melanjutkan perjalanannya. Sementara sang matahari mulai memancarkan kehangatannya.

*****

Serial Si Abah dan Si Pemuda:


  1. Pertanyaan yang Menggelitik Pemikiran Seorang Pemuda Tentang Tuhan.
  2. “Jangan Sembarangan Nimbrung dalam Perdebatan, Anakku.”
  3. Semakin Penting Bagi Manusia, Semakin Mudah Mendapatkannya.
  4. "Abah Menyesal Berilmu Banyak, Anakku."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun