Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menghadapi Strategi Herd Immunity dan New Normal Pandemi Covid-19

29 Mei 2020   09:44 Diperbarui: 29 Mei 2020   09:34 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Herd Immunity (dokpri)

Tidak bermoral, kejam, tidak punya perasaan, tidak menghargai nyawa manusia, adalah sebagian ungkapan yang biasanya muncul ketika ada yang menyebutkan strategi herd immunity untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Di dalam benaknya, ide itu sangat brutal, menyerah pada mekanisme seleksi alam, pasrah pada hukum rimba, menafikan kemampuan usaha dan akal manusia.

Saya sendiri diantaranya, sekitar dua bulan yang lalu. Tetapi sekarang pemikiranku berubah. Sudut pandangku tentang herd immunity sudah berbeda setelah mendalami topik ini dari berbagai sumber informasi ilmiah yang terkenal di kalangan ilmuwan, yang kredibel dan yang berintegritas.

Suka tidak suka, rela atau tidak, hanya ada satu jalan keluar yang realistis dari segala masalah yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, dalam konteks belum adanya pengobatan khusus dan vaksin yang telah terbukti aman dan efektif.

Cepat atau lambat, seluruh negara di dunia akan menerapkan strategi herd immunity melalui gaya hidup yang baru ala new normal.

Sebelum kita lanjutkan, baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang makna dari herd immunity itu sendiri.

Herd Immunity

Istilah herd immunity sering juga disebut dengan kekebalan populasi, kekebalan komunitas, kekebalan sosial atau kekebalan kelompok. Dengan kata lain, kekebalan suatu masyarakat terhadap penyakit menular tertentu.

Istilah epidemiologis ini pertama kali disebutkan dalam jurnal ilmiah yang dipublikasikan pada tahun 1923 oleh Topley WWC dan Wilson GS. Konsep dasarnya bahkan sudah diungkapkan oleh William Farr pada tahun 1840 dalam laporan tahunan kelahiran, kematian dan pernikahan di England dan Wales (Paul, E.M. Fine, 1993).

Logika kerja herd immunity pada prinsipnya sangat sederhana. Orang-orang yang imun atau telah kebal terhadap suatu penyakit menular dalam suatu populasi, secara tidak langsung akan melindungi orang-orang yang tidak kebal atau rentan terpapar (susceptible), dengan cara memperkecil peluang mereka terinfeksi mikroorganisme penyebab penyakit (Lih. Ilustrasi).

Oleh karena itulah, diperlukan sebanyak lebih dari 60% orang yang telah kebal dalam populasi supaya herd immunity bekerja secara efektif, dengan demikian lambat laun wabah akan lenyap dari populasi.

Ketika mikroorganisme penyebab penyakit menular tidak memperoleh inang sebagai tempat hidup dan sebagai sumber keperluan hidupnya, maka mikroorganisme tersebut akan mati atau hilang dengan sendirinya.

Cacar, polio dan influenza adalah beberapa contoh penyakit menular yang telah sukses dikendalikan berdasarkan strategi herd immunity.

Besarnya persentase yang diperlukan untuk mencapai herd immunity bervariasi berdasarkan karakteristik dan atau daya tular penyakit. Untuk Covid-19, Kin On Kwok et al (J Infect. 2020 Mar 21), membuat perhitungan matematika epidemiologis yang sangat njilimet. Mereka memperhitungkan persentase yang diperlukan minimal sebanyak dua per tiga dari jumlah populasi.

Kekebalan individual yang merupakan faktor utama penentu keberhasilan herd immunity bisa diperoleh setelah sembuh dari penyakit tersebut, melalui sistem kekebalan umum/alamiah yang telah terbentuk sebelumnya dan melalui immunisasi atau vaksinasi (Merrill, 2020).

Hingga hari ini, Worldometer menginformasikan jumlah kasus positif Covid-19 di seluruh dunia sebanyak 5,7 juta dan yang sembuh sebanyak 2,44 juta. Sepengematan saya, angka kesembuhan semakin hari cenderung semakin membesar. Untuk dunia sekitar 40% dan untuk Indonesia sekitar 25%. Ini adalah kabar baik bagi kita semua.

Apakah kesembuhan seseorang dari Covid-19 bisa menjamin orang tersebut menjadi kebal?

Jelas tidak 100%. Karena ada sejumlah kecil hasil penelitian di Jepang, Korea dan Cina yang menunjukkan adanya pasien-pasien sembuh yang kemudian kembali positif. Pun sifatnya masih kontroversial, karena tidak bisa dipastikan apakah kejadian reinfeksi tersebut dikarenakan tidak terbentuknya sistem kekebalan tubuh (antibodi spesifik) atau disebabkan oleh faktor lain seperti false positif dan alat uji yang error (selengkapnya bisa dibaca di artike saya sebelumnya, "Apa yang Terjadi Pada Orang-orang yang Kembali Positif Covid-19?").

Sebaliknya, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh terhadap Covid-19 paska infeksi telah terbentuk dengan cukup baik. Misalnya hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Institue Pasteur (Bloomberg). Dari 160 orang yang diteliti, 159 diantaranya membentuk antibodi setelah 15 hari dari kontak infeksi pertama dan 45 hari kemudian antibodinya terbukti bisa menetralisir virus SARS-CoV-2.

Selain itu, ada dua penelitian yang menunjukkan respon t-sel yang sangat baik terhadap virus pada pasien positif dan menemukan sejumlah orang yang tidak pernah terinfeksi virus SARS-CoV-2 tetapi memiliki kemampuan sistem imun yang sama. Hal itu bisa terjadi diduga karena mereka sebelumnya pernah terinfeksi dengan jenis coronavirus lain yang menyebabkan flu biasa (Science).

Dari sudut pandang genetika, mikrobiologi dan bioevolusi, mustahil ada mikroorganisme penyebab penyakit menular yang bisa menginfeksi seluruh manusia, karena kekayaan keanekaragaman genetik (genetic biodiversity) dan atau sistem imun manusia yang sangat bervariasi.

Sehingga bisa dipastikan akan selalu ada sejumlah orang yang secara alamiah kebal terhadap suatu penyakit menular. Jika tidak dikarenakan oleh hal tersebut, seharusnya manusia sudah lama punah dari permukaan bumi.

Secara alamiah, proses pembentukan herd immunity yang efektif atau memadai untuk menghadapi suatu wabah di dalam suatu populasi biasanya berlangsung dalam tempo yang cukup lama, bisa bertahun-tahun. Kecepatan proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik penyebab wabah, kondisi lingkungan, perilaku hidup sehat populasi dan upaya-upaya intervensi.

Prosesnya akan jauh lebih cepat jika vaksinnya telah ditemukan dan telah diaplikasikan kepada sebagian besar populasi melalui program vaksinasi massal.

FYI. Dari ratusan vaksin untuk Covid-19 yang sedang dikembangkan saat ini, ada diantaranya yang telah berhasil melalui fase pertama pengujian pada manusia (Lancet, 2020).

Produksi vaksin yang telah siap pakai umumnya memerlukan waktu selama lebih dari lima tahun (Artaud, 2019/The Association of The British Pharmaceuticl Industry). Para ahli memperkirakan vaksin Covid-19 akan tersedia antara satu-dua tahun ke depan (WHO-UN/LSHTM/NIAID-US). Sebagian diantaranya memprediksikan paling cepat akhir tahun ini sudah bisa diproduksi secara massal, dan disebarkan ke seluruh dunia.

Strategi Untuk Mencapai Herd Immunity

Strategi ini disarikan dari artikel yang ditulis oleh Gysyamber D'Souza dan David Dowdy dari John Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Strategi 1. Get It Over With.

Membiarkan masyarakat terpapar begitu saja sebanyak-banyaknya (get it over with). Skenario ini adalah skenario yang sangat buruk. Inilah adalah skenario yang sangat ditakuti oleh kita semua. Inilah yang umumnya hadir di benak masyarakat ketika ada yang mengungkapkan strategi herd immunity untuk mengatasi pandemi Covid-19, sebagaimana yang telah saya sampaikan di awal tulisan ini.

Strategi yang akan memakan korban yang sangat banyak. 5-10% dari jumlah populasi akan meninggal, bahkan bisa lebih dari itu. Hal itu bisa terjadi terutama disebabkan oleh relatif sangat terbatasnya jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan.

Saya sangat yakin, tidak ada satu pemerintahanpun di dunia ini yang dengan sengaja dan penuh kesadaran memilih jalan kejam ala hukum rimba itu. Kalaupun ada, pemerintahan itu akan hancur dengan sendirinya, iya toh?

Swedia adalah negara yang diduga keras menerapkan strategi ini, karena upaya pencegahan yang dilakukannya bisa dikatakan sangat minim dan bersifat pasif. Warga Swedia terlihat benar-benar santai di tempat-tempat keramaian. Tanpa masker dan tanpa jaga jarak. Tetapi hal itu ditampik oleh pemerintahannya.

Berdalih bahwa tingkat kesadaran warganya sangat tinggi dan  sudah sangat dewasa untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri (Business Insider). Jumlah kasus dan tingkat kematiannya termasuk yang paling tinggi di benua Eropa. Berada di posisi 10 dari 48 negara.

Strategi 2. Dikendalikan dan Diantisipasi Secara Terus Menerus.

Mengendalikan dan mengantisipasi perkembangan kasus infeksi seketat-ketatnya melalui upaya-upaya pencegahan umum yang dilaksanakan secara tegas ala militer, berdasarkan protokol atau tata cara yang disusun oleh lembaga-lembaga kesehatan internasional dan nasional.

Dikendalikan dengan karantina wilayah (lockdown) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Diantisipasi dengan menyiapkan fasilitas dan tenaga kesehatan yang semaksimal mungkin, dibarengi dengan melakukan tes Covid-19 yang sebanyak-banyaknya.

Strategi yang relatif ekstrim ini diimpelementasikan secara terus menerus hingga vaksin telah ditemukan dan telah diaplikasikan kepada masyarakat secara massal, sampai mencapai sepertiga dari jumlah populasi.

Strategi ini adalah strategi yang terbaik, tetapi tidak realistis.

Hal ini dikarenakan terbatasnya sumberdaya perekonomian dan stok bahan pangan negara. Bahkan negara-negara yang paling majupun tidak sanggup memilih jalan yang terbaik ini.

Cina, Jepang, Korea dan Taiwan adalah contoh negara yang terbukti berhasil menerapkan cara ini, cara yang telah dilakukan mereka sedari awal terjadinya outbreak. Tetapi setelah lima bulan, mereka akhirnya menyerah juga.

Mereka perlahan-lahan mulai melonggarkan strategi pencegahannya dan akhirnya memilih strategi yang ketiga.

Negara maju saja tidak sanggup memilih jalan ini, apalagi negara kita ya?

Strategi 3. Sistem Buka-Tutup (Hybrid)

Strategi ini merupakan kombinasi dari strategi yang pertama dan yang ketiga. Upaya pencegahan dan penanganan diberlakukan secara ketat di lokasi-lokasi terjadinya lonjakan kasus dan di lokasi-lokasi yang beresiko tinggi seperti di pemukiman yang padat dan di rumah-rumah sakit atau sentra-sentra pelayanan kesehatan masyarakat umum.

Ketika jumlah kasus menurun, upaya-upaya pencegahan dilonggarkan secara bertahap-tahap. Terutama di ranah yang berhubungan langsung dengan mesin-mesin penggerak perekonomian dan yang berhubungan dengan keberlangsungan ketersediaan bahan pangan.

Dilonggarkan dengan catatan khusus, yaitu tetap menerapkan protokol pencegahan dan penanganan yang bersifat umum dan yang bersifat individual.

Sisanya menyerahkannya pada faktor "luck".

Berharap dan berdoa semoga pada saat terjadinya pelonggaran, tidak ada muncul kasus-kasus atau kluster penyebaran Covid-19 yang baru.

Bila ada muncul kasus-kasus yang baru atau ditemukan indikasi kenaikan jumlah kasus di suatu lokasi, protokol penanganan dan pencegahan diketatkan kembali di lokasi tersebut.

New Normal

New normal merupakan bagian taktis dari strategi yang ketiga. New normal adalah kebiasaan sehari-hari yang baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Kebiasaan yang lambat laun menjadi kebiasaan yang normal.

Kebiasaan baru yang ditimbulkan oleh pandemi yang sedang berlangsung. Misalnya memakai masker saat beraktivitas di luar rumah, menjaga jarak dengan orang lain di tempat-tempat keramaian dan menyediakan sabun serta air pencuci tangan di depan minimarket, cafe dan tempat-tempat pelayanan umum lainnya.

Meskipun tidak diungkapkan secara resmi, pemerintahan kita sangat jelas sedang menjalankan strategi buka-tutup. Secara umum, pemerintah sudah berada di jalur strategi penanganan yang benar.

Bagaimanapun, banyak juga yang harus kita kritisi.

> Komunikasi publiknya yang sangat buruk, seperti ucapan Menko Polhukam Mahfud MD yang membandingkan jumlah kematian akibat Covid-19 dengan jumlah kematian karena kecelakaan, pernyataan Mendagri Tito tentang cahaya matahari dengan kematian virus berdasarkan hasil penelitian yang keakuratannya sangat layak diragukan, dan diksi "damai" presiden Jokowi yang sangat tidak tepat, serta pernyatan-pernyataan para pejabat teras yang menimbulkan kesan seakan-akan pemerintah sepele dan tidak benar-benar serius mengatasi masalah yang disebabkan oleh pandemi.

> Tranparansi perkembangan kasus yang meragukan dan teknis pembagian bantuan-bantuan sosial yang semrawut.

> Masih relatif sangat rendahnya jumlah pengujian Covid-19.

> Memprotes dengan sangat keras jika pemerintah terindikasi mengambil keputusan-keputusan terkait penangan dan pencegahan yang dilatarbelakangi oleh kepentingan politis pribadi atau kelompoknya.

Sebagai penutup tulisan ini, secara individual kita bisa mempercepat proses terbentuknya herd immunity yang memadai, yaitu dengan cara mematuhi protokol new normal yang telah ditetapkan dan diresmikan pemerintah.

Menjaga kesehatan dan atau meningkatkan sistem imun dengan cara mengasup gizi yang seimbang, mengkonsumsi suplemen, jamu-jamuan atau probiotik secara rutin, berjemur dibawah matahari sekitar 5-10 menit/hari dan keluar rumah seperlunya saja.

Berdasarkan hasil penelitian yang terbaru, ditemukan 31 mutasi yang diperoleh dari hasil analisis genom sekian banyak virus yang berasal dari berbagai negara. Tidak ada satupun diantaranya yang menunjukkan tanda-tanda peningkatan virulensi dan daya tular virus. Sebagian dari mutasinya malah condong melemahkan virus itu sendiri (UCL Genetic Insitute/DailyMail, 26 Mei 2020).

Hasil penelitian ini turut mendukung kecepatan terbentuknya herd immunity dan otomatis akan semakin mempercepat proses produksi vaksin yang aman dan efektif.

Tetaplah kita bersabar, jaga semangat dan terus berdoa kepada Allahu Rabbal'alamin semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu.

(Rahmad Agus Koto/Praktisi Mikrobiologi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun