Kemaren sore, kami berempat sekeluarga jalan-jalan. Abinya kelaparan dan pengen makan sate.
"Ok, Ummi maunya bakso. Aqyla mau bakso atau sate kupak?" Tanyaku kepada putri kami.
"Bakso!" Serunya tegas. "Qyla gak mau selain bakso." Tambahnya.
"Klo Faqih?" Kuarahkan pertanyaanku kepada putra kami, adiknya Aqyla.
"Faqih sate kupak!"
Musyawarah yang agak alot itu terus berlanjut. Aqyla dan Umminya qeuqeh, bersikeras memilih bakso. Faqih akhirnya memilih "netral", boleh bakso, boleh juga sate kupak. Kemudian ada yang mengusulkan voting. Secara voting, maka baksolah pemenangnya.
Namun dengan cepat dan tegas, saya mengatakan,
"Tak ada, tak ada voting-votingan. Gak ada istilah voting dalam keluarga kita. Sut-sutan jugak gak ada. Apapun persoalannya, musyarah harus diutamakan!"
Voting itu memang sistem pemilihan yang sangat buruk dan sangat lemah. Rentan jauh dari "kebenaran". Jika dalam suatu kampung ada pemilihan Kepala Desa berdasarkan voting, maka pemimpinnya yang terpilih adalah Embahnya Pemabok karena penduduk kampung itu didominasi oleh pemabok.
Dengan contoh yang sederhana itu tanpa penjelasan lebih lanjut, teman-teman pembaca tentunya memahami mengapa saya "anti voting". Voting itu sifatnya "pemalas" dan "gambling".
Lalu, bagaimana dengan pemilu di negara kita yang menerapkan sistem voting
Sistemnya udah seperti itu sekarang, sudah belasan tahun diterapkan di negara kita. Jika dikaji betul, sudah (agak) melenceng dari prinsip UUD dan Pancasila. Dan itu jelas diluar jangkauanku sebagai rakyat biasa.
Ya, saya tetap ikut memilih dalam pemilu meskipun berdasarkan voting. Apakah saya munafik? Menentang prinsip diri sendiri? Nop!
Bagiku, jauh lebih baik ikut voting daripada golput. Golput, jauh lebih buruk daripada voting.
Sebentar lagi, negara kita akan mengadakan Pilkada Serentak. Silahkan pilih pilihan teman-teman pembaca berdasarkan akal, rasio dalam lingkup reliji masing-masing. Betapa rendahnyalah dirimu jika ada yang mau menjual suara politiknya yang sangat berharga, berapapun besaran harganya.
Sekali lagi saya sampaikan, voting itu sistem yang bodoh, namun jauh lebih bodoh jika golput.
Kembali ke awal cerita. Sebagai Kepala Keluarga, akhirnya saya memutuskan makan bakso bersama di Warung Bakso Solo. Momen kebersamaan keluarga yang sangat penting, bikin nyaman, sangat membahagiakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H