Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kejanggalan PKBPOM 7/2015 Terkait Pupuk ZA Ganggu Usaha Para Petani Nata De Coco

21 Oktober 2015   11:47 Diperbarui: 21 Oktober 2015   12:16 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

25 Mei 2015, Pemerintah mengundangkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Penggunaan Amonium Sulfat Sebagai Bahan Penolong Dalam Proses Pengolahan Nata De Coco. Lahirnya UU ini diakselerasi oleh peristiwa Polres Sleman yang menggerebek Industri Rumah Tangga (IRT) Nata De Coco milik DAP, pada tanggal 31 Maret 2015 (Liputan6). Penggerebekan itu dilakukan atas laporan warga yang menyebutkan bahwa IRT tersebut menggunakan Pupuk ZA (Ammonium Sulfat) dalam proses pembuatan Nata De Coconya.

Sebelumnya, saat mengikuti Seminar Nasional “Trend on Food Ingredients” yang diadakan oleh Food Ingredients Asia di JW Marriot Medan, 4 September 2014 yang lalu, saya sudah mendengar dari pegawai/seseorang yang terkait Lembaga BPOM tentang adanya wacana pembuatan aturan penggunaan Pupuk ZA dalam proses produksi Nata De Coco ini.

Disini saya hendak menguraikan adanya permasalahan atau kejanggalan kejanggalan tentang terbitnya UU yang sangat mempengaruhi jalannya usaha para petani Nata De Coco di negara kita. Saya sendiri telah menerima keluhan langsung via telepon dari para petani Nata De Coco yang diantaranya berasal dari Medan, Pekan Baru dan Yogyakarta. Hingga kini, usaha mereka menjadi mati suri akibat peristiwa penggerebekan yang tidak didasari oleh alasan hukum yang kuat itu.

Berikut ini inti dari Peraturan Kepala BPOM-RI No. 7 2015 (PKPOM-PDF)

BAB II PERSYARATAN AMONIUM SULFAT

Pasal 2

(1) Amonium Sulfat dapat digunakan dalam proses pengolahan nata de coco sebagai bahan penolong golongan nutrisi untuk mikroba (microbial nutrient atau microbial adjusts). (2) Amonium Sulfat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan mutu pangan (food grade).

Pasal 3

Persyaratan mutu pangan (food grade) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) untuk Amonium Sulfat adalah sebagai berikut:

  1. Kadar Amonium Sulfat antara 99,0 – 100,5% dihitung sebagai (NH4)2SO4;
  2. Selenium (Se) tidak lebih dari 30 mg/kg;
  3. Timbal (Pb) tidak lebih dari 3 mg/kg; dan
  4. Sisa pemijaran (abu sulfat) tidak lebih dari 0,25%.

Pasal 4

(1) Penggunaan Amonium Sulfat yang memenuhi persyaratan mutu pangan (food grade) sebagai Bahan Penolong pada proses pengolahan nata de coco wajib memenuhi ketentuan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal pembuatan nata de coco dilakukan oleh industri rumah tangga pangan, maka proses pengolahan nata de coco wajib memenuhi ketentuan Cara Produksi Pangan yang baik untuk Industri Rumah Tangga sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

(1) Penggunaan Amonium Sulfat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus:

  1. dalam jumlah sesedikit mungkin untuk mencapai efek teknologi yang diinginkan; dan
  2. ada upaya penghilangan residu pada akhir proses pengolahan.

(2) Upaya penghilangan residu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara pencucian.

BAB III LABEL

Pasal 6

(1) Amonium Sulfat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diedarkan wajib mencantumkan label sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga wajib mencantumkan:

  1. tulisan “BAHAN PENOLONG”;
  2. tulisan “GOLONGAN NUTRISI UNTUK MIKROBA”; dan
  3. tulisan “AMONIUM SULFAT MUTU PANGAN”.

BAB IV SANKSI

Pasal 7

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dikenai sanksi administratif berupa:

  1. peringatan secara tertulis;
  2. larangan memproduksi dan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali dari peredaran;
  3. perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu; dan/atau
  4. pencabutan izin edar.

"Nah, apa dasar diterbitkannya undang-undang ini? Untuk apa? Apa kejanggalan dan permasalahan yang timbul terkait undang-undang ini?"

Saya percaya bahwa BPOM memiliki niat dan tujuan yang sangat baik untuk melindungi masyarakat NKRI dari bahan-bahan pangan/makanan/minuman yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Namun, alangkah baiknya jika BPOM bijaksana dan sangat berhati-hati sebelum membuat peraturan/undang-undang untuk tujuan itu.

PK BPOM RI No 7 2015 ini misalnya, yang telah mengganggu usaha sekian banyak petani nata de coco di seluruh Indonesia.

Persoalan ini menjadi sangat memprihatinkan, mengingat saat ini kondisi perekonomian kita relatif sulit. Saya terlibat langsung dalam persoalan ini semenjak saya mempersoalkan penggerebekan industri rumahan nata de coco oleh Polres Sleman bulan Maret yang lalu, yang saya tuangkan di artikel ini, Peranan Pupuk ZA dalam Pembuatan Nata De Coco, yang kemudian diikuti oleh curhatan para petani nata de coco via telepon, email dan facebook, yang berasal dari Yogyakarta, Pekanbaru, Medan dan Aceh.

Mereka jadi resah karena penggerebekan itu, sumber nafkah mereka terpaksa dihentikan sementara atau jadi was was karena khawatir usahanya juga akan digerebek pihak kepolisian. Penggerebekan itu diperparah oleh berbagai pemberitaan media-media mainstream yang salah kaprah, Berita Salah Kaprah yang Bisa Mematikan Industri Nata De Coco Skala Kecil / Media-media Mainstream Ini Perlu Dijewer Terkait Berita Nata De Coco.

Oke, apa dasar diterbitkannya uu itu? untuk apa?

Selama ini para petani nata de coco umumnya menambahkan pupuk ZA ke dalam media air kelapa untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas nata de coco yang dibentuk oleh mikroba. Pihak BPOM khawatir pupuk ZA yang biasanya digunakan untuk tanaman mengandung logam (Se dan Pb) dalam jumlah yang bisa membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi, sehingga membuat peraturan tersebut.

Sebagai info, penggunaan Pupuk ZA dalam proses produksi nata de coco di Indonesia telah berlangsung selama lebih dari dua dekade. Sudah terbit puluhan (mungkin ratusan) buku dan penelitian cara pembuatan nata de coco yang menyarankan pemberian Pupuk ZA, ironisnya diantaranya ada yang berasal dari Bank Indonesia dan Depdiknas (Sumber).

Selain itu sudah ada juga penelitian mengenai kandungan logam pada nata de coco yang menyimpulkan secara umum bahwa jumlah kandungan logam pada nata olahan aman bagi kesehatan dan tetap menganjurkan penggunaan Pupuk ZA dengan kadar yang optimum (IPB).

Kejanggalan-kejanggalan terkait lahirnya PK BPOM RI No 7 2015:

  1. Mengapa yang dipermasalahkan (digerebek) para petani yang memproduksi nata de coco mentah (belum diolah hingga siap dikonsumsi)? Padahal selama ini sebagian besar mereka menjualnya ke pabrik-pabrik besar pengolah makanan dan minuman yang notabene produk-produk pabrik tersebut telah disertifikasi aman oleh BPOM.
  2. Narasumber saya ada menyebutkan bahwa perbedaan Pupuk ZA untuk tanaman dengan Pupuk ZA food grade perbedaan kandungannya tidak signifikan, lebih kepada perbedaan kemasan dan pelabelan saja.
  3. Alasan diterbitkannya peraturan ini hanya berdasarkan kekhawatiran yang tidak jelas, tidak disertai oleh bukti-bukti yang valid melalui penelitian-penelitian ilmiah yang komprehensif. Selama ini tidak ada satu kasuspun yang membuktikan bahwa konsumsi nata de coco terkait Pupuk ZA yang membahayakan kesehatan manusia.
  4. Jikalah memang berbahaya, hukuman bagi pelanggarnya terlalu ringan, hanya dicabut ijin edarnya. Semestinya mereka bisa dihukum secara pidana karena telah membahwakan kesehatan dan atau nyawa manusia.

Secara prinsip, saya mendukung diterbitkannya peraturan ini, namun alangkah bijaksananya jika peraturan itu tidak sampai mengganggu perekonomian para petani yang umumnya kelas menengah ke bawah. Misalnya telah mempersiapkan keberadaa Pupuk ZA food grade di pasaran, kenyataannya setelah lima bulan hingga saat ini dan entah sampai kapan, produsen lokal (Petrokimia) belum ada memasarkannya, dari sudut pandang bisnis bisa dimaklumi karena permintaan produk ini relatif sangat minim sehingga keuntungannya tidak signifikan.

Mengingat telah diresmikannya peraturan ini, daripada berhenti total atau waswas sebaiknya petani nata de coco menggunakan sumber nitrogen alternatif seperti ekstrak tauge atau kacang hijau yang saya uraikan di artikel ini, "Sumber Nitrogen Alternatif Pengganti Pupuk ZA untuk Produksi Nata De Coco."

Semoga peristiwa seperti yang cukup memprihatinkan ini tidak terjadi lagi.

@ajuskoto

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun