Tahun 1998, adalah tahun yang sangat istimewa bagiku.
Tahun dimana aku begitu terobsesi mencari makna kehidupan, mempelajari atau mempertanyakan agama yang kuwarisi dari orangtua, menyimak agama-agama lain, orientalis, sekuleris hingga ateis.
Ditambah bonus terlibat aktif dalam momentum reformasi.
Ini hanyalah sebagai pemicu pribadi untuk berbagi pengalaman pribadi dalam tulisan berikutnya menyangkut... ehmm... mungkin bagi sebagian "Me Me Me Generation" akan mengabaikan, tidak memperdulikannya, kebenaran sejati!
Satu topik yang menggelitik benakku adalah ateis dan sekuleris yang beragama.
Saya jauh lebih respek terhadap ateis daripada sekuleris. Ahli-ahli ateis cenderung lebih cerdas, kritis, dan realistis daripada sekuleris. Seringkali saya terkesan dengan argumen-argumen yang dikemukakan ahli ateis.
Sedangkan sekuleris, hingga saat ini dari sekian-sekian, mungkin dah ratusan, saya belum pernah menemukan argumen yang bisa membuatku terkesan, dan saya tetap berkesimpulan bahwa penganut sekuleris mengidap "Split Personality" yang pernah saya bahasa dalam artikel ini,
"Sekularisme Hasil dari Split Personality, “Anak Haram” dari Perkawinan Akal dan Nafsu"
kemungkinan besar saya akan membuat tulisan lanjutan, lebih memaparkan secara lebih mendetail mengenai hal itu.
Salam Hangat Sahabat Kompasianers...
[-Rahmad Agus Koto-]