Yup, secara sains manusia super sudah bisa diciptakan saat ini. Super dalam pengertian yang "normal", bukan berarti manusia yang memiliki kemampuan berlari seperti cheetah, tatapan mata yang tajam seperti burung elang dan kuat seperti gajah.
Manusia super yang sehat tubuh dan jiwanya, daya tahan tubuh (sistem immun) yang kebal penyakit, kuat, jenius, dan memiliki harapan hidup (life expectancy) yang tertinggi dibandingkan seluruh manusia yang ada saat ini.
Kecepatan kemajuan dan perkembangan teknologi sistem informasi yang sangat signifikan, bersifat logaritmik, telah mendorong ilmu kehidupan (life science) kepada level yang tidak terbayangkan oleh kalangan saintis beberapa dekade yang lalu.
Level baru ilmu kehidupan ini dimulai atau ditandai dengan berakhirnya The Human Genome Project (HGP) pada tahun 2003 lalu. Proyek biologi yang memetakan karakter gen manusia ini dimulia pada tahun 1990 dan menghabiskan dana tiga milyar USD yang didanai oleh negara-negara maju.
Proses Penciptaan Manusia Super Secara Sains
Secara sederhana, langkah awal untuk menciptakan manusia sempurna ini adalah melacak (tracing) sejarah sumber sperma dan ovum, mengetahui ada tidaknya penyakit genetis yang diwariskan seperti diabetes dan albino.
Kemudian menyatukan kedua benih kehidupan itu di laboratorium dalam rahim buatan yang sangat terkontrol, misalnya tingkat suhu, dan jumlah asupan nutrisi. Setelah kelahiran, kehidupan biologis, psikososial, dan gaya hidupnnya juga dikontrol sedemikian rupa.
Proses penciptaan manusia buatan ini didukung oleh penemuan-penemuan mutakhir seperti penemuan faktor biologis yang mempengaruhi proses penuaan misalnya temuan pengaruh telomere dengan penuaan, dan proses belajar otak manusia seperti Mirror Neuron System.
Kendala Proses Penciptaan Manusia Super
Meskipun kemajuan dan perkembangan ilmu kehidupan saat ini telah memungkinkan untuk menciptakan manusia super, hal ini terkendala oleh berbagai hal seperti masalah-masalah teknis pendanaan, pembentukan kerjasama tenaga ahli dan terutama oleh faktor sosial budaya, yaitu etika dan filosofi "bisa belum tentu boleh" yang mendominasi filsafat ilmu pengetahuan.
Hingga sekarang, isu ini masih dalam perdebatan yang sengit antara kalangan sains, ahli sosial budaya dan agama.
