Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hikmah: Antara Sakit Gigi dan Konflik Sosial

3 November 2012   20:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:01 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fiuhh… dah seminggu sakit gigi itu menemani hari-hariku, dan selama itu saya hanya mengkonsumsi obat untuk meredakan rasa sakitnya, dan ketika zat aktifnya dah habis dimetabolisme tubuh, eh sakitnya datang lagi, demikian seterusnya hari demi hari, hingga beberapa jam yang lalu.

Seorang teman menyarankan untuk mengkonsumsi antibiotik.

Aihhh… saya baru menyadarinya, bahwa sepanjang sumber permasalahannya tidak diatasi, rasa sakit itu akan muncul lagi dan lagi. Sayapun mencari informasi antibiotik yang dapat menembus jaringan lunak (gusi) untuk mengatasi mikroorganisme pemicu rasa sakit itu. Alhamdulillah, rasa sakit itu tidak muncul lagi.

Peristiwa itupun menghadiahi saya suatu hikmah.

Lantas, apa hubungannya dengan konflik sosial?

Sebagaimana sakit gigi itu, sepanjang inti permasalahannya tidak ditemukan, “hanya” menghilangkan akibat-akibat misalnya menangkap dan menghukum pelaku konflik, mengobati yang luka-luka, memperbaiki material yang rusak, maka konflik sosial itu akan terjadi lagi dan lagi.

Saya benar-benar konsen sekali dengan permasalahan sosial yang teramat sangat menyedihkan ini. Dari hasil penelusuran saya mengenai pemicu konflik sosial, berdasarkan literatur yang dipandu oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman pribadi, saya menemukan konsep xenofobia ini, yang menurut saya adalah inti permasalahan.

Bukan, bukannya saya bermaksud mengabaikan faktor-faktor lain seperti yang disampaikan oleh saudara Ninoy N Karundeng mengenai kelemahan kepemimpinan, pendekatan power show off (martial law) oleh Mr. Jack Soetopo, penyederhanaan masalah oleh dinda Dewa Gilang, dan pendapat- kawan-kawan yang lain. Justru yang disebutkan kawan-kawan itu adalah bagian dari inti permasalahan.

Pendalaman saya mengenai konsep xenofobia ini membawa saya pada penemuan mirror neuron, salah satu penemuan biopsikologi terpenting dalam satu dekade terakhir. Mirror neuron adalah neuron (sel syaraf), struktur biologis khusus yang sangat berperan dalam terbentuknya peradaban sosial budaya manusia.

Saya sedang mempelajari dan mendalami temuan mirror neuron ini, insyaallah saya akan menyampaikannya setelah memahaminya.

Salam Hangat dan Damai Sahabat Kompasianers

[-Rahmad Agus Koto-]

Tulisan Terkait: Xenofobia Sebagai Salah Satu Penyebab Utama Konflik Sosial

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun