Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bekal Manusia dan Keadilan Sang Sesuatu

28 Juli 2012   17:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:30 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Semenjak kecil saya sudah mengetahui dan sering mendengar ide bahwa manusia terlahir ke dunia ini tidak membawa apa-apa.

Benarkah demikian? Saya pikir tidak. Benar, manusia tidak terlahir dengan membawa pakaian, aksesoris, emas atau berlian, namun apabila hanya hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran bahwa manusia terlahir tidak membawa apa-apa, saya pikir pemikiran ini dilatarbelakangi oleh konsep pemikiran materialisme ^,^

Manusia terlahir ke dunia ini dengan membawa bekal. Bekal itu berupa:


  1. Karakter Fisik dan Biologis: lahir dengan jenis kelamin, ukuran panjang dan lebar tubuh, volume tubuh, rupa wajah, warna kulit, rambut dan mata, daya immunitas, dan seterusnya.
  2. Karakter Sosial dan Budaya: lahir dari ras (Asia, Yahudi, Arab, dll), suku (Indian, Badui, Asmat, Jawa, dll), agama (Buddha, Kristen, Islam, Hindu, Ateis, dll.), terlahir dari orang tua kaya atau miskin, terpandang atau awam, dan seterusnya.
  3. Karakter Geografis: lahir di kutub utara, gurun pasir, laut dan seterusnya.
  4. Karakter Gaib: Akal, Hati dan Nafsu

Itu semua adalah bekal bagi seorang manusia yang terlahir di planet bumi ini (entah di planet lain di alam semesta ini). Itu semua akan menjadi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya.

Lantas, bagaimana hubungannya dengan keadilan Sang Sesuatu yang melahirkan? (Sang Sesuatu itu tergantung pemahaman masing-masing, ada yang mengatakan Tuhan, Forces, Sistem Kompleks, Konsekuensi Hukum Energi, dll.)

Seringkali kita dengar keluhan seseorang yang dilahirkan dari keluarga miskin, yatim piatu, dari hasil perkawinan tanpa status, pokoknya seseorang yang terlahir dari kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan. Kemudian berandai-andai, seandainya aku dilahirkan cantik, tinggi, dari orangtua kaya raya, dari orangtua terpandang, pokoknya terlahir dengan kondisi-kondisi yang mengenakkan.

Mengenai enak tak enak itu pun manusia memiliki sikap yang sangat beragam, ada yang mensyukuri bagaimanapun keadaannya, ada yang tidak menghiraukannya dan ada yang menyesalinya.

Well…, sudahkah kita memahami keadilan Sang Sesuatu itu?

Bagaimana konsep Sahabat Kompasianers memahami keadilan Sang Sesuatu itu? Saya yakin sekali dari hasil diskusi ini nantinya akan menghasilkan suatu pemahaman baru yang mencerahkan.

Terima Kasih, Salam Hangat Sahabat Kompasianers ^_^

Catatan:

Film Tree of Life adalah salah satu hal yang menginspirasi saya membuat tulisan ini. Film yang menceritakan kegalauan orangtua yang kehilangan anaknya karena meninggal saat mengikuti program wajib militer Pemerintah Amerika Serikat. Bukan hanya orangtuanya saja, tetapi juga mempengaruhi kehidupan saudara laki-lakinya.

Kegalauan mereka membawa mereka pada pencarian Sang Sesuatu, mulai dari mikrokosmos (semesta  molekuler) hingga makrokosmos (semesta galaksi).

Film yang sangat indah, menyakitkan, inspiratif!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun