Kubu Prabowo belakangan ini menjadi sorotan media sehubungan kekacauan yang terjadi di tubuhnya, dan semakin kacau saja menjelang 22 Mei yang merupakan hari penetapan hasil perolehan rekapitulasi suara KPU (jika tidak ada sengketa, KPU akan menetapkan calon terpilih pada 25 Mei 2019).Â
Kekacauan di kubu Prabowo belakangan ini pun menyorot sebuah sosok politikus Partai Gerindra, yaitu Arief Poyuono.Â
Mengenai hal ini bisa disimak pada artikel sebelumnya, "Kubu Prabowo Semakin Kacau Menjelang 22 Mei" dan "Kubu Prabowo Semakin Kacau Menjelang 22 Mei (2)".
Selain mengutip ayat suci sebagai pembenaran seruannya mengajak masyarakat menolak membayar pajak, pernyataan kontroversial Arief Poyuono lainnya adalah mereka yang berada di BPN dan Partai Gerindra yang tidak setuju dengan usulannya menolak Pileg 2019, seperti setan kurap yang menyusup di sekitar Prabowo-Sandi.
Setan kurap? Ada lagi istilah lain, sebelumnya setan gundul.Â
Wajar saja kalau rakyat tertawa, sambil bergumam, dari dulu pun sudah banyak "setan" di antara para politikus, tak mengherankan.
Juga bukan hal yang mengherankan jika pernyataan Arief Poyouno ini nantinya dikatakan "pendapat pribadi", bukan mewakili partai, seperti saat ada seruan untuk menolak membayar pajak tadi.
"Arief Poyuono itu cenderung pendapat pribadi," kata Desmond J Mahesa di sini.
Tak heran jika ada sebagian pihak yang tersenyum geli, karena teringat ungkapan "Maunya Menang Banyak Mulu". Â
Kalau kader parpolnya berprestasi diakui sebagai kadernya, tapi kalau sebaliknya ada semacam penolakan, dikatakannya sebagai masalah atau pendapat pribadi.Â
Yang bagus-bagus aja ya, beib! Yang jelek, jangan.