Penyebar hoaks yang bodohnya awet itu kadang, bahkan cukup sering bikin tersenyum sendiri dan tertawa ngakak terbahak-bahak hingga guling-guling di ubin.
Seperti biasa pula penyebar hoaks atau yang ikut-ikutan menyebarkan hoaks itu menggunakan jurus "ngeles kayak bajaj" kalau sudah ketauan bohongnya.
Ada aja alasannya. Beginilah, begitulah, meski tidak masuk akal atau berusaha melawan logika, dan kesannya ingin dianggap berjasa, tapi lebih cenderung mirip pahlawan kesiangan, bahkan kemalaman.
Lebih memprihatinkan lagi, masih ada juga yang membelanya, baik secara langsung maupun tak langsung, halus maupun tak halus terhadap para penyebar hoaks atau yang ikut menyebarkan hoaks tadi, atau dengan kata lain akhirnya jadi ikut awet pula bodohnya.Â
Meski berkait dengan politik, dan hal ini sering dijadikan alasan pembenaran, karena apapun boleh dilakukan asal bisa meraih kemenangan, tetap saja kesan bodohnya awet dari penyebar hoaks atau ikut pula menyebarkan hoaks dengan bungkusan "pahlawan kesiangan, bahkan kemalaman" tadi mendatangkan senyum geli dan tertawa ngikik.
Kok bisa awet bodohnya? Diulang dan diulang lagi, ketauan dan ketauan lagi, eh kembali menggunakan jurus "ngeles kayak bajaj" yang seolah-olah mengesankan dirinya cerdas, padahal bodohnya awet.
Makanya gak usah heran, jika ada sebagian pihak yang bertanya dan berkomentar "Anak siapa sih ini? Kok bodohnya bisa awet begini? Pernah sekolah gak sih? Pernah kuliah? Kok bodohnya awet?".
Coba jitak dulu dikit...pletak!
Dulu katanya aktivis. Aktivis apa sih bodohnya bisa awet begini?Â
Coba jitak lagi dikit...pletaaak!
Waduh...kesian atuh. Menjitak itu termasuk tindak kekerasan, dan sebaiknya jangan dilakukan. Lagian, sudah bodohnya awet, mosok masih dijitak juga.