Mohon tunggu...
A Jul
A Jul Mohon Tunggu... Guru Yoga -

Ah, masa?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Program Pengelolaan Sampah DKI ala Yusril Akankah Bisa Dijalankan?

4 Mei 2016   08:15 Diperbarui: 4 Mei 2016   08:48 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar: mosmandotnswdotgovdotau"][/caption]

Diberitakan oleh detik.com bahwa dalam sambutan acara tasyakuran warga Bidara Cina kemarin, Selasa, 3 Mei 2016, Yusril menyebut sejumlah program yang akan dia jalankan jika terpilih menjadi gubernur Jakarta. Salah satunya adalah program membeli sampah warga DKI. Sampah akan dibeli dengan harga sesuai jenisnya. Misalnya sampah dari beling akan dibeli dengan harga Rp 50 ribu per kilogram. "Kalau saya jadi gubernur saya akan membeli sampah warga. Tapi sampahnya dipisah-pisah. Sampah beling akan dibeli dengan harga Rp 50 ribu per kilo. Kemudian sampah organik juga dipisah seperti kulit pisang, kerak nasi dan lainnya," Kata Yusril. 

Sebetulnya, ide dan pelaksanaan program pengelolaan sampah yang seperti itu sudah banyak diupayakan untuk diterapkan di masyarakat, baik oleh pemerintah maupun para penggiat lingkungan dii tingkat pusat, propinsi, kabupaten, sampai ke tingkat kelurahan-kelurahan atau tingkat desa-desa sejak lima belas (15) tahunan lalu. Bahkan saya sendiri secara pribadi sudah menerapkan pengelolaan sampah rumah tangga seperti itu sejak dua puluh tahunan lalu hingga sekarang, dan pernah mencoba membelikan tong-tong sampah yang diberi tanda atau tulisan organik dan unorganik yang ditempatkan di sekeling taman komplek perumahan sekitar rumah saya. Tapi apa hasilnya? Nol besar! :) Apa sebabnya? Sebab utamanya adalah karena sudah begitu melekatnya budaya membuang sampah sembarangan dan kemalasan pada umumnya warga masyarakat untuk hidup  dengan apik dan sehat. 

Budaya hidup apik dan sehat itu rupanya masih merupakan hal yang tidak mudah untuk diterapkan oleh masyarakat indo, terutama pada masyarakat yang hidup kawasan-kawasan permukiman padat dan komplek-komplek perumahan menengah-bawah. Kegagalan saya dalam mensosialisasikan budaya memisahkan sampah organik dan unorganik itu ternyata dialami oleh banyak kawan saya yang lain yang mencoba untuk menerapkannya di kawasan sekitar tempat tinggalnya. Bahkan juga dialami oleh banyak para penggiat lingkungan dan pemerintah daerah, baik itu yang digagas pemda kabupaten maupun pemerintahan desa atau kelurahan. Dari sejak pertama kali program pengelolaan sampah rumah tangga itu banyak digagas dan dicoba untuk mulai diterapkan hingga saat ini, belum ada berita yang menyatakan program seperti berhasil seratus persen berhasil dijalankan secara massif dan konsisten oleh lima puluh (50) persen masyarakat indo :) Kendalanya ya seperti yang saya sampaikan diatas tadi. Budaya hidup apik, teratur dan sehatnya memang masih rendah.

Kembali ke soal rencana program pengelolaan sampah ala Yusril di DKI tadi itu, akan kah berhasil? Penentunya ada pada ketegasan dalam pelaksanaan programnya itu nanti. Program atau peraturan yang tidak dibarengi dengan penegakan dan penegasan sulit untuk dijamin keberhasilannya. Kalau dalam pelaksanaan programnya itu nanti tidak diikuti dengan punishment, walaupun ada sisi rewardnya, program itu kemungkinan besar bakalan tidak bisa diterapkan efektif dan konsisten oleh masyarakatnya. Pembelian sampah unorganik seperti sampah beling yang akan dibeli Rp 50 ribu per kg itu adalah rewardnya. Mana punishmentnya? Apakah Yusril akan berani menerapkan punishmentnya juga atau hanya rewardnya saja? Ingat, program itu akan diterapkan di Jakarta yang hampir enam puluh (60) persen warganya itu punya kebiasaan membuang sampah sembarangan. Asalkan melihat ruang kosong akan dianggapnya tempat yang layak untuk membuang sampah :) Bukan masyarakat yang memang sudah darisananya terbiasa atau punya budaya hidup bersih dan apik.

Berkaitan dengan kebiasaan atau budaya nyampah sembarangan masyarakat Jakarta ini sebetulnya ada hal yang boleh dibilang aneh. Mayoritas masyarakat Jakarta ini muslim. Tetapi, walaupun diajaran agamanya ada ajakan dan anjuran hidup bersih dan teratur, nyatanya tidak pernah bisa menerapkan hidup bersih dan teratur di tempat tinggalnya atau di kawasan sekitarnya. Aneh! Apakah belum tahu kalau kebersihan dan keteraturan hidup itu adalah sebagian dari iman? :) Saya yakin sudah pada tahu. Tapi dengan berbagai alasan, ajaran untuk hidup sehat dan teratur itu tetap dilanggarnya. Dan kalau ajaran agamanya tentang hidup sehat dan menjaga kebersihan saja bisa dilanggarnya, apalagi yang hanya merupakan anjuran dan ajakan pemerintah :) 

Contohnya adalah yang seperti bisa kita sakisikan atau kita ketahui tentang keadaan hidup masyarakat dan keadaan lingkungan di kampung akuarium yang beberapa saat lalu dibersihkan oleh pemprop DKI. Jelas disana itu banyak orang yang hidup di tengah-tengah kekotoran. Air laut kotor, sungai kotor, suasana tempat tinggal yang juga tak teratur. Bahkan sampah terlihat mengapung di sungai yang diapit perumahan warga. Tapi mereka betah disana :) Aneh kan? Kebersihan dan soal pengelolaan sampah memang bukan concern utama masyarakat umum di Jakarta. Concern utamanya hanyalah bagaimana agar bisa bertahan hidup di tengah-tengah kehidupan keras ibukota. 

Mengakhiri tulisan ini saya berharap, Yusril bisa tegas dalam menerapkan setiap program pemerintahannya apabila nanti berhasil menduduki jabaran DKI 1. Jangan terlalu lemah menghapi segala upaya pelanggar program dan aturan yang diterapkannya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun