Mohon tunggu...
A Jul
A Jul Mohon Tunggu... Guru Yoga -

Ah, masa?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yusril Akan Gagal di Pilkada

14 April 2016   09:06 Diperbarui: 14 April 2016   09:11 3266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gambar: kupangdottribunewsdotcom"][/caption]Agak kaget juga sewaktu pertama kali saya membaca berita bahwa Yusril Ihza Mahendra (YIM) berniat terjun di Pilkada DKI. Kaget karena saya tahu YIM tidak populer di Jakarta. Untuk di tingkat nasional mungkin YIM populer, tapi tidak populer untuk di tingkat Jakarta. Dalam politik, yang populer di tingkat nasional tidak selalu populer secara politik di daerah.

Ridwan Kamil (RK) misalnya, boleh jadi dia sangat populer di Bandung, tapi belum tentu populer di Jakarta. Atau Risma, dia begitu populer di Surabaya, tapi belum tentu populer untuk seluruh masyarakat Jakarta. Yang populer di Jakarta tentunya adalah mereka yang setiap saatnya, atau setiap harinya bersentuhan secara langsung dengan kehidupan masyarakat Jakarta. 

Dulu, Jokowi-Ahok juga tidak populer di masyarakat Jakarta, tetapi karena Megawati dan Prabowo begitu populer di kehidupan masyarakat Jakarta, Jokowi-Ahok akhirnya bisa memenangkan perebutan kursi Gub-Wagub di Jakarta. Kuncinya ada di kerja keras PDIP dan Gerindra. Bukan pada Jokowi-Ahok itu sendiri. 

Sekarang, siapa yang akan mempopulerkan YIM ke masyarakat Jakarta? YIM sendiri? Tidak mungkin! Karena sudah jelas-jelas YIM tidak populer di peta perpolitikan daerah Jakarta. Aktivitas YIM tidak pernah secara langsung berhubungan dengan persoalan-persoalan hidup yang dialami dan dirasakan masyarakat. Dengan begitu, YIM bagi masyarakat Jakarta seperti "jauh panggang dari api".

Hal lain yang bisa menghambat YIM terpilih oleh masyarakat DKI untuk menjadi pemimpinnya adalah soal raut wajah YIM yang sering terlihat seperti orang yang sombong atau angkuh. Penilaian soal roman muka ini mungkin termasuk ke dalam penilaian yang subjektif. Namun, penilaian subjekrif massa soal roman muka YIM yang sering terlihat begitu kaku, sombong dan sinis itu bisa jadi salah satu penentu dipilih atau tidaknya YIM nanti di saat Pilkada dilangsungkan.

Saya teringat tentang kesan-kesan subjekrif rakyat Indonesia tentang roman wajah Jokowi dan Prabowo disaat menjelang Pilpres 2014 lalu. Banyak orang yang mengesankan wajah Prabowo sebagai wajah yang ganteng dan perawakan yang gagag. Sebaliknya, Jokowi tidak dipersepsikan seperti Prabowo. Namun, wajah Jokowi menjajikan keluguan, kepolosan dan niat baik. Akhirnya, yang dianggap lugu, polos dan jujur atau sederhana lah yang lebih banyak dipilih masyarakat. Jadi, wajah atau lebih tepatnya raut wajah akan ikut dijadikan dasar penilaian masyarakat setiap kali hendak menentukan pilihannya. Walaupun penilaian serupa itu begitu sangat subjektif sekalipun. 

Berikutnya adalah tentang jumlah etnis yang tinggal di wilayah DKI dan hubungannya dengan penilaian dan pilihan politik mayoritas warga Jakarta. Di DKI, mayoritas masyarakatnya adalah dari yang bersuku jawa. Dilanjut dengan yang beretnis betawi, sunda, cina, batak dlsb. Kelima etnis penduduk Jakarta itu (jawa, betawi, sunda, cina dan batak) setidaknya merupakan 85% dari keselurihan jumlah warga Jakarta. Dan adalah hal yang biasa apabila para pemilih di DKI itu juga akan ikut mempertimbangkan unsur etnis dari yang dipilihnya. Sekali lagi, menentukan pilihan pilitik berdasarkan kesamaan etnis atau kedekatan etnis mungkin terkesan samgat subjektif, tapi begitu lah realitas sosial politik masyarakat Indonesia pada umumnya. Selalu tak bisa dengan mudah melewatkan unsur-unsur kedekatan primordial kesukuan atas berbagai pilihan politik dan ekonominya. Faktor kesamaan agama juga kadang dipakai sebagai dasar penentuan pilihan politik, namun penentuan pilihan politik berbasis kesamaan agama tidak sekuat yang berbasis pada kesamaan atau kedekatan etnis. Maklum saja, masyarakat Indonesia tuh pada umumnya adalah masyarakat yang lebih menghargai kehidupan budaya suku bangsanya masing-masing daripada hal yang lainnya. 

Dalam kaitannya dengan komposisi etnis mayoritas Jakarta yang seperti disebut tadi diatas, kedekatan primordial mayoritas masyarakat Jakarta dengan YIM sangat lemah. Sehingga akan berpengaruh pada minimnya jumlah pemilih YIM di Pilkada nanti. Beberapa hari lalu saya membaca berita tentang kunjungan YIM ke masyarakat Minangkabau. Katanya, di dalam berita disampaikan bahwa YIM berdarah Minangkabau. Tapi sayang, jumlah penduduk Jakarta yang beretnis Minangkabau cuma 270an ribu saja. Cuma 3%an saja dari total penduduk DKI. Sekali lagi, harus diingat bahwa walaupun memilih berdasarkan kesamaan atau kedekatan etnis adalah bentuk pilihan yang subjektif, tapi pilihan subjektif itu lah yang biasa dijadikan patokan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia dalam menentukan dan memilih pemimpin. 

Dalam tulisan ini saya sengaja tidak memasukan unsur-unsur pendekatan politis yang selama ini telah YIM lakukan dengan berbagai elit parpol atau dengan ormas politik karena yang pernyataan-pernyataan politis yang selama ini berkembang dan disampaikan oleh YIM atau yang berafiliasi dengan YIM tidak akan selalu berjalan paralel dengan apa yang telah ada di dalam persepsi subjektif mayoritas masyarakat Jakarta yang nantinya akan ikut dalam menyampaikan pilihannya di Pilkada tahun depan. 

Demikian tulisan singkat ini saya sampaikan berdasarkan subjektifitas-subjektifitas yang mungkin muncul dalam pikiran mayoritas masyarakat DKI menyangkut soal rencana majunya YIM di pilkada DKI 2017. 

Kalau ada yang tidak berkenan dengan tulisan inj ya maklumi saja. Lha wong cuma tulisan subjektif kok :) Tidak seobjektif analisanya para pakar politik yang kadang kala tidak tepat juga :) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun