Mohon tunggu...
A Jul
A Jul Mohon Tunggu... Guru Yoga -

Ah, masa?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Reklamasi Jakarta vs Reklamasi Dubai

3 April 2016   23:23 Diperbarui: 4 April 2016   08:46 2517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="The Palm Dubai (Photo Pribadi)"][/caption]Photo diatas adalah penampakan dari sebagian kawasan di Palm Jumeirah Dubai yang sampai saat ini dianggap sebagai satu-satu pulau buatan (dibuat manusia) yang paling besar/luas yang pernah ada di bumi. Bentuknya akan terlihat seperti pohon palem apabila dilihat dari atas.

Terlihat di photo tersebut bahwa sampai sekarang pun pembangunan gedung (apartemen/perkantoran/hotel) masih berjalan walaupun proyek reklamasi Palm Jumeirah ini sudah dimulai sejak tahun 2001. Secara umum boleh dikatakan telah rampung. Karena objek-objek vital di dalam kawasan pulau buatan ini telah dibangun dan telah beroperasi sebagaimana mestinya. Mobilitas manusia yang keluar masuk pulau buatan ini sudah tinggi di setiap harinya. Sarana transportasi umum yang menyambungkannya dengan daratan sudah berjalan normal. photo diatas itu pun saya ambil dari dalam monorail ketika saya mau menuju ujung pulau yang dikenal dengan sebutan Atlantis. 

Ribut-ribut soal ditangkapnya M Sanusia yang menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI kemarin yang ternyata berkaitan dengan Raperda Reklamasi Jakarta membuat saya jadi berpikir bahwa jangan-jangan rencana reklamasi di bagian utara Jakarta tersebut dalam rangka membuat bay-front city seperti The Palm Dubai yang juga sering disebut sebagai bay-frontnya Dubai.

Kalau dugaan saya itu benar, maka saya punya pendapat yang mungkin tidak sama dengan pemerintah DKI. Menurut saya,, membuat pulau buatan di utara jakarta tuh tak mudah. Apalagi kalau pulau-pulau buatan itu dimaksudkan untuk dijadikan sebagai bay-front citynya Jakarta. 

Kendala yang pertama adalah garis pantai kota Jakarta yang tidak terlalu panjang. Pendeknya garis pantai Jakarta akan memaksakan munculnya pulau-pulau buatan yang saling bertabrakan atau saling tumpang tindih dengan fungsi sosial pantai yang sebelumnya yang saya ketahui penuh dengan nelayan-nelayan. Berbeda dengan The Palm Dubai, pulau buatan The Palm Dubai terletak jauh dari kawasan pantai nelayan sehingga proyek pembangunannya tidak begitu mengganggu kehidupan para nelayan tradisional yang telah lama ada dan berdiam di sekitar pantai-pantai nelayan. 

Kendala berikutnya adalah tentang budaya bangsa kita yang sampai saat ini secara umum masih cenderung tertutup terhadap pembangunan. Karena dalam pandangan umum masyarakat kita pembangunan lebih sering dianggap atau diartikan sebagai perubahan yang tidak menjamin kebaikan-kebaikan. Apalagi ketika setiap upaya pembangunan telah dicurigai sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk memasukan unsur-unsur tertentu yang bertentangan dengan budaya dan agama mayoritas. 

Dalam masyarakat yang cenderung tertutup terhadap pembangunan, setiap upaya pembangunan pasti akan mengalami banyak penentangan yang kadang seperti tidak akan ada akhirnya. Berbeda dengan karakter dasar masyarakat Dubai yang cenderung lebih terbuka terhadap pembangunan. 

Walaupun hukum negaranya didasarkan pada hukum islam, namun karena raja dan para pemimpin pemerintahan dan masyarakat rata-rata berpikiran terbuka, maka proses pembangunan tidak terlalu sering dan banyak mengalami penentangan masyarakat. Masyarakatnya percaya bahwa perubahan dan pembangunan akan dapat meningkatkan kesejateraan dan kemudahan hidupnya.

Kendala ketiga adalah tumpang tindihnya dan kekosongan peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai payung hukum pembangunan pulau-pulau buatan. Pembahasan Raperda tentang pembagian zona perairan Jakarta dan Raperda Reklamasi yang masih dalam pembahasan itu adalah bukti dari adanya kekosongan payung hukum untuk dimulainya pelaksanaan reklamasi. 

Di Dubai, semua peraturan perundang-undangannya telah disiapkan secara detail sekian tahun sebelumnya sehingga dimungkinkan untuk tidak terjadinya tabrakan atau tumpang tindihnya dan kosongnya payung hukum yang melandasi setiap kegiatan reklamasi untuk pulau buatan. 

Dari ketiga hal kendala tersebut saya menyimpulkan bahwa kalau pun pembangunan pulau-pulau buatan itu akan terus dilaksanakan maka dapat dipastikan akan menimbulkan perlawan dari masyarakat yang berkepanjangan juga akan menciptakan kecemburuan sosial yang juga tidak tidak akan mudah dihilangkan. Dan kalau pun tetap dipaksakan pembangunannya, kerapian dan keteraturan di kawasan yang kemudian disebut bay-front cityitu tetap tidak akan dapat dengan mudah dicapai mengingat budaya bangsa kita yang umumnya masih sulit untuk terartur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun