Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pentingnya Kementerian Kebudayaan

11 Mei 2024   14:00 Diperbarui: 11 Mei 2024   16:11 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak merdeka hingga hari ini, tidak ada Kementerian Kebudayaan agar  bisa serius dan fokus  mengawal kerja kebudayaan.  Kebudayaan sangat penting untuk membangun karakter,  membangun jiwa yang merdeka setelah bertahun-tahun didera perbudakan akibat penjajahan, dihina dan direndahkan sebagai bangsa yang kalah sebagaimana ungkapan "Anjing dan Pribumi dilarang masuk" sehingga bermental minder  alias rendah diri di antara bangsa-bangsa bahkan memandang ras kulit putih terutama Eropa sebagai bangsa yang superior dan unggul. Tetapi dengan meniru perilaku penjajah, tindakan rasis ini pun bisa berlaku dalam memandang suku lain yang dianggap lebih rendah sebagaimana bahkan ungkapan seorang Menteri di Kabinet Indonesia Maju yang mengancam akan memindahkan ASN yang tidak becus ke Papua.

Kita ingat Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan strata sosial berdasarkan ras atau bangsa-bangsa: warga kelas utama adalah Belanda (Eropa), warga kelas kedua adalah Bangsa-Bangsa Timur seperti Arab, Jepang dan China dan warga kelas tiga adalah yang berjumlah paling banyak yang disebut pribumi, yaitu suku-suku yang telah lama menempati Nusantara. Strata sosial yang diskriminatif dan hanya memperkaya Asing: penjajah kolonial dan antek-anteknya itu  berhasil didobrak dan dihancurkan melalui perjuangan nasional yang menuntut kemerdekaan pada tahun 1945, dan membangunkan Negara baru bernama Republik Indonesia.

Tugas Kebudayaan berikutnya tentu saja adalah membangkitkan bangsa yang kalah itu sebagai pemenang yang  sesungguhnya di dalam negara yang baru dimenangkan atau dimerdekakan itu secara jiwa agar memang menjadi merdeka lahir dan batin seutuhnya.

Peter Carey menutup buku yang ditulis bersama Farish A Noor: "Ras, Kuasa, Dan Kekerasan Kolonial Di Hindia Belanda 1808-1830" (Terbitan Kepustakaan Populer Gramedia, Cetakan Pertama, Agustus 2022)  menulis:

"Rezim apartheid dalam bentuk lembaga politik bisa saja dibongkar, namun dunia rasis yang menyokong rezim tersebut terus langgeng lama setelah prokonsul terakhir mengucapkan salam terakhirnya. Inilah mengapa dekolonisasi adalah sebuah proses yang sangat pelik. Dalam jabatannya sebagai Presiden Indonesia yang pertama, Sukarno (1901-70, menjabat 1945-66) tidak lelah-lelahnya mengingatkan orang Indonesia, bahwa dekolonisasi fisik hanyalah setengah perjuangan. Mendekolonisasi akal budi dan pikiran seseorang juga sama -- atau bahkan lebih -- pentingnya."

Dari  sini, bisa disimpulkan betapa pentingnya satu lembaga setingkat kementerian untuk memastikan kerja kebudayaan berjalan dan terkontrol langsung oleh Presiden Republik Indonesia sehingga turut terbahas, menjadi perhatian bersama dalam rapat-rapat kabinet.  Prabowo Subianto,  dalam Debat Capres pamungkas, memandang bahwa  "Budaya adalah sangat penting;  budaya adalah karakter bangsa.  Tanpa kita membanggakan, menghormati, melestarikan budaya kita sendiri, kita  ilang  jati diri kita sebagai  bangsa."  Ia pun setuju dengan Capres Anies Rasyid Baswedan tentang perlunya ". .. dibentuk ... Kementerian Kebudayaan." 

Baca juga: Kabinet Prabowo

Tugas utama dan mendasar Kementerian Kebudayaan selain membangun mental tentunya adalah  menjadi pelindung kebudayaan rakyat  dan pembendung imperialisme budaya serta memajukan Kebudayaan  Nasional sebagaimana Els Bogaerts, dalam esai 'Kemana arah kebudajaan kita?' Menggagas kembali kebudajaan di Indonesia pada masa dekolonisasi, mencatat: "Seperti di sebagian besar negara yang sedang mengalami dekolonisasi, di Indonesia 'negara-bangsa dipandang sebagai pelindung kebudayaan dan pembendung imperialisme budaya' (Betts 2004;46; baca juga Jennifer Lindsay & Maya H.T. Liem (penyunting), Ahli waris Budaya Dunia menjadi Indonesia 1950-1965, Pustaka Larasan, Denpasar, 2011;256).

Jadi, jelas pentingnya Kementerian Kebudayaan; terlebih dalam kerangka membangun  generasi unggul menuju  Indonesia Emas 2045.  Semoga dalam kasak-kusuk dan otak-atik  mengisi Kabinet,  pentingnya dibentuk Kementerian Kebudayaan ini tidak hilang dari benak Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih dalam Pemilihan Presiden 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Tugu Nusantara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun