Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kabinet Prabowo

25 Maret 2024   12:58 Diperbarui: 25 Maret 2024   13:03 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemenangan Prabowo dalam Pemilihan Presiden 2024  menimbulkan banyak harapan untuk kemajuan politik rakyat. Pasalnya artikulasi Prabowo selalu mengedepankan kepentingan rakyat dan bangsa. Agus Jabo Priyono yang dikenal sebagai aktivis 1998 dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dikenal berhaluan kiri, yang kini bergabung dalam barisan pendukung Prabowo Presiden pun menyatakan bila kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres  2024 adalah  juga kemenangan rakyat biasa. Akankah ada pergeseran dalam haluan politik-ekonomi di Indonesia di bawah pemerintahan baru Prabowo-Gibran?

Orang-orang pun mulai membayangkan bentuk kerja kabinet ke depan. Apakah akan sama saja dengan Kabinet yang sudah-sudah seperti yang selama ini ada pada Presiden Jokowi atau akan ada  perubahan mendasar?

Jokowi selama ini dikenal sebagai orang yang tak berideologi alias  pragmatis. Kerja, Kerja dan Kerja untuk Indonesia yang lebih baik. Dengan demikian bukan suatu kabinet yang mempunyai mimpi yang sama sebenarnya selain kesamaan kepentingan. Kesamaan kepentingan seperti misalnya dalam membangun infrastruktur sebagai basis Industrialisasi dan Perdagangan yang efektif yang sama-sama dipandang penting baik oleh industrialis kapitalis atau pun industrialis non kapitalis.

Baca juga: Tugu Kebangkitan

Prabowo sendiri  pernah melontarkan bahwa di dalam kabinet Jokowi ada menteri yang berpaham neoliberal. Sementara itu Prabowo dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa dirinya bukanlah penganut paham neoliberal.  

Secara jelas, Ia menolak  pelaksanaan konsep trickledown economics, yaitu sistem ekonomi kapitalisme neoliberal, yang percaya bahwa kekayaan akibat pertumbuhan ekonomi akan menetes juga ke bawah dan menguntungkan seluruh rakyat. Prabowo mengritik belum sempat tetesan itu sampai ke bawah, kita semua sudah mati. Ia pun menginginkan sistem ekonomi  neoliberal tidak dipelihara di Indonesia karena hanya akan menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan. Untuk itu Negara tidak boleh diam saja: netral  tapi harus  berani mengintervensi untuk melindungi dan menumbuhkan perekonomian rakyat.

Tak hanya ekonomi, dalam kerangka anti-neoliberal itu, negara juga harus berani melindungi, memperkuat kebudayaan rakyat sebagaimana ia sampaikan dalam Debat Capres pamungkas: "Saya agak berbeda.  Saya tidak ikut  faham-faham neolib; . . . pemerintah bukan hanya regulator; pemerintah di depan,  pelopor;  intervensi bila perlu:  bekerja untuk rakyat; membantu dalam bidang  kebudayaan; pemerintah  juga harus di depan menjaga, melestarikan semua budaya kita: di semua bidang."

Baca juga: Menggugat Jokowi

Terbayang sudah bahwa Kabinet Prabowo akan bernuansa anti neoliberalisme. Negara dan pemerintah akan menjadi pelindung kepentingan nasional. Dalam hal ekonomi, akan melindungi  Sumber Daya Alam dari keserakahan imperialistik;  sebaliknya, fokus memajukan ekonomi  nasional untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagai visi kemerdekaan 1945. Dalam hal budaya, menjadi pelindung dari kepunahan (akibat menguatnya imperialisme budaya) serta memperkuat identitas nasional yang berkarakter dan bermental  patriotik.

Untuk itu dapat disimpulkan, sebagaimana ajaran Bung Karno tentang Tri Sakti, sebagai konsep patriotisme dalam berbangsa dan bernegara, Kabinet Prabowo pada hakikatnya tentunya berporos pada penguatan tiga bidang yaitu:  politik, ekonomi dan kebudayaan; sebab dengan bercokolnya neoliberalisme: suatu bentuk penjajahan baru,  tidak mungkin rakyat Indonesia bisa mengembangkan politik yang berdaulat, ekonomi yang berdikari dan kebudayaan yang berkepribadian.  

Dengan politik yang berdaulat, terbuka jalan untuk membangun ekonomi nasional yang tangguh dan keluar dari kerangka subordinat dan menjadi sumber penghisapan. Keduanya ini, daulat politik dan pembangunan ekonomi yang bermartabat dilandasi oleh pandangan politik bahwa kebudayaan menjadi sumber kekuatan untuk menjaga keberlangsungan kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi.

Dalam kerangka ini, sudah tepat bila Prabowo berusaha merangkul semua pihak untuk bergabung dalam kabinetnya. Bila tawaran Persatuan Prabowo tidak digubris dan perlawanan terus berlanjut,  kita pun bisa membayangkan panggung politik Indonesia ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun