Tanpa riset yang  mendalam,  kaum terpelajar Republik Indonesia bisa memahami bagaimana imajinasi-imajinasi kolonial dan asing hadir mengisi ruang-ruang imajinasi bangsa-bangsa Nusantara sejak awal Masehi dimulai sampai sekarang.
Sementara sayup-sayup hadir kejayaan nenek moyang dengan hadirnya manusia-manusia yang mulai berpikir, sehingga menjadi bijak pada masanya, homo sapiens dari Solo puluhan ribu SM dan seterusnya dan seterusnya hingga kini kita dihebohkan dengan dugaan keberadaan bangunan yang diduga Piramida di Gunung Padang, Cianjur yang usianya diduga lebih tua dari Piramida  Giza di Mesir  yang berumur sekitar 2500 SM. Piramida di Gunung Padang atau peradaban yang menghasilkannya diduga berasal dari 25.000 SM. (lihat juga: Ali Akbar,  Situs Gunung Padang, Misteri dan Arkeologi, Jakarta, Desember 2013)
Bernard H. M. Vlekke, di bukunya yang berjudul Nusantara,  menulis mengenai penemuan manusia purba di Kala Pleistosen bahwa: "Semua penemuan itu terjadi di sekitar Surakarta di Jawa Tengah. Penemuan itu ternyata sangat penting bagi Antropologi dan Biologi pada umumnya. Tapi tidak berarti bagi sejarah Indonesia. Orang-orang Indonesia zaman purba adalah keturunan imigran dari Benua Asia. Antara zaman Pithecanthroupus dan tibanya para imigran mungkin ada  senjang waktu ribuan abad."
Kira-kira leluhur Nusantara itu datang dari Benua Asia sekitar 2000 SM sebagaimana juga ditulis Herimanto dalam Sejarah Indonesia Praaksara terbitan Ombak, Yogyakarta, 2019: "Meskipun masih terdapat adanya perbedaan di antara para ahli, namun sebagian besar meyakini nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia.Â
Pada waktu itu sekitar  2000 sampai dengan 1500 SM, nenek moyang Bangsa Indonesia yang mendiami wilayah Campa terdesak oleh bangsa-bangsa lain yang datang dari sebelah utara (wilayah Asia Tengah) karena terdesak sehingga banyak yang menyingkir ke sebelah selatan menyusuri lembah Sungai Mekong, hingga banyak di antaranya yang sampai di semenanjung Malaka.Â
Meskipun telah hidup di Malaka (Melayu) cukup lama, namun karena terdesak terus oleh suku-suku pendatang sehingga mereka pun menyingkir lagi ke sebelah selatan, menyeberangi lautan menuju ke Indonesia. Dari sinilah kemudian mereka tersebar di kepulauan Nusantara, ada yang menuju ke selatan seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan dan lain-lain; sedangkan yang ke timur, dengan  menyeberangi laut China selatan akhirnya sampai di kepulauan Filipina.Â
Di filipina, sebagian ada yang tinggal dan menjadi penduduk tetap di sana, sedangkan sisanya ada yang  melanjutkan perjalanan lagi menuju ke selatan hingga sampai di daerah Minahasa, Sulawesi dan  pulau-pulau lain di sekitarnya." Â
Sementara itu,  Herimanto dalam Sejarah Indonesia Praaksara  itu juga menulis:  "Ditinjau dari konteks historis, zaman praaksara adalah zaman di mana manusia belum mengenal tulisan. Zaman ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang,  berlangsungnya bahkan sampai jutaan tahun yang lalu; mulai dari munculnya kehidupan di bumi sampai manusia untuk pertama kali mengenal tulisan.Â
Menurut ilmu arkeologi, manusia purba pertama muncul sekitar  ratusan ribu  tahun yang lalu pada Kala Pleistosen,  sedangkan manusia modern, yakni yang menjadi nenek moyang manusia yang sesungguhnya baru muncul sekitar 20.000-30.000 tahun yang lalu pada kala Holosin."  Dengan begitu apakah manusia yang menghasilkan Situs Gunung Padang itu berasal dari Kala Holosin? yaitu nenek moyang manusia yang sesungguhnya itu?
Kita pun mengenal Budaya Jomon  dari masa 14.000-300 SM,  yang hidup semasa  Zaman Neolitik. Benda Tembikar di masa ini berdekorasi mirip dengan gambar tali karena itu nama "jomon" (arti harfiahnya pola tali). Mata pencarian utama orang Jomon ialah berburu dan menangkap ikan.Â
Di akhir masa Jomon, orang mulai kegiatan  bertani. (lihat juga Lim SK, (penyusun), Peradaban Asia, dari zaman kuno hingga 1800 M, PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia,Jakarta, 2013;66) . Catatan lain menyampaikan bila ...gejala corak hidup bercocok tanam dan beternak baru timbul sekitar 6000 SM. (lihat juga RZ Leirissa, dkk, Sejarah Perekonomian Indonesia, Ombak, Yogyakarta, 2012;2)