Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Filsuf

4 Februari 2023   15:44 Diperbarui: 12 Februari 2024   21:11 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang  filsuf  belum tentu mengerti dan memahami benar sistem filsafat yang dipakainya atau tanpa menyadari dia mengikuti dan menjadi pendukung ajaran sistem filsafat yang sudah ada. Ia yang menyadari atau mengerti sistem filsafat tertentu disebut ahli ilmu filsafat. Bila dengan kesadaran sistem filsafatnya, ia menjalani hidupnya dengan konsisten, dari Ontologis, Epistemologis sampai Aksiologis, barulah ia layak disebut Filsuf dengan F huruf besar. Mereka yang suka bermain-main dengan kalimat-kalimat filosofis untuk menyenangkan orang bahkan menerima bayaran disebut kaum sophis sedangkan mereka yang tak konsisten dalam satu sistem filsafat tertentu tapi mencampuradukkan sistem-sistem filsafat yang ada  sesuai kesukaan dan kepentingan dirinya disebut kaum eklektis, di Jawa sering disebut othak-athik gathuk.  Tak hanya di Jawa, (kata) Inggris  ternyata ada juga misalnya: History sering dilawankan dengan Herstory dalam rangka membangunkan sentimen feminisme. Padahal History bukan dari story  tapi dari Bahasa Latin: Historia yang berarti sejarah. Dalam Bahasa Latin, Historia adalah jenis kata feminin, bukan maskulin. Story yang berarti kisah atau cerita dalam Bahasa Latin padanannya adalah fabula.

 

Semua debat dan diskusi siapa yang filsuf dan bukan ini atau filsuf bayaran atau bukan ini sudah terjadi di Yunani ratusan tahun sebelum masehi. Dari Yunani pula, sistem-sistem filsafat berkembang hingga sampai pada kita sekarang ini.   Filsafat Yunani membedakan dirinya dengan pandangan hidup yang berdasarkan wahyu, kepercayaan, takhyul, agama dan segala olah pengetahuan  di luar otoritas akal manusia seperti animisme dan dinamisme.  Namun di abad pertengahan,  Filsafat  ditundukkan oleh otoritas  agama. Karenanya muncul pernyataan: philosophia ancilla theologiae: Filsafat adalah hamba agama yang berarti sistem filsafat dipakai untuk menjelaskan dogma-dogma agama. Walau begitu warisan filsafat Yunani tak pernah pudar. Justru ia menghasilkan peradaban Barat yang baru yakni  Greco-kristiani. Demikian juga pengaruhnya terhadap filsafat Islam. Ketika Philosophia ancilla Theologiae berlaku di Eropa,  filsafat kritis (baca juga: rasional) yang bersumber pada filsafat Yunani Kuno pun  mencari ladang berkembangnya di dunia Islam yang saat itu lebih terbuka pada diskusi filsafat. Walau demikian Filsafat pun menjadi pertentangan juga dalam dunia Islam sehingga Al Ghazali menulis Tahafut al-Falasifah yang dibalas Ibnu Rusyd dengan Tahafut at-Tahafut.

 

Semua ini tentu karena sistem filsafat Yunani yang mengandalkan kontemplasi otak alias daya pikir manusia terhadap alam semesta telah memberikan sistem berpikir menyeluruh terhadap pengetahuan manusia: mulai dari ontologi yang menjawab  persoalan-persoalan  apa itu kenyataan yang sesungguhnya atau yang ada: materi atau ide, asal-usul pengetahuan (epistemologi) dan aksiologi : menjawab soal-soal nilai: baik itu kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Pun di sini termasuk logika yang berusaha merumuskan hukum-hukum berpikir manusia.  

Dari filsafat Yunanilah awal mula berkembangnya ilmu pengetahuan manusia. Karenanya seringkali Filsafat dianggap sebagai induk segala ilmu.

 

Seiring dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan semakin membedakan diri dari ilmu filsafat. Semakin jauh dan memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan sepertinya tak lagi  membutuhkan filsafat. Ilmu pengetahuan pun terkotak-kotak  dalam  disiplin ilmu masing-masing. Sosiologi membahas masyarakat, arkheologi membahas persoalan purbakala, antropologi membahas persoalan manusia sampai pada psikologi yang  membahas kejiwaan manusia. Di pihak lain berkembang ilmu-ilmu yang membahas soal seni dan teknik, termasuk di sini teknik pengobatan atau kedokteran.

 

Lantas apa peran filsafat di masa modern seperti ini? Penjaga moral karena dianggap bisa lintas disiplin ilmu dan komprehensif wataknya?  Hingga berkembang  etika  Pancasila, etika bisnis, etika politik, bahkan etika perburuhan yang membahas persoalan baik dan buruk hubungan pekerja dan pengusaha? Kaum buruh masihkah perlu filsafat sebagai bekal perjuangannya? Sistem Filsafat seperti apa pula? Sebaliknya apakah kaum pengusaha juga mengembangkan sistem filsafatnya sendiri ketika berhadapan dan berkonflik dengan kaum buruh? Apakah filsafat sebagai ilmu masih garang membela kemanusiaan yang direndahkan dan dinistakan? sebagaimana Marx di abad XIX telah menyimpulkan dan mengingatkan bahwa para filsuf kebanyakan hanya sibuk menafsirkan dunia dari berbagai segi dan sudut pandang, padahal yang pokok dan penting adalah mengubahnya  (untuk kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia  terlebih di masa Marx,  kehidupan kaum pekerja sangat menderita: buruh bekerja bisa lebih dari 12 jam dengan upah rendah, termasuk buruh anak-anak, bahkan). Kehidupan buruh yang jauh dari kehidupan layak ini menyebabkan Marx bergerak untuk menyusun sistem filsafatnya yang sanggup membela kaum pekerja dan memandu perjuangan kaum pekerja untuk bebas dari penderitaan dan kemiskinan. Untuk tugas ini, terpaksa Marx menyusuri sistem-sistem filsafat Yunani yang telah berkembang dan berpuncak pada sistem filsafat Jerman yakni idealisme Hegel. Hegel sendiri meninggal ketika Marx baru menginjak bangku kuliah.

Dari bermacam ragam sistem filsafat Yunani yang ada dan berkembang, pada prinsipnya memberikan gambaran pertentangan klasik antara dua pandangan ontologis,  termasuk pada perkembangan filsafat sekarang ini yakni materialisme dan idealisme.  Pertanyaan: apa yang menjadi penyusun pokok dan primer alam semesta ini: materi atau ide; benda atau roh adikodrati;  menjadi obyek  perdebatan para filsuf  Yunani. Karenanya mereka sering disebut  filsuf-filsuf alam. Thales ratusan tahun sebelum masehi misalnya mengatakan bahwa unsur pokok  dan primer pembentuk  alam semesta ini adalah air. Ia beralasan salah satunya bahwa air adalah kebutuhan primer manusia; tanpa air  makhluk hidup akan mati. Yang lain berpendapat bahwa udaralah yang pokok, lalu api, pengubah yang utama seperti yang dikatakan Herakleithos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun