Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Odorico dan Istana Majapahit, Sebuah Pelajaran Toleransi

27 Januari 2023   19:40 Diperbarui: 27 Januari 2023   19:56 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika dua bersaudara Polo tak sanggup memenuhi permintaan Kubilai Khan untuk membawa misionaris Kristen ke Tiongkok, dua bersaudara tersebut, para pedagang Venezia, tetap berangkat pada 1271 dengan membawa surat dan hadiah dari Paus baru, Gregorius X. Turut serta dalam perjalanan tersebut anak Nicolo yang masih berumur 17 tahun: Marco. (Anthony Reid, Penyusun, Sumatera Tempo Doeloe, dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas Bambu, Depok, 2014;6)

Hampir 50 tahun kemudian, ada misionaris yang memberanikan berangkat ke Tiongkok yaitu Odorico de Pordenone. Dalam perjalanan ke Tiongkok itulah, Odorico menyempatkan diri mengunjungi Jawa.  Barangkali saja laporan-laporan Marco Polo tentang dunia timur, termasuk Nusantara, yang populer di Italia juga sampai di telinga Odorico. 

Dengan begitu, kedatangan Odorico ke tanah Jawa tentu bukanlah sekadar mampir dalam tugas perutusan besarnya ke daerah Rusia Selatan, India dan Tiongkok. Barangkali kebangkitan Jawa dan kesanggupan Jawa mengusir tentara terkuat di dunia waktu itu: Tentara Kekaisaran Kubilai Khan, membuat Odorico tak melewatkan kesempatan untuk mengunjungi Jawa. Begitulah Odorico, seorang Fransiskan, barangkali adalah Misionaris pertama Gereja Katolik ke Nusantara. Setidaknya itulah nama yang kita kenal dalam sejarah pada abad ke-14 M.   

Bila kunjungan Odorico ke Jawa terjadi pada 1321 M, tentunya ketika ia berkhotbah  tentang Kristus di Istana Majapahit berhadapan juga dengan Raja Jayanegara dan Mahapatih Halayuda, yang kita kenal licik, menghalalkan segala cara dan sadis dalam meraih kekuasaan. Raja Jayanegara, putra Raden Wijaya, mulai berkuasa  sejak tahun 1309 M sampai 1328 M. Ia digantikan oleh Tribhuwana Tungga Dewi, setelah dibunuh "Dokter" Tanca dalam suatu konspirasi istana yang merasa tidak nyaman dengan kekuasaannya. Kemudian Mahapatih Halayuda pun dibunuh beramai-ramai sebagai luapan kebencian atas tingkah lakunya selama mendampingi Jayanegara.

Misi Odorico ke Jawa jelas yaitu berusaha mengkristenkan orang-orang Jawa. Tetapi kita sama sekali tidak mendapatkan  jejak pengkristenan Odorico itu. Apakah ada orang Jawa yang dibaptisnya?  Apakah ada orang Jawa yang dengan suka rela menerima Injil yang dikabarkan Odorico? Tampaknya misi injili Odorico dari segi ini gagal total. Rakyat Majapahit belum mau menerima injil. Tetapi dari peristiwa ini, kedatangan Odorico ke Majapahit, menunjukkan pada kita bahwa Negara Majapahit dengan para pemimpinnya yang bahkan dari cerita tradisi rakyat dikenal kejam ternyata tidak kejam terhadap orang asing. 

Majapahit  tidak anti (pengetahuan) asing apalagi takut terhadap orang-orang asing atau xenophobia. Mereka menerima tamu asingnya dengan sopan santun tinggi dan barangkali memberi waktu atau membiarkan tamu asing dari negeri jauh yang sebelumnya tak pernah ada dalam peta Majapahit itu untuk berkhotbah tentang agama dan keyakinan baru yang berbeda dengan agama dan keyakinan mereka sendiri: Hindu, Buddha atau Kepercayaan pada Leluhur.

 Para pemimpin Majapahit itu tidak mengusir atau melukai Odorico sebab Odorico berbeda dengan Meng Qi utusan Kubilai Khan pada 1289 M yang dilukai Raja Kertanagara karena dianggap telah merendahkan dan menghina kedaulatan Singhasari.

Pertemuan yang penuh toleransi ini: Odorico berkhotbah di hadapan Raja Jayanegara dan para punggawanya, jika itu memang terjadi demikian, sebanding dan sama nilainya dengan ketika Fransiskus dari Asisi, berkhotbah di hadapan  Sultan Malik al-Kamil pada 1219 M di luar Kota Damietta, Mesir, ketika kecamuk Perang Salib masih berlangsung.  Kisah pertemuan Fransiskus dengan Sultan al-Malik ini tentu cukup dikenal oleh Odorico yang juga merupakan seorang Fransiskan.

Pada saat itu, perang salib telah berkecamuk selama lebih dari satu abad. Pasukan Kristen merebut Yerusalem dari Pasukan muslim pada 1099, tetapi mengalami pukulan telak ketika Salahudin mengambil alih kembali kota suci itu delapan puluh delapan tahun kemudian. Paus Innosensius III kemudian mengobarkan Perang Salib kelima tetapi dia meninggal pada 16 Juli 2016. Perang Salib yang direncanakan Paus Innosensius III kemudian dilaksanakan paus  penggantinya: 

Paus Honorius III tetapi  "Selagi orang-orang saling membantai satu sama lain atas nama Tuhan di tepi sungai Nil, Fransiskus mengumpulkan komunitas brudernya yang kian bertambah banyak di Italia dengan harapan baru dalam mewujudkan impiannya mengkhotbahkan keimanan Kristen secara damai kepada umat Islam dan orang-orang tak beriman lainnya." (Lihat: Paul Moses, Diplomasi Damai Santo dan Sultan, Jejak Perdamaian dalam Perang Salib yang  Tak Banyak Diketahui, Alvabet, Jakarta;2019;124)

Begitulah akhirnya, Odorico sebagai seorang Fransiskan membawa Kabar Gembira sampai ke Jawa. Dan tidak salah bila kemudian Odorico begitu terkesan dan terpesona dengan Istana Majapahit yang pernah dikunjunginya itu sehingga seperti dalam dunia khayal ketika ia menceritakan pada 1330 M, setahun sebelum meninggal tentang kenangannya akan Istana Majapahit yang dikunjunginya itu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun