Mohon tunggu...
Ajrina Daniella
Ajrina Daniella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi

Akun ini dikelola oleh sosok yang menyukai kopi, seni , dan sastra, karna tanpanya hidup terasa hampa. Berkarya hanya sebagai sisipan jejak kehidupan agar lebih bermakna. Sekalipun kelak raganya telah hilang, setidaknya karyanya dapat dikenang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Eksistensi Festival Budaya: Mapag Sri di Tengah Modernisasi

11 November 2023   21:21 Diperbarui: 12 November 2023   21:36 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita memikirkan kata ‘festival’ yang ada pada bayangan kita mungkin langsung tertuju pada gemerlapnya festival musik yang sangatlah digemari oleh berbagai kalangan, terutama anak muda di masa kini. Kata ‘festival’ berasal dari bahasa latin yaitu ‘festum’ yang artinya pesta. Menurut KBBI, festival merupakan hari atau pekan gembira dalam rangka memperingati peristiwa penting dan bersejarah; pesta rakyat. Definisi lain dikemukakan oleh Noor (2009:30-31) yang mengungkapkan bahwa “Festival merupakan event budaya yang sangat khas dalam masyarakat. Festival juga biasa digelar oleh sekelompok orang yang memiliki kekuatan khusus, spirit, dan pengetahuan tentang adat kekeluargaan.

Di era modernisasi saat ini, festival seakan menjadi sebuah tren yang beredar di kalangan anak muda.  Dalam konteks ini, festival tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga menjadi ajang untuk mengeksplorasi dan merayakan keberagaman budaya. Dari beragam jenis festival yang diselenggarakan, khususnya di Indonesia, hanya ada sebagian kecil yang mengenali dan antusias dengan festival budaya. Hal ini bisa menyebabkan anak muda berada dalam situasi adaptasi terhadap budaya baru sebagai dampak negatif dari modernisasi. Adaptasi budaya ini merupakan proses jangka panjang yang dilakukan  individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya melalui pembelajaran dan komunikasi hingga  merasa nyaman dengan lingkungan baru (Kim, 2001, 2005). Banyak generasi sekarang yang lebih tertarik pada kebudayaan yang dimiliki negara lain. Padahal, Indonesia sendiri memiliki kekayaan akan keragaman budayanya. Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, apabila budaya lokal tidak dilestarikan maka banyak sekali tradisi atau budaya yang terancam punah tergerus oleh modernisasi. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk mengakui, mengapresiasi, dan berpartisipasi dalam festival budaya sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian warisan budaya yang kaya ini.

Menurut salah satu ahli budaya, Beverly J. Stoeltje, menyatakan dalam bukunya bahwa salah satu fungsi utama diadakannya festival budaya adalah bentuk mengekspresikan identitas kelompok dengan menghormati para leluhur, menunjukkan kemampuan dan bakat yang memiliki nilai tinggi, atau mengartikulasikan warisan budaya suatu kelompok. Namun, tanpa disadari generasi sekarang perlahan mulai melupakan dan bahkan tidak melanjutkan tradisi leluhur. Salah satu contohnya adalah festival budaya bernama Mapag Sri atau pesta panen. Masih asing mendengar namanya? Berikut adalah potret dari replika upacara “Mapag Sri” yang bisa kalian jumpai di Museum Sri Baduga, Bandung, Jawa Barat.

Museum Sri Baduga, Bandung 
Museum Sri Baduga, Bandung 

Museum Sri Baduga, Bandung
Museum Sri Baduga, Bandung

Salah satu festival budaya, yang merupakan upacara adat sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen padi ini kurang dikenal di kalangan anak muda. Mapag Sri berasal dari Bahasa Jawa, ‘Mapag’ artinya menjemput dan ‘Sri’ artinya padi. Maka ‘Mapag Sri’ mengandung arti ‘Menjemput Padi’. Dibalik keunikan namanya, terdapat sebuah tradisi yang sarat makna dan nilai budaya. Tradisi ini merupakan salah satu budaya masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa dan Sunda. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Mapag Sri dikatakan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Padi bernama Nyi Pohaci Sanghyang yang konon katanya merupakan sosok yang memberikan sumber kekuatan hidup kepada manusia. Namun, sangat disayangkan popularitas festival ini semakin merosot di kalangan generasi muda karena minimnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Meskipun tidak begitu familiar di kalangan anak muda, Festival Mapag Sri tetap diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Setelah sempat tertunda akibat pandemi COVID-19, acara Mapag Sri kini telah kembali digelar. Pada tahun 2023, festival ini digelar dengan meriah di Desa Gadingan, Kabupaten Indramayu, pada tanggal 22 Maret, serta  akhir-akhir ini di Desa Luwung Mundu, Cirebon, pada tanggal 24 September 2023. Antusiasme warga setempat, termasuk anak-anak, terlihat cukup tinggi sebagaimana diliput dalam berbagai media pemberitaan. Selain sebagai perayaan rasa syukur atas panen yang dihasilkan para petani, acara ini diadakan untuk menjamin panen  yang melimpah dan melindungi padi dari kegagalan panen.

Essensi dari Festival Mapag Sri tidak hanya terletak pada kemeriahan perayaan panen padi semata. Festival ini melibatkan masyarakat dengan berbagai kegiatan, mulai dari prosesi pengambilan padi, pawai budaya yang memukau, hingga pertunjukan seni tradisional. Terlebih lagi, diadakannya acara ini dapat secara tidak langsung memperkenalkan budaya Indonesia yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun selama ratusan tahun. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat di era sekarang cenderung sulit berinteraksi secara nyata hingga sampai di titik ada yang tidak mengenali tetangga. Dengan adanya Mapag Sri ini bisa menjadi momen yang tepat untuk saling berinteraksi dan menjalin silaturahmi menjadi lebih erat.

Lebih dari sekadar perayaan dan bentuk rasa syukur, Festival Mapag Sri juga menjadi alat untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada generasi muda. Di tengah era modernisasi, festival ini tidak hanya untuk merayakan tradisi masyarakat setempat, tetapi juga menjadi sebuah cara untuk memastikan bahwa kekayaan budaya nenek moyang kita tetap mengalir dan dikenal oleh generasi yang akan datang. Mapag Sri bisa menjadi jembatan untuk membawa anak muda keluar dari dunia maya dan terlibat dalam kehidupan nyata, membangun kembali interaksi sosial yang mulai terabaikan. 

Dengan begitu, meningkatkan popularitas Mapag Sri tidak hanya tentang menciptakan kesadaran kepada generasi muda, tetapi juga tentang memperkuat kembali rasa kebersamaan dan cinta terhadap warisan budaya lokal. Di era yang terus berkembang, festival ini menjadi suatu cara untuk menelusuri jejak tradisi, mengingatkan kita akan akar-akar budaya yang perlu kita pelihara untuk menjaga keberagaman dan identitas bangsa. Hal ini merupakan sebuah perjalanan menarik yang tak hanya untuk memperluas wawasan diri, tetapi juga membantu dalam  keberlanjutan warisan leluhur kita.

Referensi : 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun