Mohon tunggu...
ajeng bekti
ajeng bekti Mohon Tunggu... -

saya seorang permpuan yang hidup dari keluaraga sederhana yang ingin menjadi diri saya sendiri yang punya jati diri dan selalu bersemangat menghadapi hidup. Karena hidup itu satu paket dan itu komplit...plit..plit ^^

Selanjutnya

Tutup

Money

Roof Garden Sebagai Alternatif Kota Menuju Ramah Lingkungan

7 Mei 2010   17:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kepedulian terhadap isu pemanasan global (global warming) yang kian merebak menggugah kita menjadi lebih sadar untuk merancang hunian ramah lingkungan. Menghadirkan suatu arsitektur hijau dapat dilakukan dengan menghadirkan taman yang asri. Terbatasnya lahan rumah terutama di perkotaan seringkali membuat kita tak bisa mengaplikasikan taman pada hunian. Di kawasan kota yang telanjur padat, memperoleh lahan terbuka bukanlah soal mudah. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan lahan seluas 3.185,80 km² terdiri atas Kota Yogyakarta 32,50 km², Kabupaten Sleman 574,82 km², Kabupaten Bantul 506,85 km² ,Kabupaten Kulon Progo 586,27 km²,Kabupaten Gunung Kidul 1485,36 km². Total kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata 990.10 jiwa/km² (Sumber data: Kantor Statistik DIY). Kota Yogyakarta sebagai daerah terpadat hanya memiliki ruang hijau sekitar 9 %, maka perlu membebaskan sekitar 9,75 km² lahan bila ingin memenuhi patokan lazim 30 persen lahan terbuka hijau. Karena lahan perkotaan telah telanjur disesaki bangunan, maka sasaran perolehan sel-sel hijau daun beralih pada hamparan atap datar gedung-gedung yang saat ini justru lebih banyak dibanjiri cahaya matahari.Sebagai oase masalah tersebut, kita bisa membuat taman alternatif yaitu taman atap (roof garden). Seperti taman atap yang tengah dikembangkan oleh Pusat Studi Sumber Daya Lahan (PSSL) UGM untuk mendukung proses penghijauan dan mengurangi pencemaran udara di Kota Yogyakarta.

"Taman atap ini dapat menjadi teknologi alternatif guna menjawab semakin minimnya lahan di perkotaan untuk penghijauan dan daerah resapan air," kata Ir. Darmanto, Dip. H.E., M.Sc., dalam seminar hasil penelitian pengembangan garden roof, Kamis (8/10) di Wisma MM UGM. Menurut Darmanto, tujuan pengembangan taman atap adalah untuk mengantisipasi penyusutan lahan, terutama di perkotaan, dan menyusutnya ruang terbuka hijau yang diganti dengan bangunan pemukiman dan perkantoran di DIY. Diakuinya bahwa potensi taman atap ini sedang dalam tahap pengembangan penggunaan teknologi sesederhana mungkin agar dapat diaplikasikan oleh masyarakat.“Memanfaatkan atap bangunan untuk kegiatan awal memang belum sempurna, tapi semakin lama akan sempurna. Dengan menggabungkan disiplin ilmu pertanian dan teknik dengan tantangan ruang kota sangat padat, masalah konstruksi bangunan, lingkungan, dan tanaman,” ujarnya.

Dody Kastono, S.P., M.P., salah satu anggota peneliti PSSL, mengemukakan taman atap dapat menyerap gas polutan, mampu meredam pemanasan kota dan radiasi sinar matahari hingga 80 persen, serta meredam tingkat kebisingan di sekitar lokasi taman. “Selain menambah keteduhan, taman atap juga bisa dimanfaatkan untuk menyerap gas-gas beracun,” jelasnya.

Ia mencontohkan bambu atau palem dapat menyerap gas formalin dan bensin. Sementara itu, tanaman bakung selain menyerap gas formalin dan bensin, juga menyerap alkohol dan aseton yang dihasilkan cat. Tanaman rambat juga berfungsi untuk menyerap gas asetat, amonia, dan gas lainnya. Karena fungsi inilah, tanaman rambat banyak dipakai untuk taman atap (roof garden). Meski demikian, kata Dody, Pembuatan taman diatas atap (roof garden) memang tidak murah dan membutuhkan struktur dan konstruksi atap yang spesifik. Bahkan untuk hasil yang optimal, konstruksi atap untuk taman didesain sejak awal, sebelum gedung itu dibangun. Namun investasi ini bisa kembali dalam beberapa tahun kemudian, karena biaya untuk listrik pendingin udara berkurang, serta nilai ekonomis bangunan bertambah. Sebuah rumah sakit swasta di Singapura misalnya, telah berhasil menurunkan konsumsi listrik sampai 50 persen, setelah membuat taman atap (roof garden). Meskipun taman atap itu hanya berupa tanaman tomat, yang diletakkan di dalam pot menutupi seluruh atap. Keuntungan lain, rumah sakit itu tidak perlu membeli tomat lagi.

Cara Membangun Taman Diatas Atap

Jumat (16/4) lalu saya menemui Ir. Darmanto, saat itu bertepatan dengan acara kunjungan ibu-ibu PKK kota Jogja. Ia menjelaskan bahwa sebelum membuat taman di atas gedung, pertimbangkan dulu konstruksi atap bangunan. Apakah memang didesain untuk mendukung beban media tanam berupa tanah dan pepohonan yang akan ditanam di atasnya atau tidak. Pasalnya, taman atap harus didukung struktur dan konstruksi atap yang kuat. “Keberadaan taman atap akan menimbulkan tambahan beban. Misalnya beban mati, beban angin, dan tambahan beban air pada atap bangunan yang berasal dari timbunan tanah dan tanaman. Gedung tersebut juga harus memiliki sistem drainase yang berfungsi baik. Jika jenis tanaman perdu yang akan ditanam, dia memperhitungkan beban atap akan bertambah sekitar 650 Kg/m². Ditambah lagi untuk beban hidup sesuai aktivitas pada taman atap itu. Misalnya, 400 Kg/m² untuk olahraga, 500 Kg/m² untuk pesta dan dansa, serta 250 Kg/m² untuk restoran,” ujarnya.

Untuk menanam pohon seperti yang di tanam di PSSL UGM, kata Darmanto, pelat lantai lokasi harus didukung kolom struktural agar pelat beton tidak runtuh. Serta perlu dibuat dinding penahan tanah karena pohon memerlukan ketebalan tanah yang cukup.Konstruksi atap rawan kebocoran, sehingga harus dilengkapi saluran pembuangan air. Lapisan drainase seperti kerikil, pasir, dan batu apung perlu ditambahkan agar air mudah mengalir ke lubang saluran pembuangan. Filter terbuat dari geo textile atau ijuk berfungsi mengalirkan air ke bawah tetapi menahan butiran tanah agar tidak menyumbat lubang pembuangan.

Ia juga menambahkan bahwa untuk mencegah kerusakan lapisan kedap air (water proof layer), lapisan penahan harus ditambah agar akar tanaman tidak merusak lapisan kedap air dan beton di bawahnya. Karena tanaman diatas atap terkena sinar matahari secara langsung dan tiupan angin yang lebih kencang, penyiraman harus dilakukan secara berkala. Sehingga perlu penyemprotan air bisa dilakukan secara manual atau otomatis.

“formula media tanam pun harus ringan namun memiliki kemampuan menyediakan zat hara dan kelembaban. Misalnya, dengan mencampurkan pasir dengan serutan kayu ditambah lapisan kulit pinus serta pupuk. Kedalaman media tanam untuk rumput maupun tanaman penutup membutuhkan 20 sampai 30 sentimeter, semak dan pohon kecil membutuhkan kedalaman 60-105 sentimeter. Sementara itu pohon besar perlu kedalaman hampir 2 meter,” urai Darmanto.

Di Indonesia, konsep taman atap ini masih kurang begitu populer. Di masa lalu, kebanyakan rumah di Indonesia menerapkan atap miring sebagai bentuk adaptasi dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi. Namun saat ini, sudah banyak hunian yang didesain dengan atap datar berupa dak beton. Biasanya area ini lebih sering dimanfaatkan untuk area servis misalnya tempat menjemur pakaian. Beberapa tahun kedepan diharapkan area atap dak beton sudah banyak dimanfaatkan sebagai taman. Selain membuat pemandangan lebih asri dan teduh di mata, taman atap juga berfungsi sebagai insulator panas dan mencegah radiasi ultraviolet dari matahari langsung masuk ke dalam rumah. Apalagi taman atap ini mampu mendinginkan bangunan dan ruangan di bawahnya, sehingga kita bisa lebih hemat energi dengan mengurangi penggunaan pendingin ruang (AC).

Pemanasan global tidak dipungkiri lagi telah berdampak negatif terhadap semua aspek kehidupan. Kini tinggal usaha kita untuk mengurangi efek yang mulai terasa sangat mengganggu tersebut. Pemanfaatan lahan untuk penanaman pohon dan taman adalah salah satu hal yang bisa kita lakukan. Roof garden sebagai salah satu alternatif pilihan untuk menyeimbangkan lingkungan ekologis dengan bangunan. Menciptakan penghijauan meski memiliki keterbatasan lahan di bagian dasar hunian itu. Sehingga kita turut berkontribusi untuk mengatasi global warming dengan menciptakan hunian yang ramah lingkungan dengan menghadirkan lingkungan yang hijau. Saya jadi teringat kata Prof Emil salim yang diacu oleh Prof.Eko budihardjo,Msc dan Ir Sudanti Hardjohubojo,Msc (1993) dalam bukunya "Kota berwawasan Lingkungan" tentang Pola pembangunan berwawasan lingkungan: " Kalau lingkungan kita umpamakan Gula dan Pembangunan Air tehnya, yang diperlukan sekarang adalah melarutkan gula dalam air teh sehingga menjadi air teh yang manis". Nah, jika hunian Anda memiliki lantai atap yang mubazir alias tidak terpakai, segeralah memanfaatkan space layak tersebut sebagai taman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun