Mohon tunggu...
Riki Mirsa Putra
Riki Mirsa Putra Mohon Tunggu... -

Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Penahan Laju Penyelidikan

20 Februari 2011   05:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:26 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1298181936919785128

[caption id="attachment_91998" align="aligncenter" width="614" caption="Ilustrasi/Admin (the-az.com)"][/caption]

Para produsen film Hollywood menghentikan peredaran filmnya ke Indonesia, mulai Kamis, 17 Februari 2011. Keputusan itu diambil karena tidak setuju dengan bea masuk retribusi yang ditetapkan pemerintah pada awal tahun ini. Namun, disatu sisi anggota Komisi Pendidikan, Kesenian, dan Kebudayaan DPR, Hanif Dhakiri meminta masyarakat tak perlu kawatir atas ancaman itu. "Tak usah takut, kita sama-sama butuh," ujar Hanif kepada VIVAnews.com.

Berhentinya peredaran Film Hollywood mungkin ini tidak terlalu memusingkannya banyak orang, mungkin hanya segelintar orang yang merasakan dampaknya, dan bisa jadi strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tawar film local dan industry film-film Indonesia, seperti di Korea nilai tawar artis local mereka lebih tinggi disbanding dengan artis mancanegara sekalipun, dan film-film Korea juga sangat diminati diberbagai Negara Asia termasuk Indonesia, memiliki banyak penggemar artis-artis Korea bahkan melebihi artis-artis local sendiri, seperti artis film BBF (Boys Before Flowers) remaja Indonesia mana yang tidak mengenal nama itu.

Artis-artis yang bermata sipit ini memang sangat diminati di Indonesia, tapi coba kita cermati apakah cara pemerintah ini cukup ampuh menaikan pamor artis-artis local dibandingkan artis mancanegara? Saya rasa belum tentu, bagaimana bisa diterima strategi untuk menaikan nilai tawar artis local dengan cara menutup mata pecinta film dengan paksa dan seakan-akan nanti kualitas artis local sudah baik sehingga tidak perlu lagi ada pembanding atau review kualitas acting dengan artis mancanegara (Hollywood). Jangan sampai ini usaha pembodohan yang terencana yang dilakukan pemerintah untuk meraup keuntungan semata tanpa melihat kondisi para pencinta film yang belum cerdas dalam menilai sebuah film.

Industri film Indonesia belum cukup bagus berdiri sendiri seperti halnya aris-artis Korea di Negara mereka, bahkan Korea tidak pernah menghentikan peredaran impor film-film Hollywood. Belum lagi ditambah insiden kisruh di penganugrahan Film Indonesia tahun kemarin, versi juri yang dipecat memenangkan Film Sang Pencerah sebagai pemenang tapi panitia penyelenggara memenangkan film Alangkah Lucunya Negeri ini yang memenangkan penghargaan itu, mungkin peristiwa waktu itu lebih mirip perseturuan para calon bupati dan wakil bupati dalam pemilihan kepala daerah dan diakhiri di Mahkamah Konstitusi (MK).

Nampaknya, untuk tahun berikutnya Mahkamah Konstitusi (MK) perlu mencermati fenomena baru ini, sehingga nanti membuat komisi khusus untuk menyelesaikan konflik-konflik seperti itu. Sebenarnya industry perfilman Indonesia sudah mulai menemukan sentuhan sehingga sudah banyak penggemar film Indonesia, karena ada banyak film Indonesia sekarang yang mengerti akan pola pikir dan budaya Indonesia sendiri. Namun susahnya, banyak juga film Indonesia yang berusaha secara pelan-pelan untuk membentuk budaya yang kurang bagus terhadap perkembangan gaya hidup dan semangat budaya Indonesia. Jangan sampai media visual yang satu ini dapat mengancam perkembangan masa depan remaja.

Pada akhirnya film adalah film, hiburan yang membentuk kepribadian para pecinta, karena film bisa menjangkau aspek hidup manusia, mulai dari politik, social, agama, budaya dan pendidikan tapi jelas film bukan untuk untuk dipolitisi dan bukan untuk menghasilkan budaya-budaya yang kurang bagus bagi generasi muda Indonesia.

Sehingga penghentian film-film Holywood memang dirasa kurang bijak dalam perkembangan dan kemajuan film-film di Indonesia dan para pecinta film Indonesia, atau bisa karena banayaknya peminat film Hollywood di Indonesia semakin bertambah juga para pecinta DVD bajakan film-film Hollywood. Dan inget!! Kasus mafia pajak belum selesai jangan sampai setelah isu Ahmadiyah di dengung-dengungkan sehingga sedikit bisa memperlambat penyelidikan terhadap para mafia dan bisa jadi ini kasus berikutnya untuk berusaha menahan laju penyelidikan juga.

Alih-alih kita nanti tidak dianggap Nasionalis, Seorang psikolog (alm) Sartono Mukadis pernah mengatakan: "Jangan mengukur tinggi badan dengan alat timbangan, dan jangan pula menimbang badan dengan alat ukur meteran." Artinya, nasionalisme tidak sesempit hanya ditakar dari menonton film Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun