Mohon tunggu...
Yunuraji P
Yunuraji P Mohon Tunggu... Penulis - Orang biasa

Warga biasa yang masih berjuang dalam hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Kartini RTC] Tuhan, Dengarkanlah Keluhanku

20 April 2015   19:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Selamat datang, suamiku tercinta” aku hanya bisa mengucapkan kata-kata tersebut ketika kulihat suamiku baru saja pulang dari kegiatannya ditemani beberapa orang yang kukenal baik kepadaku dan suamiku. Aku memberikan minuman kesukannya.

“Terimakasih,” hanya itu jawabannya sambil menerima minuman yang sengaja aku racik. Aku hanya bisa menatap beliau dengan hati yang sedih karena sepertinya beban yang ia pikul bertambah lagi satu. Raut wajah yang dahulupun berubah menjadi lebih banyak, walaupun saat ini belum kelihatan.

“Bapak tidak mau menonton tivi hari ini?” Tanyaku dengan nada pelan mecoba memberi hiburan.

“Saya rasa hari ini Cuma melihat wajahmu saja sudah membuatku terlena akan kehidupan dan terhibur karenanya.” Aku hanya tersipu malu.

“Bapak ini bisa saja.”

Kembali guratan di wajahnya nampak kembali tatkala ia membaca beberapa pesan yang ia terima dari hp dari kerjanya sebagai pengusaha dahulu.

“Mari kita beristirahat, istriku tercinta.” Jawabnya dengan nada riang, namun aku menangkap nada lirih didalamnya. Kemudian ia mengambil air wudhu dan melakukan sholat sunnah. Aku mengikuti langkahnya dan ikut sholat bersamanya.

Tidak ada yang menyangka bahwa ternyata pekerjaannya begitu berat, apalagi ketika ia berhasil memenangkan hadiah yang baginya merupakan amanah yang harus ia jalankan. Aku teringat ketika ia berucap, ‘Bismillah’ padahal saat itu ia tengah melakukan usaha memperbaiki ruwetnya pekerjaan yang ia lakukan oleh orang-orang yang mengaku tidak suka dengan kinerja beliau. Ditambah usahanya mengalami masalah di tengah perjalanan. Waktu itu aku tidak kuasa menahan pedih karena usahanya hangus dilalap oleh si jago merah. Penyebabnya sampai saat ini belum jelas.

Aku melakukan do’a-do’a dan munajat kepada yang Maha Kuasa supaya suamiku bisa tabah menghadapi rintangan demi rintangan baik ia buat sendiri karena usahanya untuk membuat mereka yang ikhlas bekerja untuk beliau sejahtera, maupun usaha dari orang-orang yang membuat tuduhan keji tidak berdasar ketika kebijakan apa yang ia lakukan dalam jangka pendek membuat beberapa orang tidak menyukainya. Terlebih ketika ia melihat dari dunia maya bahwa semakin banyak kebencian yang tertuju kepadanya membuatku hanya bisa menangis dalam hati dan berusaha sekuat tenagaku untuk menghibur suamiku yang terus dirundung masalah serta tidak lupa aku selalu beribadah untuk keselamatan suami dan keluargaku. Kadang aku merasa sedih ketika berita buruk yang aku temui dari informasi sekitar maupun dunia maya yang menyatakan bahwa kinerja yang dilakukan suamiku terkesan kurang baik, padahal apa yang beliau lakukan baru saja berjalan beberapa bulan, bukannya sudah sekian tahun.

Aku merasa sedih karena masih saja ada beberapa orang jaman sekarang yang termakan hasutan tidak jelas dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam menyebarkan kebencian yang ditunjukkan kepada suamiku.

Tetapi aku yakin, dari sekian banyak orang yang membencinya, pastilah ada yang berusaha untuk mendamaikan jiwa dan hati suamiku di dunia maya, meskipun ia akan mendapat banyak rintangan dan caci-maki.

***

“Hati-hati dijalan ya, pak.” Aku berkata sambil membenarkan sedikit kancing bajunya yang tadinya agak mengganggu pemandangan. Pagi masih belum menampakkan dirinya ketika bapak harus melakukan pekerjaan yang dimana ia selama 10 tahun belakangan belum biasa beliau lakukan.

“Terimakasih, irianaku tercinta.” Kata suamiku sambil mengecup keningku.

“Pak presiden, kita segera berangkat sebentar lagi.” Kata seorang paspampres sambil menyiapkan kendaraan khas pengawal presiden.

“Oke.” Jawabnya. Lalu ia berkata kepadaku, “Baik-baik di rumah ya.”

“Iya.”

“Pak, apakah bapak sudah siap?” Tanya pengawal paspamres tersebut.

“Demi rakyat Indonesia, saya siap.” Jawabnya dengan nada yang sepertinya menyimpan banyak rahasia, namun hanya aku yang mengetahui apa yang tersirat dari makna kalimat tersebut.

Setelah iring-iringan menghilang dari pandangan mata, aku segera melakukan kegiatan seperti biasanya. Ketika aku menonton acara televisi yang aku gonta-ganti karena tidak ada yang menyenangkan untuk aku tonton, aku terkejut dan agak bersedih ketika sebuah berita muncul.

‘Satu lagi berita kurang menyenangkan merintangi usaha suamiku untuk terus berjuang untuk rakyat Indonesia.’

Akupun melakukan sholat sunah dan berdo’a.

“Ya, tuhanku. Tolong kabulkanlah do’aku. Semoga saja cobaan dan ujian yang engkau berikan mampu memberikan kekuatan bagi suami hamba yang selama ini selalu didera masalah. Tolonglah ya Tuhanku. Berikanlah keselamatan kepada keluarga hamba, agar bisa menghadapi ujian dan cobaan ini. Aamiin...”

***


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun