Mohon tunggu...
Aji Wijaya
Aji Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Aji Wijaya NIM : 121211036 Jurusan : Akuntansi | Universitas Dian Nusantara Dosen Pendamping : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bussines as a Victim, Silverstone, Sheetz

20 Juli 2024   09:30 Diperbarui: 20 Juli 2024   09:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bussines as a Victim, Silverstone, Sheetz 


Fraud atau kecurangan adalah masalah yang kian mendesak dalam dunia bisnis modern. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kompleksitas operasional bisnis, ancaman fraud semakin sulit dihindari. Kecurangan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari pencurian aset, manipulasi laporan keuangan, hingga korupsi. Dampak dari kecurangan tidak hanya merugikan perusahaan dari segi finansial tetapi juga dapat merusak reputasi, mengurangi kepercayaan pemangku kepentingan, dan menyebabkan implikasi hukum yang serius. Memahami cara kerja fraud dan strategi untuk mencegahnya adalah hal yang krusial bagi setiap perusahaan.

Fraud adalah tindakan ilegal yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan finansial melalui penipuan atau ketidakjujuran. Dalam konteks bisnis, fraud dapat dilakukan oleh karyawan, manajemen, atau pihak ketiga yang berinteraksi dengan perusahaan. Berdasarkan laporan dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) pada tahun 2020, perusahaan di seluruh dunia kehilangan sekitar 5% dari pendapatan tahunan mereka karena kecurangan. Jika diaplikasikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) global, angka ini mencapai triliunan dolar. Data ini menegaskan bahwa fraud adalah masalah yang signifikan dan memerlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan dalam bisnis.

Ada beberapa jenis fraud yang umum terjadi dalam bisnis. Pencurian aset adalah bentuk fraud yang paling umum. Ini termasuk pencurian uang tunai, inventaris, atau barang berharga lainnya oleh karyawan. Contoh konkret dari pencurian aset adalah seorang kasir yang mencuri uang dari mesin kasir atau seorang manajer gudang yang mencuri barang dari inventaris. Menurut survei ACFE, pencurian aset menyumbang 89% dari semua kasus fraud yang dilaporkan, dengan kerugian rata-rata mencapai $114,000 per kasus.

Manipulasi laporan keuangan adalah bentuk fraud lainnya yang sering terjadi. Manipulasi ini melibatkan pengubahan data keuangan untuk memberikan gambaran yang salah tentang kondisi keuangan perusahaan. Tujuan manipulasi laporan keuangan bisa bervariasi, mulai dari meningkatkan nilai saham, mendapatkan pinjaman, hingga menghindari pembayaran pajak. Contohnya termasuk overstatement pendapatan, understatement biaya, atau manipulasi akun cadangan. Skandal besar seperti Enron dan WorldCom adalah contoh nyata dari manipulasi laporan keuangan yang menyebabkan kerugian miliaran dolar dan kehancuran perusahaan. Manipulasi laporan keuangan tidak hanya menipu investor dan pemegang saham, tetapi juga merusak integritas pasar keuangan secara keseluruhan.

Korupsi adalah jenis fraud yang melibatkan kolusi antara karyawan perusahaan dengan pihak luar untuk keuntungan pribadi. Bentuk korupsi bisa berupa suap, kickbacks, atau konflik kepentingan. Sebagai contoh, seorang pembeli perusahaan mungkin menerima suap dari pemasok untuk memberikan kontrak pembelian. Korupsi dapat mengakibatkan biaya yang lebih tinggi bagi perusahaan, pengadaan barang dan jasa yang tidak efisien, serta hilangnya kepercayaan dari mitra bisnis dan pelanggan. ACFE melaporkan bahwa kasus korupsi menyumbang 43% dari semua kasus fraud yang dilaporkan dengan kerugian median sebesar $250,000.

Pentingnya memahami dan menangani fraud juga ditegaskan oleh perkembangan teknologi. Di era digital ini, cybercrime atau kejahatan siber telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi bisnis. Dengan semakin tergantungnya bisnis pada teknologi digital, ancaman dari kejahatan siber semakin meningkat. Cybercrime mencakup berbagai bentuk kejahatan, termasuk pencurian identitas, ransomware, dan phishing. Pencurian identitas melibatkan penjahat siber mencuri informasi pribadi atau bisnis untuk melakukan penipuan atau mencuri uang. Ransomware adalah jenis malware yang mengunci data dan meminta tebusan untuk mengembalikan akses. Phishing adalah teknik penipuan di mana penjahat mengirim email atau pesan palsu yang tampak sah untuk mengelabui penerima agar memberikan informasi sensitif.

Menurut laporan dari Cybersecurity Ventures, biaya global akibat serangan ransomware diperkirakan akan mencapai $20 miliar pada tahun 2021, meningkat dari $8 miliar pada tahun 2018. Laporan dari Verizon juga menyebutkan bahwa 22% dari semua insiden keamanan melibatkan phishing. Ancaman dari kejahatan siber sangat serius karena bisa menyebabkan kerugian finansial yang besar, kerusakan reputasi, dan hilangnya data penting. Oleh karena itu, perusahaan harus mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi diri dari ancaman ini.

Menghadapi ancaman fraud memerlukan pendekatan yang komprehensif. Perusahaan harus menerapkan kontrol internal yang kuat, melaksanakan audit berkala, dan memberikan edukasi kepada karyawan tentang risiko kecurangan. Dengan memahami cara kerja fraud dan mengambil langkah-langkah proaktif, bisnis dapat melindungi diri dari menjadi korban fraud dan memastikan kelangsungan operasi yang aman dan efisien. Langkah-langkah ini tidak hanya penting untuk melindungi aset perusahaan tetapi juga untuk menjaga kepercayaan pemangku kepentingan dan integritas pasar.

Bagaimana Bisnis Menjadi Korban Fraud

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun