Aksara Jawa merupakan salah satu aksara turunan Brahmi di Indonesia yang sejarahnya dapat ditelusuri dengan runut karena banyaknya peninggalan-peninggalan yang memungkinkan penelitian epigrafis secara mendetail. Akar paling tua dari aksara Jawa adalah aksara Brahmi di India yang berkembang menjadi aksara Pallawa di Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga 8. Aksara Pallawa kemudian berkembang menjadi aksara Kawi yang digunakan sepanjang periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad ke-8 hingga 15. Di berbagai daerah Nusantara, aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara-aksara tradisional Indonesia yang salah satunya adalah aksara Jawa. Aksara Jawa modern sebagaimana yang kini dikenal berangsur-angsur muncul dari aksara Kawi pada peralihan abad ke-14 hingga 15 ketika ranah Jawa mulai menerima pengaruh Islam yang signifikan.
Selama kurang lebih 500 tahun antara abad ke-15 hingga awal abad ke-20, aksara Jawa aktif digunakan sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra Jawa dengan cakupan yang luas dan beragam. Pada silang waktu tersebut, banyak daerah Jawa yang saling terpencil dan sulit berkomunikasi antara satu sama lainnya, sehingga aksara Jawa berkembang dengan berbagai macam variasi dan gaya penulisan yang digunakan silih-bergantian sepanjang sejarah penggunaannya. Tradisi tulis aksara Jawa terutama terpupuk di lingkungan keraton pada pusat-pusat budaya Jawa seperti Yogyakarta dan Surakarta, tetapi naskah beraksara Jawa dibuat dan dipakai dalam berbagai lapisan masyarakat dengan intensitas penggunaan yang bervariasi antardaerah.Â
Di daerah Jawa Barat, semisal, aksara Jawa terutama digunakan oleh kaum ningrat Sunda (mnak) akibat pengaruh politik dinasti Mataram. Namun begitu, kebanyakan masyarakat Sunda pada periode waktu yang sama lebih umum menggunakan abjad Pegon yang diadaptasi dari abjad Arab. Sebagian besar tulisan sastra Jawa tradisional dirancang untuk dilantunkan dalam bentuk tembang, sehingga teks sastra tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari pelantunan dan pembawaan sang pembaca. Tradisi tulis Jawa juga mengandalkan penyalinan dan penyusunan ulang secara berkala karena media tulis yang rentan terhadap iklim tropis; akibatnya, kebanyakan naskah fisik yang kini tersisa merupakan salinan abad ke-18 atau 19 meski isinya sering kali dapat ditelusuri hingga purwarupa yang beberapa abad lebih tua. (Wikipedia)
Materi Muatan lokal bahasa jawa sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No 57 tahun 2013 tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Provinsi Jawa Tengah Nomer 9 tahu 2012 tentang bahasa, sastra, dan aksara jawa. Adanya Peraturan Gubernur Jawa Tengah Tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa akan memudahkan satuan pendidikan untuk memedomani dalam membuat kurikulum muatan lokal bahasa daerah. Anda dapat mengunduh secara gratis pada laman yang ada di internet. Untuk lebih lengkap sebagai dasar pelaksanaan kurikulum di sekolah, maka Anda perlu mengunduh dan mencetaknya sebagai bahan pertimbangan dasar kurikulum satuan pendidikan.Â
Pembelajaran Bahasa Jawa, merupakan salah satu pembelajaran muatan lokal yang ada di SD, SMP dan SMA
Dalam hal itu menyatakan, bahwa Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa untuk jenjang
SD/SDLB/MI, baik Negeri dan Swasta Propinsi Jawa Tengah wajib diajarkan mulai Tahun Pelajaran 2005/2006. Â Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No 19 tahun 2014, Pembelajaran Bahasa Jawa menggunakan kurikulum terintegrasi tematik yang disesuaikan dengan kurikulum nasional.Â
Selain itu, Pembelajaran Bahasa Jawa diberikan mulai kelas 1 sampai dengan kelas 6. Menurut Arafik (2013: 29), mata Pelajaran Bahasa Jawa adalah program Pembelajaran Bahasa Jawa untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan bahasa Jawa, serta sikap positif terhadap Pembelajaran Bahasa Jawa itu sendiri.
Sedangkan menurut Suharti (2006: 151), Pembelajaran Bahasa Jawa selain mengajarkan bahasa dan sastra Jawa, juga perlu diarahkan untuk terjadinya transfer nilai-nilai budaya didalamnya.Â
Berdasarkan pengertian Pembelajaran Bahasa Jawa yang dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Bahasa Jawa adalah mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar, menengan dan atas yang mempelajari tentang bahasa, sastra, serta nilai-nilai budaya jawa.
Dalam kurun lima tahun terakhir mengajar mata pelajaran Bahasa Jawa di tingkat SMP, saya menjumpai fakta yang cukup membuat miris.  Banyak siswa dari generasi milenial yang menganggap pelajaran Bahasa Jawa sebagai momok, melebihi Matematika dan Science. Salah satu penyebab utamanya adalah tema aksara jawa / aksara nglegena. Jika sebelumnya cukup para siswa saja yang merasa ngelu dengan aksara jawa, maka sejak era pandemi segalanya berubah. Kini para orang tua juga ikut pusing mempelajari aksara nglegena ini. Sebab dalam pembelajaran online di rumah, mau tak mau orang tua harus berperan jadi 'guru' juga. Sebenarnya membaca dan menulis aksara jawa tidaklah sesulit yang dikira kebanyakan orang. Mempelajari aksara jawa bisa menjadi sangat sederhana asalkan dilakukan secara bertahap dan menggunakan metode yang tepat.Â
Kesulitan yang dialami oleh siswa pada umumnya adalah karena bentuknya yang sangat jauh berbeda dengan aksara latin. Terlebih lagi pengenalan 20 aksara dasar tersebut dilakukan tanpa metode khusu, hanya secara berurutan mulai dari HA sampai NGA seperti gambar di bawah ini: