Kami mengejar kereta terakhir dari Rangkasbitung yang menuju Tanah Abang, yaitu pukul 18.30. Di tengah perjalanan, rombongan Bandung Squad turun duluan, mereka tidak ikut naik kereta seperti yang lain. Sepertinya, mereka akan menginap semalam lagi di rumah Isbel (rekan trip asli Banten yang ikut Bandung Squad karena kuliahnya di Bandung).Â
Tepat pukul 18.30 kami tiba di Stasiun Rangkas. Dengan sedikit terbirit-birit kami berlari menuju loket. Untunglah, kami tidak ketinggalan kereta. Sore itu, kereta terakhir menuju Tanah Abang sangat ramai. Aku tidak kebagian tempat duduk, sehingga harus berdiri melewati  12 stasiun lainnya sebelum akhirnya sampai di Stasiun Tanah Abang.Â
Di dalam kereta, aku lebih banyak merenung memikirkan tentang Baduy. Satu hal yang belum terjawab dan lupa untuk kutanyakan. Apa alasan mereka masih berpegang teguh pada hidup dengan kesederhanaan, sementara kehidupan itu sendiri adalah sesuatu yang terus berkembang menuju ke segala hal yang instan (?) . Biarlah,.. Biar itu menjadi alasanku untuk kembali lagi ke Baduy.
Terima kasih Baduy.. Kau membuka mataku, tentang satu lagi kekayaan Indonesiaku ini. Negeri seribu serba-serbi, yang sedang di eksploitasi oleh penguasanya sendiri .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H