Sarinah,
Hanya masjid dan warteg yang mengakui keberadaanmu saat ini
Segelas kopi menjadi teman gurau
Sebatang roko menjadi isarah kepada Dewa, agar gumammu didengarnya
Dua ribu tahun ini
Betapa cuihnya Jakarta kepadamu!
Sarinah!!!
Di mana Jakarta yang dulu?
Apa kau tahu?
Jakarta, kini sudah besar
Layaknya petugas ronda kebingungan
Mencari maling
Maling tak ada
Mencari burung
Burung tak ada
Mencari istri?
Istripun tak ada
Jakarta itu,
Serba guna
Jadi tong sampah besar
Lapangan sepak bola
Tempat parkir bebas
Apalagi menjadi tempat mesum ParaMentri!
Sarinah….
Senyum yang kemayu membuatku yakin, engkau si penjaga warteg itu. Apa kau tahu?
Ribuan lalulalang
Sepatu,
Sandal,
Sampai gerobak memikul beratnya dosa Jakarta.
Amboy!!!
Romantika pergulatan ibu tiri.
Kabel-kabel usang melambai-lambai,
Bersorak,
Melihat Jakarta menjadi arena tinju dan pacuan kuda.
Tidakkah bising?
Tapi, tetap saja kau duduk samping bakul-bakul tua yang kau rawat itu.
Hidupmu kurang bergairah Sarinah
Sedikit ambisi politisi kiranya.
Sikut sana
Sikut sini
Peluk sana
Rangkul sini
Itu,
Sarinah
Yang merubah hidupmu lebih berbobot sampai ujung rambut.
Pacu kuda di pelataran rumahmu
Pacu,
Sampai tulang-tulangnya remuk.
Aku,
Sedikit risau
Kau kalah dalam pergulatan
Dijadikan budak oleh impian
Entah,
Sampai angin tak mau mencium aroma bau bajumu.
Sepatu dan sandal berlari, berebut angin surga dengan wewangian pribumi.
Mati
Kau kalah dalam pergulatan.
Aji Nurhamzah 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H