Menjelang pemilu legislatif yang lalu saya membuat tulisan tentang pilihan politik tanpa ideologi. Dan menjelang Pemilu Presiden 9 Juli mendatang, saya mencoba membedah ideologi politik pasangan capres. Dan lagi-lagi, dua poros pasangan yang ada menurut saya tidak memiliki ideologi politik yang jelas.
Pasangan Prabowo-Hatta yang diusung oleh partai-partai politik yang konon berbasis masa (bukan berideologi) Islam seperti PAN, PKS, PPP dan PBB dengan poros Partai GERINDRA dan didukung GOLKAR yang konon berideologi nasionalisme. Menurut rancangan Amien Rais, disebut sebagai Poros Indonesia Raya. Dan menurut partai-partai yang berkoalisi di dalamnya mereka memiliki kesamaan platform, sehingga sepakat mengusung Prabowo-Hatta sebagai Capres dan Cawapres pada Pemilu Presiden 9 Juli mendatang.
Ada hal-hal kontradiktif yang muncul dari pasangan capres-cawapres ini jika kita lihat dari kacamata ideologi. Dengan bangga mereka merepresentasikan Prabowo-Hatta sebagai reinkarnasi Soekarno-Hatta sebagai simbol ideologi nasionalisme, sementara mereka juga mengagungkan Prabowo-Hatta sebagai capres yang Islami, bahkan Amien Rais dalam acara Isra Mi'raj di Masjid Al Azhar hari Selasa 27 Mei 2014 mengajak seluruh komponen pendukung Prabowo-Hatta untuk mengobarkan semangat Perang Badar untuk memenangkan Pemilu Presiden 9 Juli yang akan datang.
Tak apalah, kalau kemudian pasangan ini mendasarkan perjuangannya pada ideologi Islam dan Nasionalisme, namun hendaknya tidak melakukan klaim keislaman atau nasionalisme itu sebagai landasan politik mereka, sehingga yang terjadi adalah melakukan kampanya hitam berbau sara, bahwa Prabowo-Hatta adalah pemimpin Islam dan Jokowi - Jusuf Kalla bukan representasi kepemimpinan Islam. Sehingga sangat menarik ketika Pak Jusuf Kalla melontarkan gagasan untuk adu fasih baca Al Qur'an antara Prabowo dan Jokowi.
Sebaliknya pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang diusung oleh PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI dengan tegas menyatakan ideologi mereka adalah Gotong Royong, yang merupakan inti dan saripati ajaran Pancasila. Kita tentu menjadi teringat tentang Gotong Royong, sebagai Eka Sila yang diajarkan oleh Bung Karno, dari Panca Sila jika diperas saripatinya menjadi Tri Sila dan jika Tri Sila diperas lagi, inti sarinya adalah Eka Sila, yaitu Gotong Royong.
Maka jelaslah dari kedua pasangan capres yang memiliki ideologi yang jelas. Jika bicara tentang beriman atau tidaknya pasangan capres-cawapres, maka hanya Allah saja yang berhak menilainya. Namun dalam kaitannya dengan kepentingan bangsa, siapa yang paling baik dan sudah dirasakan hasil karyanya untuk bangsa ini. Bukan sekedar klaim.
Semakin jelas ideologi seseorang, maka semakin jelas karya atau amalnya untuk kebaikan umat. Dan kita tentu cukup bijak untuk menilai, siapa pasangan capres-cawapres yang sudah memiliki catatan karya, memiliki karakter dan memiliki program yang bermanfaat bagi bangsa ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI