Pemilihan Presiden tinggal 2 hari lagi. Pemilihan Presiden kali ini menjadi sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia untuk menentukan apakah kita akan terpuruk dengan nostalgia masa lalu, atau kita segera melangkah dengan gerak cepat untuk mengejar ketertinggalan menjadi bangsa dan negara yang benar-benar berdaulat, mandiri dan berkepribadian untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa.
Saya meyakini bahwa kedua Capres kita adalah putra-putra terbaik bangsa yang memiliki cita-cita luhur membawa bangsa ini menuju masa depan Indonesia yang lebih baik. Saya melihat bahwa baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo memiliki nurani dan kejujuran bahkan kalau boleh dikatakan KELUGUAN dalam berpolitik. Hal ini bisa dilihat dalam debat-debat yang dilangsungkan pada masa kampanye. Keduanya saya lihat memiliki pandangan politik yang sama, bahwa politik bukan sekedar mengejar kekuasaan tetapi politik adalah pengabdian.
Namun keluguan dan bahkan kadang boleh dikatakan kenaifan keduanya dalam berpolitik yang seharusnya menjadi kekuatan dalam politik yang beradab telah dimanfaatkan menjadi kelemahan oleh politikus-politikus yang sedang menghadapi Post Power Syndrome jika kehilangan kekuasaan politiknya. Hal ini tampak terlihat pada ekspresi Prabowo yang tampak tidak begitu suka dengan politicking yang terjadi di dalam internal koalisinya. Sehingga nurani seorang Prabowo mengatakan adanya KLEPTOKRASI dalam demokrasi kita. Bahkan dalam beberapa kesempatan dia menyatakan bahwa untuk menghancurkan Indonesia sangatlah mudah, tinggal dibeli saja partai politiknya, maka apa pun bisa dilakukan sebagai imbalannya. Itulah konsekwensi politik transaksional yang sayangnya agak terlambat disadari oleh seorang Prabowo Subianto. Sehingga tampak dalam beberapa debat Prabowo seperti tersandera oleh beban politik para pendukungnya.
Keluguan Jokowi pun sebenarnya memiliki dilema yang sama dengan Prabowo, tetapi dengan pengalamnnya mengikuti kontestasi politik pilkada baik di Solo maupun di Jakarta, membuat Jokowi lebih siap menghadapi politik transaksional semacam itu, sehingga ketika proses koalisi dibangun Jokowi menggariskan Koalisi Tanpa Syarat, sehingga inilah yang membuat Jokowi lebih bebas dari beban-beban politik apa pun, sehingga dengan tegas bisa bicara : Jokowi-JK hanya akan tunduk kepada konstitusi dan kehendak rakyat Indonesia.
Masa kampanye sudah berakhir, masyarakat Indonesia pun diharapkan sudah dapat menentukan pilihannya. Siapa pun yang pada akhirnya terpilih menjadi presiden adalah Presiden Republik Indonesia, maka sangat disayangkan bahwa selama masa kampanye terjadi kampanye hitam yang menurut pandangan saya dilontarkan oleh orang-orang yang hanya mencari keuntungan dari proses politik yang sedang terjadi.
Yang terpenting lagi adalah kita mesti mulai membuka hati dan pikiran jernih bahwa kita bersaudara. Siapa pun jagoan kita yang terpilih akan menjadi pemimpin bagi seluruh rakyat Indonesia yang memiliki kewajiban melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta memelihara perdamaian dunia berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan dan keadilan sosial.
Pendukung Prabowo adalah sahabat saya, begitu juga pendukung Jokowi adalah sahabat saya. Tidak ada alasan kita putus persaudaraan atau persahabatan hanya karena beda pilihan. Inilah nikmatnya demokrasi yang mesti kita syukuri. Kita pilih presiden kita sesuai hati nurani dengan doa semoga Allah memberikan kepada kita pemimpin yang adil dan menyayangi raknyatnya, yang bisa mengantarkan Indonesia menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi - negeri yang baik dan selalu dalam naungan rahmat dan ampunanNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H